Sabtu, 24 Maret 2012

Prof. Dr. dr. Frans Ferdinal, MS

Iringan lagu “Kampuang nan jauh dimato” yang dinyanyikan paduan suara diakhir acara pengangkatannya sebagai Guru Besar Tetap FK Universitas Tarumanegara, membuat Prof. Dr. dr. Frans Ferdinal, MS, kaget dan kemudian tersenyum haru. “Tidak menyangka kalau akan dinyanyikan lagu dari kampung halaman, jadi serasa di rumah sendiri,” ujar  kelahiran Bukit Tinggi, Sumatra Barat. 
Bukan itu saja. Masakan yang disajikan bagi para tamu juga bertemakan masakan Sumatra Barat, salah satunya sate padang. Menurutnya, penyajian masakan tersebut memang disengaja agar suasananya seperti di kampung halaman. Padang boleh jauh, tapi tetap terasa dekat di hati.
“Rindu kampung halaman pasti muncul. Apalagi kampung halaman merupakan  bagian dari kerinduan orangtua kepada anaknya,” kata Ketua Departemen Pendidikan Pengurus Pusat Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler (PBBMI). Ia merantau ke Jakarta sejak lulus SMA tahun 1965. Bagi penghobi renang ini, ia merantau dengan harapan membawa keberhasilan dan menjadi “orang”.
Orang Padang memang identik dengan merantau. “Tapi, sejauh apa pun meratau, tetap lebih asik di kampung. Menyesuaikan diri merupakan kunci bagi para perantau agar diterima di masyarakat. Di mana bumi diinjak, disitu langit  dijunjung. Itu falsafah yang selalu saya pegang,” ujarnya. 
Apa makna gelar professor? “Bagi saya pribadi, gelar tersebut merupakan jabatan tertinggi. Jabatan itu amanah, untuk memacu kita agar terus berkarya dan semakin ilmiah. Apalagi, syarat untuk memperpanjang gelar guru besar, minimal harus membuat 2 papper atau jurnal internasional setahun. Itu memacu saya untuk terus berkarya,” kata suami Drg. Surjati Dalima Bajumi Ferdinal.
Ia berharap, bidang ilmu dasar yang ia geluti bisa lebih dipahami dan lebih diperdalam oleh generasi sekarang.