Senin, 05 Maret 2012

dr. EM Yunir, SpPD-KEMD

“Kami sedang menggalakkan bermacam cara untuk mencegah komplikasi dan menurunkan jumlah penderita diabetes di Indonesia. Utamanya dalam usaha yang besifat preventive dan promotif,” ujar dr. EM Yunir, SpPD-KEMD, ditemui di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, pada peringatan Hari Diabetes Sedunia, 14 November 2010.
Staf Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini mengatakan, angka penderita diabetes di Indonesia akan terus meningkat. Menurut WHO, pada tahun 2030 diperkirakan akan ada 21 juta penderita diabetes di Indonesia. “Masalah ini harus kita tangani bersama,” katanya.
Menurut kelahiran Jakarta 9 Juni 1962 ini, beberapa kali Indonesia mendapat dana dari WHO, untuk meningkatkan pelayanan dan perbaikan penyakit diabetes. Dana digunakan untuk melakukan pelatihan-pelatihan bagi para internis, dokter umum dan perawat. Peran ketiga lini ini sangat penting, untuk memberikan edukasi dan perawatan bagi para penderita diabetes, yang tergabung dalam Perkumpulan Edukator Indonesia (PEDI).
Selain PEDI ada Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia), perkumpulan para diabetesim yang bertujuan meningkatkan aktivitas promotif dan preventif, agar pasien diabetes dapat memperoleh kualitas hidup yang lebih baik. Persadia memiliki 106 cabang dan 300 unit di seluruh Indonesia.
Kegiatan yang biasa dilakukan di antaranya senam, edukasi, wisata  dan pemilihan pandu; yakni pasien diabetes yang diangap bisa menjadi contoh bagi diabetesi lain.
Pemilihan pandu merupakan trik untuk mengaktifkan organisasi. Juaranya akan diajak mengikiti event internasional, untuk melihat aktivitas pasien diabetes dinNegara lain. “Tes tertulis, bagaimanya menyuntik insulin dengan benar dan memberikan edukasi kepata teman-teman sesama diabetesi, merupakan bagian penting dari pemilihan pandu,” ujarnya
Program pemilihan pandu sudah diakui WHO, sebagai satu-satunya program edukasi pear to pear groups di dunia, dan sebagai satu-satunya program yang dapat menjangkau ke akar rumput diabetes. “Kami bangga, karena WHO sangat antusias melihat program ini. Mereka sadar, pemberdayaan pasien lebih baik dari segalanya, sebagai primary prevention,” ujarnya.