Senin, 05 Maret 2012

dr. Ahmad Faried PhD

Awalnya, kelahiran Jakarta, 20 November 1975 ini tidak tertarik menjadi dokter. Tapi, keluarga besar mendukungnya untuk menjadi dokter, hingga  ia pun masuk fakultas kedokteran. Setelah menjadi mahasiswa kedokteran, lama-lama ia menikmati dan berhasil menjadi dokter. “Meski awalnya tidak suka,  ketika sudah masuk yang saya pikirkan adalah bagaimana melakukan yang terbaik di bidang ini,” ujar dr. Ahmad Faried PhD, peraih juara 3 Ristek-Kalbe Science Awards 2010 untuk kategori Best Research Award.
Penggemar makanan sashimi ini satu-satunya pemenang dari bidang kedokteran. Judul penelitiannya “Clinical potencial of novel chemically synthesized sugar-cholestanol compounds targeting multiple signaling pathways to induced cell death in malignancy”.
Pengalaman paling berkesan, menurutnya, ketika ia PTT tahun 2001 di Pulau Seram, Maluku. Tepatnya di Puskesmas Werinama. Merupakan kebanggaan baginya bisa masuk ke daerah yang lumayan terpencil, untuk membantu masyarakat di sana. Setelah  dibantu, tampak ada perbaikan dalam bidang kesehatan. “Saya merasa ikut punya andil,” ujarnya.
Saat melakukan PTT di Ambon, terjadi perang sipil. Kadang, ia harus membantu para korban yang bertikai. “Saya sempat miris, namun tugas saya adalah menolong mereka yang membutuhkan bantuan kesehatan. Itu yang membuat saya tetap kuat,” ujarnya. Di sana, ada yang namanya kampung Islam dan kampung Kristen. Ketika harus menolong kadang ia berpura-pura menjadi orang Kristen.
“Di Puskesmas keliling kota besar ada kendaraan roda empat. Puskesmas keliling di kepulauan maluku hanya ada perahu kecil yang disebut ketinting,” ujar Ketua Perhimpunan Pencinta Alam Kedokteran Bandung Atlas Medical Pioneer ini.
Apa yang diharapankan dengan di raihnya penghargaan ini? “Mudah-mudahan akan lebih banyak lagi dokter yang tidak ‘alergi’ dengan istilah ilmu dasar. Harusnya, tidak ada sekat antara ilmu dasar dengan ilmu praktek klinis. Dokter tidak harus anti dengan penelitian basic science untuk masuk ke keahliannya. Suatu saat, bukan para mikrobiologi atau biomolekularis saja yang tahu keilmuwan tentang DNA protein, dokter juga harus tahu,” ujar penggemar olahraga basket ini.