Jumat, 14 Oktober 2011

[Etika] Eutanasia


Eutanasia berasal dari bahasa Yunani
Eu : normal, baik, sehat, tanpa penderitaan.
Thanatos : mati
→ Mati secara baik (dan mudah) yang tanpa penderitaan
► “Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang
pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau
mengakhiri hidupseorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien itu
sendiri”
Secara Medis :
Membantu seseorang untuk meninggal dunia lebih cepat demi untuk
membebaskannya dari penderitaan akibat penyakit yang diderita.
Tugas utama dokter memuihkan kesehatan (menghambat kematian)
Eutanasia bertentangan dengan tugas profesi dokter
Sehingga timbul pertanyaan “mana yang lebih baik, pasien tersiksa oleh karena penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau mempercepat kematiannya?”
Kejam ????????
Dokter = Manusia, makhluk yang mempunyai “emosi” (afeksi, simpati, empati) terhadap penderitaan manusia lainnya)
Eutanasia merupakan dilema bagi para dokter, karena bertentangan dengan sumpah dokter
Seperti yang diungkapkan oleh Jan Hendrick van den berg.
“terasa kejam jika dokter sampai membunuh pasiennya, sungguh tidak wajar, tidak pula pantas, tetapai juga tidak wajar jika dokter sampai hati membiarkan pasiennya yang menderita, yang sudah lama keadaanya memburuk, yang dalam keadaan vegetatif yang lama, dan yang mungkin juga sudah mati, untuk tetap demikian. Ini tidak boleh dijadikan kebiasaan. Apapun juga merupakan kekejaman.”

Jawaban atas eutanasia sangatlah subyektif, sulit untuk ditetapkan tolak ukurnya, sehingga sangat sulit untuk mencapai titik sepakat tentang eutanasia ini.
Memperpanjang hidup pasien bukan berarti memperpanjang penderitaanya, ada saat timbul pikiran bahwa eutanasia mungkin pilihan yang “lebih baik” diantara alternatif yang semuanya “buruk.”
Pada tanggal 14 Juni 1990 koran NEW YORK TIMES memuat berita tentang seorang dokter jack kevorkian, yang dituduh membunuh atau ikut membantu bunuh diri seorang pasiennya yang menderita alzheimer (Ny. Janet adkins) dia datang kepada dokter untuk mengakhiri hidupnya karena sudah tidak sanggup lagi menghadapi penyakitnya.,
Hal ini menjadi perdebatan sengit 53% (dr hasil polling) setuju dengan sikap ny. Adkins

Hak Untuk Mati.
Karena sangat sulit untuk mencapai titik temu, kemudian timbul pendapat, mengapa tidak diserahkan saja kepada penderita dan keluarganya untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi mereka.
Seorang hakim cordozo berkata
“Setiap manusia dewasa dan mempunyai pikiran yang sehat mempunyai hak untuk menentukan apa yang akan atau boleh diperbuat atas dirinya.” Kemudian timbul pertanyaan lagi “Apakah benar saat itu ia dalam keadaan sehat pikirannya atau dalam tahap depresi ?”
Dari sisi Psikologi Eutanasia Salah.
Kubler Ross dan Aaron T beck yang keduanya adalah psikiater berpendapat bahwa disaat itulah seorang pasien sangat membutuhkan orang lain yang dapat mendengarkan isi hatinya dan memperhatikan dirinya.
Hampir semua agama didunia menolak adanya hak untuk mati.
Islam menjelaskannya dalam
QS. Annissa : 29
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya ALLAH SWT sangat penyayang terhadap kamu.
QS. Al-‘Araf : 185
Maka apabila ajal telah tiba, tidak dapat ia dipercepat atau diperlambat sesaat pun.
Hadits Qudtsi
Hambaku mendahului takdirku terhadapnya, maka kuharamkan baginya masuk surga.
Umat islam diwajibkan untuk berikhtiyar atau mengusahakan untuk menyembuhkan penyakitnya tesebut, karena sesuai dengan hadits nabi bahwa ALLAH SWT tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan diturunkannya pula penyembuh baginya, yang diketahui oleh yang mengetahui dan tidak diketahui oleh yang tidak mengetahuinya.

Beberapa negara di “barat” menghormati hak pasien untuk menetapkan nasib dirinya (terutama pasien pada penyakit stadium terminal). Di Indonesia Hukum tampaknya tidak menerima untuk mati seperti yg tercermin dalam pasal 338, 340, 344, 345, 359 KUHP

Keadaan Vegetatif :
Keadaan seseorang berada dalam keadaan koma (tidak sadar) secara berkepanjangan, tetapi belum dapat dikategorikan sebagai telah mati, karena aktivitas elektrik diotaknya masih ada walupun minimal
Berdasarkan Cara Eutanasia dibagi :
Pasif dan Aktif
♥ Eutanasia aktif :
Dokter atau tenaga medis secara sengaja melakukan tindakan untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien, baik atas permintaan pasien ataupun tidak atas permintaan pasien.
♫ Eutanasia aktif langsung :
memberi tablet sianida atau suntikan zat yang mematikan
♫ Eutanasia aktif tidak langsung :
mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
♥ Eutanasia Pasif :
Dokter atau tenaga medis secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, baik atas permintaan pasien ataupun tidak atas permintaan pasien.
♫ Auto eutanasia :
Pasien secara sadar menolak pertolongan medis yang dapat memperpanjang hidupnya, dan ia mengetahui sikapnya itu akan mengakhiri hidupnya Untuk itu pasien membuat pernyataan tertulis tangan (cocodicil)

Berdasarkan Inisiatif Eutanasia di bagi
♥ Eutanasia atas permintaan pasien
♥ Eutanasia tidak atas permintaan pasien

Yezzi membagi eutanasia menjadi :
♥ Eutanasia pasif
♥ Eutanasia aktif
♥ Eutanasia sukarela
♥ Eutanasia tidak sukarela
♥ Eutanasia non voluntary (adanya pihak ketiga yg menyampaikan keinginan
pasien)
Menurut filsafat Eutanasia :
membiarkan seseorang mati (allowing someone to die)

Oleh karena itu sikap yang seharusnya diambil oleh dokter dan tenaga medis lainnya harus berpihak kepada “memilih hidup”, sekali dokter memihak kepada “memilih kematian” maka ia mengingkari makna profesinya sendiri, karena inti tugas profesi dokter adalah menyelamatkan hidup penderita dan bukan mengakhirinya.
slam menggolongkan eutanasia kepada sikap “putus asa” dan islam sangat melarang umatnya untuk berputus asa.