Selasa, 04 Oktober 2011

METAMORFOSA D IV KEP ANESTESI


3 (TIGA) ALASAN IPAI HARUS MEMILIKI JENJANG PENDIDIKAN D IV KEP ANESTESI

1.      ALASAN FILOSOFIS
Keperawatan Anestesi adalah suatu profesi mandiri di bidang keperawatan, yang mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan, yang  lebih mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat di atas kepentingannya sendiri.

(Abdelah 1960; dalambukunya Poter, 1997), mendefinisikan keperawatan sebagai pelayanan kepada individu dan keluarga,  yang diberikan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang
mengintegrasikan sikap, kemampuan intelektual, serta keterampilan teknikal, agar mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya masyarakat.
 


Sebagai pelayan professional, keperawatan mempunyai karakteristik sebagai berikut  menurut Schein E 1972 :
1. Profesioanl, berbeda dengan amatir, terikat dengan pekerjaan seumur hidup
    yang merupakan sumber penghasilan utama.
2. Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan bagi pemilihan
    karier professionalnya, dan mempunyai komitmen seumur hidup yang mantap
    terhadap kariernya.
3. Memiliki kelompok ilmu pengetahuan yang mantap kokoh serta keterampilan
    khusus, yang diperolehnya melalui pendidikan dan latihan yang lama.
4. profesioanl mengambil keputusan demi kliennya berdasarkan aplikasi prinsipprinsip
    dan teori-teori.
5. Beroriensi kepada pelayanan, menggunakan keahlian demi kebutuhan klien
6. Pelayanan yang diberikan kepada klien didasarkan kepada kebutuhan obyektif
    klien
7. Mengetahui apa yang baik untuk klien, dan mempunyai otonomi dalam
    mempertimbangkan tindakannya.
8. Membentuk perkumpulan profesi
9. Mempunyai kekuatan dan status dalam bidang keahliannya, dan pengetahuan
      mereka dianggap khusus.
10. Profesional dalam menyediakan pelayanan.

Secara hukum bahwa keperawatan sebagai profesi yang dilaksanakan oleh perawat dengan pendekatan proses keperawatan yang diakui dengan di tetapkan jabatan Fungsional melalui Keputusan Menpen No. 94/Menpen/1986 dan Surat Edaran bersama Menkes dengan BAKN No. 615/Menkes/E/VII/1987 dan No.17/SE/198 dan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992.

2.  ALASAN SOSIOLOGIS
Perawat adalah jumlah tenaga kesehatan terbesar dari seluruh tenaga kesehatan di Indonesia, namun dari pendidikan masih dianggap kurang berkembang, jika dibanding dengan sekolah keperawatan di negara-negara lain, pentingnya peningkatan jenjang pendidikan keperawatan Anestesi adalah dalam upaya meningkatkan mutu tenaga perawat anestesi, untuk mempersiapkan persaingan dengan tenaga-tenaga kesehatan dari luar negri di era Globalisasi .

Tingginya kebutuhan perawat Anestesi di Indonesia terutama di daerah-daerah, memerlukan pembentukan/pendirian institusi pendidikan keperawatan Anestesi, yang mencukupi dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Seperti amanat UU No. 36 Th 2009 Tentang Kesehatan, BAB V masalah Sumberdaya di bidang Kesehatan.

Seiring dengan tuntutan zaman pada masa kekinian pendidikan merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat menuntut pula perkembangan pendidikan yang memadai, begitu pula dalam hal ini jenjang pendidikan profesi keperawatan anestesi memerlukan ruang dan kesempatan untuk berkembang sebagai asas kesetaraan.
IPAI adalah induk organisasi Profesi perawat anestesi di Indonesia, memiliki kewajiban untuk mengembangkan kualitas pendidikan para anggotanya yang saat ini mayoritas adalah D III keperawatan anestesi dan selebihnya adalah produk pelatihan, IPAI dalam menjalankan kewajibannya untuk mendirikan institusi pendidikan D IV keperawatan anestesi, dianjurkan untuk berkoordinasi dengan instansi terkait dan meminta saran induk organisasi lain, bukan meminta izin (kecuali ke Dikti). Seperti institusi pendidikan kedokteran menurut UU No 29 tahun 2004 tentang Parktik Kedokteran, pasal 26.

3  ALASAN YURIDIS
Menurut UUD’45
                                                           BAB  XA
                                       TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28C
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28D
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28H
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabai. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun. Pasal 28I
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggun jawab negara, terutama pemerintah. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28J
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis.
Menurut  UU No. 36 2009 tentang  Kesehatan
                                                                    BAB V
                                        SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN

Pasal 21
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan        
      mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan  
      mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan  
      Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 22
(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
     ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari  
     pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
      mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan  
      Menteri.

Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode
      etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
       prosedur operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
      prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 25
(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah,
      pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
      tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3) Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 26
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan 
      kesehatan.
(2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan
      kebutuhan daerahnya.
(3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
     dilakukan dengan memperhatikan:

         a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
         b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan
         c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.
(4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap
      memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
      kesehatan yang merata.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur dalam Peraturan
      Pemerintah.

Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam
       melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
      meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
     (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 28
(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan pemeriksaan kesehatan atas
      permintaan penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kompetensi dan
      kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki.

Menurut PP No. 32 th 1996 tentang Tenaga Kesehatan
                                                               B A B III
                                                          PERSYARATAN
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Penjelasan  : Pasal 3
Persyaratan pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan bagi tenaga kesehatan harus sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya.
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidikan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan dibidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan atau penguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan di bidang kesehatan.
Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan di balai pelatihan tenaga kesehatan atau tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan : Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalakan profesinya secara baik.
Ayat (2)
Dalam menetapkan standar profesi untuk masing-masing jenis tenaga kesehatan, Menteri dapat meminta pertimbangan dari para ahli di bidang kesehatan dan/atau yang mewakili ikatan profesi tenaga kesehatan
BAB VII
IKATAN PROFESI
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk rneningkatkan dan/atau rnengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut UU NO 29 TH 2004 Ttg Praktik Kedokteran
                                                        BAB IV
                           STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
                                           DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 26
(1) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi
kedokteran gigi disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
10
a. untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi; dan
b. untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis disusun
oleh kolegium kedokteran atau kedokteran gigi.
(3) Asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun
standar pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
berkoordinasi dengan organisasi profesi, kolegium, asosiasi rumah sakit
pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan.
(4) Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar
pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi
dengan organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan
Nasional, dan Departemen Kesehatan.

Note : masih banyak alasan dan argument yang ingin penulis sampaikan, terutama bila mengupas hubungan pasal demi pasal yang berkaitan dengan pendidikan, namun karena keterbatasan tempat dan waktu serta khawatir terlalu dianggap kaku biarlah tulisan ini apa adanya dahulu, kiranya tulisan ini dapat menjadi bahan renungan, rujukan, diskusi dan informasi,  Bravo IPAI
akhir kata kami ucapkan Trima kasih

by : Mantri DD RS Persahatan Jakarta