Selasa, 06 Maret 2012

Prof. Soekirman, SKM, MPS-ID, PhD

Prof. Soekirman
“Hidup harus ada keseimbangan. Hidup ini diberikan oleh Tuhan, maka hidup kita juga untuk Tuhan dan sesama,” ujar Prof. Soekirman, SKM, MPS-ID, PhD., ahli gizi dan guru besar dari Institut Pertanian Bogor saat acara “Sehat Dan Bugar Berkat Gizi Seimbang”, 27 Januari 2011 di Hotel Akmani, Jakarta.
Menurutnya, saat ini pola “4 sehat 5 sempurna” tidak pas lagi dipakai karena hanya bicara soal makanan. Gizi seimbang lebih berprospek dan baik, karena tidak hanya berbicara makanan. Gizi kurang bukan hanya karena makanan, tapi juga karena kebersihan dan perawatan yang tidak baik. Gizi seimbang mencakup semuanya. Jika dijalankan sejak balita maka akan lebih baik dari ”4 sehat 5 sempurna”.
“Kini saya sadar pentingnya menerapkan gizi seimbang dan coba menjalankannya, apalagi saya pernah operasi jantung. Saya selalu menyempatkan berenang minimum 3x seminggu kalau tidak ada rapat pagi, sebagai hobi dan aktivitas olahraga,” kata pria yang meraih gelar doktornya di Cornell University, Amerika Serikat.
Pentingnya berolahraga juga diterapkan dalam keluarganya. Dia pernah menyadarkan keponakannya, yang menjadi CEO bank Amerika terbesar, agar memilih pola makan yang baik. “Kamu menjadi direktur kalau tidak hati-hati bisa mati muda. CEO saat bertemu klien selalu makan enak dan membuat pola makan tidak teratur. Kalau tidak hati-hati bisa bahaya,” kata pria yang rutin makan buah dan umbi-umbian di pagi hari.
Apa yang membuatnya terlihat muda? “Saya menghindari ikut perkumpulan lansia. Takut ketularan pikun. Mental kita akan ikut tersugesti dengan keadaan sekitarnya. Sekarang saya memilih aktif menjadi pengajar dan selalu mengadakan rapat. Hal ini membuat saya tidak merasa tua,” ujarnya.
Pengalaman unikn, saat dia ke Cina untuk mengadakan rapat. Di Indonesia, umur 74 tahun dianggap sudah tua dan aneh jika bepergian ke mana-mana. Di Cina, ia berpikir dirinya adalah yang paling tua di rapat tersebut. Ternyata, ada peserta rapat yang sudah berusia 80-82 tahun. “Saya pikir saya yang paling tua. Dalam hal ini, kualitas hidup memang berperan,” ujar Ketua Yayasan Institut Danone Indonesia (DII).