Senin, 05 Maret 2012

dr. Rozalina Loebis, SpM

Do the best and expect Allah to do the rest. Ini motto dr. Rozalina Loebis, Sp.M. Usaha keras dan sifat kemandirian yang ditanamkan sejak kecil oleh sang ibu, disertai doa, membuahkan hasil. Lulus SMA, ia diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, pada 1993. Enam tahun kemudian, ia mendapat gelar dokter dan masuk peringkat 10 besar, sehingga bisa langsung mengambil pendidikan spesialis.
Sukses itu sekaligus memupus cita-citanya di masa kecil, yaitu menjadi guru play group. “Saya mencintai dunia anak-anak,” katanya.
Pengalaman pertama menangani pasien, ketika ia tugas di Waingapu, Sumba Timur, daerah yang sangat terpencil di Nusa Tenggara Timur. Ketika sedang menjadi PTT, datang seorang pasien dengan luka bakar parah pada mata akibat ledakan baterai HP yang dicharge dengan suryakanta. Di daerah itu memang belum ada aliran listrik PLN. “Dengan keterbatasan obat-obatan dan sarana oftalmologi, alhamdulilah atas ridha Allah pasien tertolong dan bisa mendapatkan penglihatanya kembali,” ujarnya senang.
Sebagai dosen sekaligus dokter praktek, komunikasi merupakan hal yang  penting. Sepandai apa pun ditambah gelar panjang sekali pun, bila tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif dengan pasien, upaya penyembuhan tidak akan bagus. “Dengan komunikasi yang baik, pasien akan merasa diperhatikan sehingga membantu proses penyembuhan,” katanya.
Kelahiran Surabaya, 25 Desember 1975, ini hobi travelling dan menyanyi. Ia pernah menjadi anggota paduan suara Provinsi Jawa Timur, mewakili Indonesia dalam Asian Youth Choir Festival di Osaka,Jepang, 1991 dan mendapat juara 1. Bersama tim SMA Negeri 5 Surabaya, ia juga pernah menjadi juara Festifal Paduan Suara ITB, tahun 1992.
Istri Bambang Subakti Zulkarnain, SSi, M.Clin.Pharm ini juga menggemari wisata kuliner. Favoritnya? “Semua makanan dan minumam yang enak,” dia tertawa.
Ia optimistis, makin ditingkatkanya mutu pendidikan kedokteran, akan mampu menghasilkan dokter yang memiliki integritas dan etika ilmu kedokteran yang baik. Dan, merujuk pengalamannya dulu, dia berharap, “Fasilitas dan sarana di Puskesmas sebagi ujung tombak pelayanan kesehatan, sebaiknya ditingkatkan.”