Jumat, 14 Oktober 2011

APLIKASI KLINIK Peningkatan TIK

 

Pengukuran TIK yang sinambung menjadi prosedur klinik
standar sejak dipelopori Guillaume dan Janny (1951) dan
Lundberg (1960). Gunanya untuk :

1. sebagai penuntun terapeutik dalam pengobatan pening-
gian TIK pada cedera kepala atau,
2. sebagai tes diagnostik pada kelainan sirkulasi CSS.


PEMANTAUAN UNTUK TERAPI

Bila mungkin, penyebab peninggian TIK seperti bekuan
darah, tumor atau hidrosefalus harus ditindak. Bagai-
manapun pemantauan TIK merupakan aplikasi khusus pada
keadaan dimana faktor penyebab tidak dapat ditindak se-
cara operatif, seperti:

1. pembengkakan otak difus setelah cedera kepala atau
hipoksia atau
2. pada keadaan dimana kemungkinan besar TIK akan me-
ninggi, seperti setelah evakuasi klot intrakranial.

Prinsip dibalik pemantauan adalah bahwa peninggian TIK
berat, terutama bila disertai pergeseran otak, akan
menyebabkan kerusakan otak, dan selanjutnya otak yang
sudah cedera sangat mudah untuk mendapat cedera beri-
kutnya. Keputusan untuk mengamati pasien harus berdasar
pertimbangan akan risiko akan berkembangnya hipertensi
intrakranial.
Penyebab paling umum dari peninggian TIK dan apli-
kasi utama untuk pemantauan adalah cedera kepala. Bebe-
rapa keadaan klinik lain mungkin juga disertai dengan
peninggian TIK.


CEDERA KEPALA

Sekitar 40% pasien yang datang yang tidak sadar setelah
cedera kepala mempunyai TIK yang meninggi (Miller, 19-
77). Pada 50% dari yang mati, peninggian TIK adalah pe-
nyebab utama. Makin tinggi TIK, makin besar mortalitas.
Pada beberapa pasien peninggian TIK mungkin secara se-
derhana menggambarkan beratnya cedera otak primer. Di-
lain fihak cedera otak primer mempunyai potensi untuk
pulih dan pada kelompok ini tindakan aktif merupakan
penyelamat hidup. Sialnya hingga saat ini belum ada me-
toda yang tersedia yang membedakan kedua kelompok pada
awalnya.

Tabel 3
Tingkat TIK dan Mortalitas pada Penderita Cedera Kepala
Berat (Miller, 1983).
-------------------------------------------------------
Tingkat TIK Mortalitas
-------------------------------------------------------
kurang dari 20 mmHg 18%
lebih dari 20 mmHg 45%
lebih dari 40 mmHg 74%
lebih dari 60 mmHg 100%
-------------------------------------------------------


ADS pada Cedera Otak
Pada cedera otak, pengukuran langsung memperlihatkan
hubungan antara ADS dan tekanan darah arterial adalah
variabel dan tak dapat diprediksi.
ADS mungkin menurun bahkan bila TPS 80-90 mmHg,
mungkin menandakan perbedaan regional. Ini mungkin ka-
rena hilangnya autoregulasi, baik lokal maupun global,
bersama dengan akibat kompresi dan distorsi bed vasku-
ler sekitar daerah cedera. Jadi otak yang cedera lebih
terancam terhadap iskemia pada tingkat perfusi serebral
yang dapat ditolerasi otak normal. Ini ditampilkan oleh
hubungan yang erat antara hipotensi sistemik (sistolik
kurang dari 90 mmHg) dan outcome yang buruk.
Penyebab peninggian TIK tersering dan terpenting
setelah cedera kepala adalah lesi massa, baik klot atau
kontusi otak berat dan ini harus dilacak dan ditindak
secara operatif sesegera mungkin. Bagaimanapun TIK me-
ninggi pada 32% pasien dengan diffuse injury dan pada

69% pasien dengan kontusi serebral tidak memerlukan o-
perasi. Selanjutnya TIK tetap meninggi pada lebih dari
setengah pasien dengan cedera kepala berat, bahkan se-
telah lesi massanya dibuang (Miller, 1981).

Keadaan yang Memerlukan Pemantauan
Keputusan untuk melakukan pemantauan TIK terhadap pa-
sien cedera kepala berdasarkan pada keadaan klinis dan
CT scan. Tanda klinis paling penting adalah penurunan
tingkat kesadaran, gangguan upward gaze, dan pupil yang
tak ekual. Bila CT scan menunjukkan lesi massa dengan
pergeseran otak, biasanya harus dioperasi seketika itu
juga. Bila tidak ada lesi massa, indikasi pemantauan
TIK lebih kontroversial. Faktor-faktor yang harus di-
pertimbangkan adalah:

Kedalaman Koma
Ditentukan oleh Nilai Koma Glasgow. Pemantauan TIK di-
lakukan pada penderita yang tidak membuka mata (1), ti-
dak ada respons verbal (1), serta fleksi namun berres-
pons yang tidak bermakna terhadap nyeri (3), dengan ni-
lai lima atau kurang. Bagaimanapun, faktor lain seperti
CT scan mungkin menentukan untuk mengamati TIK pada ni-
lai yang lebih tinggi.

Pasien yang Secara Klinis Tidak Dapat Diperiksa
Pasien dengan cedera multipel mungkin memerlukan sedasi
dan paralisis, memusnahkan alat yang paling sensitif a-
tas fungsi otak, pemeriksaan neurologis. Aspek ini me-
nyebabkan keharusan pertimbangan yang hati-hati dalam
memutuskan tindakan sedasi atau paralisa. Perawatan
klinis karenanya tergantung pada prosedur yang kurang
sensitif dan lebih kompleks yaitu pemantauan TIK dan CT
scanning
regular.

Kemungkinan T.I.K. Akan Meninggi Kemudian
CT scan abnormal mungkin menunjukan bahwa TIK meninggi
atau akan meninggi (Klauber, 1984). Tanda CT spesifik
termasuk pembengkakan otak difus, pergeseran garis te-
ngah, obliterasi sisterna ambient, dilatasi ventrikel
berlawanan dan klot kecil multipel intraserebral. Pasi-
en dengan tanda CT demikian harus diawasi ketat. Setiap
perburukan pada tingkat kesadaran menunjukkan akan per-
lunya tindakan mengurangi TIK dengan bimbingan penga-
matan TIK.
CT scan normal pada pasien tidak sadar mengurangi
risiko peninggian TIK hingga 15% (Lobato, 1986). Namun
pada kelompok ini, TIK yang tinggi berhubungan dengan
hipotensi (kurang dari 90 mmHg saat masuk), postur mo-
tor, usia lebih dari 40 dan Nilai Skala Glasgow kurang
dari 5 (Narayan, 1982). Ada yang menyarankan agar semua
pasien tidak sadar dengan kontusi paru-paru luas harus
mendapatkan pemantauan TIK (Smith, 1986).
TIK mungkin meninggi setelah pengangkatan klot in-
trakranial; ini lebih sering terjadi setelah operasi
hematoma subdural akut.
Pasien cedera kepala yang mandapatkan hemodialisis
karena gagal ginjal, TIK harus diamati karena risiko
terjadinya pembengkakan otak akibat imbalans osmotik
dalam sindroma disekuilibrium (Yoshida, 1987).
Pernah diteliti bahwa pasien cedera kepala berat
dapat dikelola tanpa pemantauan TIK dan outcomenya di-
bandingkan dengan yang mendapatkan pemantauan TIK (Stu-
art, 1983). Namun dalam penelitian ini pengobatan yang
serupa, seperti ventilasi artifisial dan larutan hiper-
tonis intravena, yang digunakan pada pasien ini adalah
yang dipakai untuk TIK yang sudah meninggi. Ini meru-
pakan metoda yang kurang tepat untuk mengobati pening-
gian TIK, dan pada pasien ini mungkin ada yang TIK nya
tidak meninggi dan pada yang lainnya, inisiasi tindakan
terhadap peninggian TIK mungkin terlambat.

Tingkat T.I.K. yang Memerlukan Tindakan
Pada pasien yang diperiksa, disfungsi neurologis dapat
ditemukan bila TIK mencapai 25 mmHg. Ini biasanya diam-
bil sebagai patokan memulai tindakan aktif. Namun otak
yang cedera sangat terancam oleh perubahan tekanan dan
beberapa menganjurkan tindakan bila tekanan melebihi 15
mmHg (Saul dan Ducker, 1982, Smith, 1986). Terdapat pe-
ningkatan bukti bahwa tindakan yang segera dan agresif
terhadap sedikit peninggian TIK akan mencegah pening-
gian tekanan yang fatal dan tak terkontrol yang timbul
kemudian (Narayan, 1982).
Tekanan darah harus diamati teliti bersamaan me-
lalui kateter arterial hingga TPS dapat dihitung. Pada
otak normal ADS konstan hingga TPS lebih rendah dari 40
-50 mmHg. ADS pada otak yang rusak mungkin berkurang
bila TPS kurang dari 90 mmHg, hingga bahkan periode hi-
potensi yang singkat mungkin berakibat iskemia otak,
memperberat cedera otak total. Saat peninggian TIK ada-
lah berbahaya pada pasien cedera kepala, hipotensi ar-
terial mungkin bahkan memperburuk kerusakan, menye-
babkan iskemia otak selama pengurangan tekanan. Pem-
bengkakan yang iskemik ini mengganggu reperfusi saat
tekanan arterial sudah membaik.

Durasi Pemantauan
Pemantauan TIK harus dilanjutkan hingga TIK stabil pada
kurang dari 20 mmHg paling tidak untuk 24 jam, dengan
pernafasan spontan. Bila diperlukan pemantauan TIK me-
lalui jalur ventrikuler untuk lebih dari tiga hari atau
melalui jalur subdural untuk lebih dari 5-7 hari, po-
sisi kateter atau baut harus dipindahkan untuk mengu-
rangi risiko infeksi.


PERDARAHAN SUBARAKHNOID

Penyebab utama kematian setelah perdarahan subarakhnoid
aneurismal adalah perdarahan ulang dan kerusakan otak
iskemik tertunda, yang secara sederhana dikenal sebagai
vasospasme. Perdarahan ulang hanya dapat dicegah dengan
operasi clipping terhadap aneurisma. TIK meninggi pada
tingkat yang tinggi mencapai TD sistolik pada saat per-
darahan, dan baik kebocoran aneurisma maupun ADS segera
menetap (Nornes, 1973). Tekanan menetap tinggi karena
klot atau pembengkakan iskemik. Dilain fihak, mungkin
semula tenang dan meningkat kemudian karena vasospas-
me atau hidrosefalus. Indikasi pemantauan TIK setelah
perdarahan subarakhnoid adalah:

Koma
Setelah perdarahan subarakhnoid berat, TIK mungkin
tinggi dan TD labil. Karenanya TPS mungkin sangat ren-
dah namun ini tidak dapat dilacak kecuali TIK dan TD
arterial diukur bersamaan.

Pembimbing Tindakan Hipervolemik Terhadap Vasospasme
Iskemia otak akibat penyempitan arteria serebral mung-
kin timbul beberapa hari setelah perdarahan. Ini terse-
ring akibat substansi vaso-aktif yang terbentuk dari
klot darah subarakhnoid. Hingga saat ini tidak ada tin-
dakan langsung terhadap penyempitan vaskular (termasuk
Nimodipin diragukan efeknya) dan satu-satunya cara un-
tuk mempertahankan ADS diatas tingkat iskemik adalah
meninggikan perfusi serebral dengan hipervolemia dan
hipertensi yang dikontrol. Namun ini dapat menyebabkan
peninggian TIK yang nyata yang mana bahkan kelak akan
mengurangi TPS. Penting untuk mengetahui hal ini dimana
pengukuran TIK yang rendah dapat didapat pada saat yang
sama (Kaye dan Brownbill, 1981).


HEMATOMA INTRASEREBRAL

Kematian dan kesakitan hematoma intraserebral secara
keseluruhan tetap tinggi. Sering tidak jelas apakah he-
matoma harus dioperasi. Pemantauan TIK mungkin berguna
sebagai pembimbing pada hematoma mana yang menyebabkan
peninggian TIK (Duff, 1981, Ropper dan King, 1985). Ini
menunjukkan perlunya operasi dan tindakan yang lebih
aktif terhadap TIK (Galbraith dan Teasdale, 1981).


SINDROMA REYE

Pemantauan TIK penting dalam mengelola keadaan isti-
mewa. Selama perbaikan dari penyakit virus ini, anak
mengalami muntah yang persisten, delir dan gangguan ke-
sadaran hingga koma. Ini pertanda disfungsi hati ter-
masuk peninggian ammonia darah dan hipoglkemia berat
(Reye, 1963).
Edema serebral adalah penyebab utama kematian.
Kunci tindakan adalah mencegah kerusakan otak akibat
peninggian TIK dan hipoglikemia. Tindakan aktif terha-
dap peninggian TIK mengurangi kematian dari 80% hingga
20%, hingga bagi yang berpengalaman kelainan ini seka-
rang hanya menimbulkan kematian dan kesakitan yang ren-
dah (Trauner, 1980). Indikasi pemantauan TIK adalah:

1 tingkat ammonia lebih dari 300 mg/100ml (normal ku-
rang dari 150)
2 penurunan cepat tingkat kesadaran.

Metoda yang biasa digunakan untuk mengontrol TIK. Ste-
roid tetap bermanfaat. Kejang dapat menyebabkan pening-
gian TIK yang persisten atau berulang dan ini mungkin
tidak terlihat pada pasien yang paralisis. Antikonvul-
san diberikan profilaktik.


TUMOR OTAK

Penelitian Lundberg, 1960, mula-mula dilakukan pada pa-
sien tumor otak yang menunggu operasi. Gelombang tekan-
an, terutama gelombang plato yang berbahaya, mula-mula
didemonstrasikan.
Mengingat penggunaan yang luas dari pemantauan TIK
pada cedera kepala saat ini, kurangnya data untuk pasi-
en tumor otak menunjukkan bahwa kebanyakan ahli bedah
saraf tidak menganggap ada manfaat dari pemantauan ter-
sebut. Juga kebanyakan tumor jinak dapat diangkat leng-
kap dan pembengkakan otak pasca operasi sekarang dapat
ditekan dengan anestesia modern, steroid, perawatan pa-
ru-paru yang lebih baik, instrumen yang lebih baik se-
perti aspirator ultrasonik, laser dan yang terpenting
penggunaan teknik micro-surgical. Kebanyakan pasien se-
gera bangun setelah operasi dan diikuti perjalanan pas-
ca operasi yang baik.
Ada beberapa keadaan dimana pemantauan TIK berman-
faat pada pasien dengan tumor otak. Komplikasi yang u-
mum terjadi pada operasi fossa posterior adalah hidro-
sefalus obstruktif, baik sebagai hidrosefalus prabedah
yang persisten atau sebagai komplikasi dari tindakan.
Dilatasi ventrikel dapat terjadi segera menyebabkan
perburukan dengan cepat. Bila terdapat risiko obstruk-
si CSS, pemantauan TIK pasca bedah akan melacaknya se-
cara dini dan CSS dapat dialirkan untuk mendapatkan te-
kanan yang diinginkan. Walau shunting mungkin diperlu-
kan sebagai tindakan definitif dari komplikasi, penga-
matan TIK dan drainase adalah sistem peringatan dini
yang sangat berguna.
Keadaan lain dimana pemantauan TIK dilakukan ada-
lah pada operasi glioma dimana otak tetap membengkak
setelah operasi (Constantini, 1988). Hal serupa pada
penderita tumor yang inoperabel yang merupakan kandi-
dat radio atau kemoterapi, namun tidak ditemukan bahwa
pemantauan bermanfaat pada pasien dengan tumor maligna.


PEMANTAUAN UNTUK DIAGNOSIS

Hidrosefalus Tekanan Normal (H.T.N)
Normal Pressure Hydrocephalus (N.P.H)

(Sinonim: Occult Hydrocephalus, Low Pressure Hydroce-
phalus)


Hidrosefalus mungkin berakibat dementia progresif, a-
taksia dan inkontinensia bahkan walaupun TIR tidak me-
ninggi secara persisten. Keadaan ini yang disebut HTN,
khas terjadi pada usia menengah atau tua. Gambaran kli-
nik yang khas adalah:

1 perlambatan mental
2 kelainan langkah
3 inkontinensia urinari.

HTN mungkin mengikuti perdarahan subarakhnoid, cedera
kepala atau meningitis. Namun sepertiga pasien dengan
beberapa atau semua triad klinis tidak diketahui penye-
babnya. Pada kelompok ini, perbedaan antara demensia a-
kibat kelainan Alzheimer atau akibat hidrosefalus mung-
kin sulit.
Pada kebanyakan pasien efek klinik ini pulih de-
ngan shunting CSS. Respons klinik paralel dengan pengu-
rangan ukuran ventrikel. Pada saat ini diagnosis teru-
tama berdasarkan temuan klinik, diperkuat oleh CT scan-
ning
. Pengobatan lebih berhasil bila:

1 penyebab potensial diketahui
2 kelainan langkah adalah temuan pertama dan utama,
serta demensianya pada tingkat sedang
3 CT scan menunjukkan ventrikel yang besar dengan sedi-
kit gambaran atrofi kortikal. Pada beberapa pasien CT
scan
juga memperlihatkan densitas rendah periventri-
kuler yang diduga suatu pasasi CSS trans ependimal
kerongga ekstraseluler. Ini merupakan indikator yang
baik pada hidrosefalus yang aktif.

Kelainan yang menyebabkan timbulnya hidrosefalus
haruslah kelainan pengaliran atau resorpsi CSS, namun
sangat sulit untuk mengukurnya secara klinis. Berbagai
tes untuk mengukur aliran CSS dan tahanan pengaliran
sudah diupayakan (Borgesen dan Gjerris, 1982; Katzman
dan Hussey, 1970). Namun tak ada tes tunggal yang ter-
bukti dapat dipercaya dalam memprediksi efek dari shun-
ting
, hingga tak satupun yang digunakan secara rutin.
Hal serupa, pengukuran ADS menunjukkan bahwa ADS cen-
derung meninggi dengan pengurangan ukuran ventrikel na-
mun peningkatan ADS tidak nyata korelasinya dengan per-
baikan neurologis (Vorstrup, 1987).
Pemantauan TIK akan mempertegas bahwa TIK adalah
normal atau rendah, dan memastikan bahwa ini mungkin
respons terhadap shunting. Pada pasien ini terdapat pe-
ninggian jumlah gelombang tekanan spontan nokturnal,
biasanya gelombang B (Crockard, 1977). Karena pencatat-
an gelombang denyut yang akurat diperlukan, kateter
ventrikuler harus digunakan dan TIK dicatat secara si-
nambung dalam dua malam yang berturutan.
Karenanya pemantauan TIK bernilai pada keadaan be-
rikut:

1 sindrom kliniknya khas, khususnya bila demensianya
jelas dan langkah relatif kurang terganggu
2 tak ada kausa yang diketahui
3 CT scan menunjukkan atrofi kortikal yang jelas serta
dilatasi ventrikuler.


HIDROSEFALUS DEKOMPENSATA

Dekompensasi yang perlahan dari hidrosefalus yang jelas
arrested mungkin terjadi pada anak dan dewasa tanpa
bukti klinik peninggian TIK, keadaan yang serupa de-
ngan HTN. Tampilan intelektual yang buruk, nyeri kepala
dan clumsiness mungkin semuanya merupakan bagian dari
hidrosefalus, harus diingat sebagai risiko yang harus
dihadapi pada ketergantungan seumur hidup terhadap
shunting. Pemantauan TIK akan memastikan dinamika CSS
abnormal bila menunjukkan garis dasar yang agak mening-
gi dan pertambahan pada gelombang B spontan.
Pada pasien dengan shunt, keefektifan shunt mung-
kin diukur dengan pengukuran TIK. Tekanan mungkin
diukur melalui reservoar proksimal dari katup shunt.
Pengukuran tekanan tunggal umum digunakan sebagai bagi-
an dari penelitian fungsi shunt dengan isotop (Reilly,
1989). Pilihan lain, tekanan mungkin dicatat secara si-
nambung (Leggate, 1988).


HIPERTENSI INTRAKRANIAL JINAK (H.I.J)
BENIGN INTRACRANIAL HYPERTENSION (B.I.H)

Penyebab keadaan ini tidak diketahui, dimana TIK me-
ninggi tanpa dilatasi ventrikuler. Umumnya terjadi pada
wanita muda gemuk, dan diperkirakan adanya penyebab en-
dokrin, namun tidak dapat dibuktikan. Vasopressin CSS
meningkat (Sorensen, 1986). Obstruksi sinus vena juga
dipostulasikan, berasal dari komplikasi infeksi telinga
tengah, karenanya dahulu disebut 'hidrosefalus otitik'.
Edema papil dan gangguan visual yang mengikuti adalah
komplikasi terpenting.
Karena jalur CSS berhubungan bebas, tekanan disa-
lurkan ekual diseluruh kompartemen kraniospinal dan ti-
dak ada pergeseran. Walau tekanan sangat tinggi, pasien
tetap alert dan mungkin dengan sedikit sakit kepala.
Keadaan ini biasanya pulih sendiri dan sasaran
tindakan adalah mencegah kelainan visual akibat TIK
yang terus tinggi. Steroid, pungsi lumbar berulang dan
shunt spino-peritoneal adalah metoda tindakan yang nor-
mal. Slitting selubung saraf optik dalam orbita kadang-
kadang dilakukan untuk langsung mengurangi tekanan pada
saraf optik.
Pemantauan TIK dilakukan bila ada keraguan akan
perubahan fundal yang bermakna atau bila tidak dapat
dipastikan bahwa keadaan akan stabil. Pemantauan me-
lalui kateter lumbar subarakhnoid akan memuaskan dan a-
man pada keadaan ini.


INDIKASI LAIN

Pemantauan TIK harus dipikirkan pada setiap keadaan di-
mana TIK mungkin meninggi, seperti pembengkakan otak
hipoksik setelah tenggelam, meningitis berat pada usia
anak-anak dan encefalitis herpes simpleks (Barnett, 19-
88)