Rabu, 12 Oktober 2011

Edema Paru Non Cardiogenik

1.     PENDAHULUAN
Edema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial  dan alveolus paru-paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu singkat. 1
Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi. 1,2,3,4
Penyebab yang tersering dari edema paru-paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis.3 Edema paru-paru yang disebabkan kelainan pada jantung ini disebut juga edema paru kardiogenik, sedangkan edema paru yang disebabkan selain kelainan jantung disebut edema paru non kardiogenik. Pada paper ini penulis hanya akan membahas edema paru non kardiogenik. 1

2.     DEFINISI

Edema paru nonkardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan jantung.1,3,4,5

3.     ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU

Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler. 6
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. 6
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. 6
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. 6
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam hukum starling. 6

4.     FAKTOR PENYEBAB DAN PATOGENESIS

Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun edema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan temuan yang menakutkan. Terjadinya edema paru seperti di atas dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, diantaranya seperti pada tabel di bawah ini. 4
Beberapa penyebab edeme paru non kardiogenik 1,2,3,4,5,8,7,9,10,11,12,13
  1. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
  • Secara langsung
    1.   Aspirasi asam lambung
2.   Tenggelam
3.   Kontusio paru
4.   Pnemonia berat
5.   Emboli lemak
6.   Emboli cairan amnion
  1. Inhalasi bahan kimia
  2. Keracunan oksigen
  • Tidak langsung
  1. Sepsis
  2. Trauma berat
  3. Syok hipovolemik
  4. Transfusi darah berulang
  5. Luka bakar
  6. Pankreatitis
  7. Koagulasi intravaskular diseminata
  8. Anafilaksis
3.   Peningkatan tekanan kapiler paru
  1. Sindrom kongesti vena
  • § Pemberian cairan yang berlebih
  • § Transfusi darah
  • § Gagal ginjal
  1. Edema paru neurogenik
  2. Edema paru karena ketinggian tempat (Altitude)
4.   Penurunan tekanan onkotik
  1. Sindrom  nefrotik
  2. Malnutrisi
5.   Hiponatremia

4.1.      Peningkatan permeabilitas kapiler paru

Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory distress syndrome (ARDS). 2,8,9
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik (osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru. Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru. 2
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin. Karakteristik edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal). 2,8,11,12
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat ringannya edema paru berhubungan dengan derajat pH asam lambung dan volume cairan yang teraspirasi. Asam lambung akan tersebar di dalam paru dalam beberapa detik saja, dan jaringan paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit sehingga cepat menimbulkan edema paru. 3
Tenggelam (near drowning). Edema paru dapat terjadi pada mereka yang selamat dari tenggelam dari air tawar atau air laut. Autopsi penderita yang tidak bisa diselamatkan menunjukan perubahan patologis paru yang sama dengan perubahan pada edema paru karena sebab lain. Pada saat tenggelam korban biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air tawar adalah hipotonis, dan air laut adalah hipertonis relatif terhadap darah, yang menyebabkan pergerakan cairan melalui membran alveolar-kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru. Resultante perubahan konsentrasi elektrolit dalam darah sebanding dengan volume cairan yang diabsorpsi. 3,12
Pneumonia. Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru pada infeksi paru menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Mekanisme dikarenakan terjadinya reaksi inflamasi sehingga mengakibatkan kerusakan endotel. 3
Emboli lemak. Mekanisme terjadinya emboli lemak sampai saat ini masih belum jelas. Lemak netral yang mengemboli paru jelas berasal dari lemak dalam sumsum tulang yang dilepaskan oleh tenaga mekanik. Mungkin triolein dari lemak netral sebagian dihidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh lipoprotein lipase dalam paru, dan kerusakan utama pada paru disebabkan oleh asam lemak bebas. Namun demikian, sebagian kerusakan paru mungkin terjadi melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh embolisasi, trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi, atau koagulasi dan lisis fibrin dalam paru. Apa pun penyebabnya, gambaran histologisnya sama dengan edema paru karena peningkatan permeabilitas, dengan gambaran tambahan berupa globul lemak dalam pembuluh darah kecil dan lemak bebas dalam ruang alveolar. Emboli lemak banyak ditemukan pada kasus patah tulang panjang, terutama femur atau tibia. 3
Inhalasi bahan kimia toksik. Inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru seperti yang disebabkan oleh inhalasi asap. Edema paru dilaporkan dapat disebabkan akibat paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah gas yang sangat reaktif, dan banyak dihasilkan oleh industri-industri penghasil polimer, pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah chloroform dan gas fosgen merupakan metabolit toksiknya. Jika terhisap oleh manusia pada konsentrasi tertentu menyebabkan edema paru-paru akibat adanya gangguan keseimbangan cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas pembuluh darah. 3,13
Keracunan oksigen. Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik terhadap paru. Edema paru dapat terjadi 24 – 72 jam setelah terpapar oksigen 100%. Lesi yang ditimbulkan secara histologis mirip dengan edema paru yang ditimbulkan akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan dini yang terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi sebelum tampak kerusakan endotel. 3
Sepsis. Septikemia karena basil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. 3
Inhalasi asap dan luka bakar saluran napas. Kerusakan saluran napas telah lama diketahui menjadi penyebab mortalitas utama pada penderita luka bakar dan sekarang jelas bahwa inhalasi asap tanpa luka bakar termis juga menjadi penyebab kematian utama. Jenis kerusakan saluran napas tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan zat kimia yang terkandung di dalam asap yang ditimbulkan. 3
Pankreatitis. Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru. Tingginya konsentrasi protein cairan edema menyokong diagnosis ini. 2,12

4.2.      Sindrom kongesti vena (fluid overload)

Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada penderita dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Ekspansi volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk terjadinya kongesti vena, karena vasokontriksi sistemik dapat menyebabkan pergeseran volume darah ke dalam sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, ataupun karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi retensi air). Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti vena lebih lanjut. 3,
Sindrom kongesti vena (fluid overload) ini sering terjadi pada penderita dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan dalam jumlah besar untuk menopang sirkulasi. Pada fase penyembuhan, terjadilah edema paru. Keadaan ini sering dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau ARDS (acute respiratory distress syndrome). 3,

4.3.      Edema paru neurogenik

Keadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma kepala, kejang-kejang, atau peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak. Diduga dasar mekanisme edema paru neurogenik adalah adanya rangsangan hipotalamus (akibat penyebab di atas) yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan “compliance” ventrikel kiri. Akibatnya terjadi penurunan pengisian ventrikel kiri à tekanan atrium kiri meningkat dan terjadilah edema paru. 3,12
Pada penderita dengan trauma kepala, edema paru dapat terjadi dalam waktu singkat. Mekanisme neurogenik mungkin dapat menjelaskan terjadinya edema paru pada penderita pemakai heroin. 3,11

4.4.      Edema paru karena ketinggian tempat (higt altitude)

Penyakit ini secara khas menyerang orang-orang muda yang berada pada ketinggian di atas 2700 meter (9000 kaki). Penyebab keadaan ini tidak diketahui, diduga mekanismenya adalah hipoksia karena ketinggian menyebabkan vasokontriksi arteriole paru dan kegiatan yang berlebih (exercise) merangsang peningkatan kardiak output dan peningkatan tekanan arteri pulmonal, akibatnya terjadilah edema paru.
Gejala-gejala yang paling sering ditemukan adalah batuk, napas pendek, muntah-muntah dan perasaan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut terjadi dalam 6 – 36 jam setelah tiba di tempat yang tinggi.
Tidak semua orang menderita penyakit ini, bahkan orang-orang yang terkena penyakit ini pun tidak mendapatkan gejala-gejala setiap kali terkena pengaruh tempat tinggi itu. Kesembuhan dapat terjadi dalam waktu 48 jam serta selanjutnya penderita dapat tetap bertempat tinggal di tempat tinggi tanpa gejala-gejala. Pengobatan suportif dapat diberikan bila ada indikasi.
Bagaimanapun penyakit ini dapat kambuh kembali setelah penderita kembali ke daerah yang letaknya tinggi, setelah berkunjung meski singkat ke daerah yang terletak lebih rendah. 3,4,12

4.5.      Sindrom nefrotik

Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan tanda yang paling variabel di antara gambaran terpenting sindroma nefrotik, terutama edema paru. 3,8
Mekanisme terbentuknya edema sangat kompleks; beberapa faktor adalah: (1) Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin serum; bertanggungjawab terhadap pergeseran cairan ekstraselular dari kompartemen intra-vaskular ke dalam interstisial dengan timbulnya edema dan penurunan volume intravaskular. (2) Penurunan nyata eksresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorpsi tubular. Mekanisme meningkatnya reabsorpsi natrium tidak dimengerti secara lengkap, tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan volume intravaskular dan tekanan koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekskresi renin dan sekresi aldosteron. (3) Retensi air. 1,8
Penurunan tekanan koloid osmotik plasma dan retensi seluruh natrium yang dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom nefrotik. Untuk timbulnya edema harus ada retensi air. 8
Pengobatan edema paru akibat sindrom nefrotik ditujukan pada penyakit dasarnya. Pengobatan suportif diberikan bila ada indikasi. 8, 2

4.6.      Malnutrisi

Prinsip mekanisme terjadinya edema paru pada malnutrisi hampir sama dengan sindrom nefrotik. Hipoproteinemia merupakan dasar terjadinya edema.1,8

4.7.      Aktivitas yang berlebih

Pada penelitian yang dilakukan Ayus JC dan kawan-kawan pada pelari maraton terdapat 18% dari 605 pelari marathon yang mengalami edema paru akibat hiponatremia. Mekanisme ini disimpulkan bahwa pada saat aktivitas meningkat (maraton) terjadi pengeluaran natrium melalui air keringat, sehingga tubuh kekurangan natrium. Setelah selesai melakukan aktivitas tubuh berusaha melakukan homeostatis, dengan mensekresikan ADH dan terjadilah retensi air. Akibatnya terjadilah edema paru. 14

5.     GEJALA DAN TANDA

Awitan penyakit ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis. 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13
Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada. 4

6.     DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis dan pemeriksaan yang disebabkan edema paru dan gejala klinis penyakit dasarnya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam menentukan diagnosis antara lain: Rontgenogram dada yang memperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat bilateral yang  difus tanpa disertai oleh tanda edema paru kardiogenik. Kadang-kadang satu paru-paru terserang lebih hebat dari paru-paru lainnya. Jika edema paru tersebut menyertai proses paru-paru lain (seperti pneumonia, fibrosis kistik) maka temuan klinis dan rontgenografis pada penyakit primer dapat mengaburkan temuan-temuan pada edema paru.
Analisa gas darah dapat mendukung dan juga sebagai acuan pada pengobatan edema paru. Pada edema paru pemeriksaan analisa gas darah (AGD) memperlihatkan hipoksemia berat.
CT Scan toraks juga dapat membantu dalam diagnosa dan dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan dari edema paru. Elektrokardiografi untuk membedakan edema paru akibat kelainan jantung. 2,3,12,13,14,16

7.     PENGOBATAN

Pengobatan yang dilakukan di arahkan terhadap penyakit primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan. 2,15,16
Pemberian oksigen sering berguna untuk meringankan dan menghilangkan rasa nyeri dada dan bila memungkinkan dapat dicapai paling baik dengan memberikan tekanan positif terputus-putus. Kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik mungkin akan semakin besar sehingga pasien harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU). 2,12
Untuk mengoptimalkan oksigenasi dapat dilakukan teknik-teknik  ventilator, yaitu Positive end expiratory pressure (PEEP) 25-15 mmH2O dapat digunakan untuk mencegah alveoli menjadi kolaps. Tekanan jalan napas yang tinggi yang terjadi pada ARDS dapat menyebabkan penurunan cairan jantung dan peningkatan risiko barotrauma (misalnya pneumotoraks). Tekanan tinggi yang dikombinasi dengan konsentrasi O2 yang tinggi sendiri dapat menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan mencetuskan terjadinya permeabilitas yang meningkat hingga timbul edema paru, sehingga penerapannya harus hati-hati. 2,12
Salah satu bentuk teknik ventilator yang lain yaitu inverse ratio ventilation dapat memperpanjang fase inspirasi sehingga transport oksigen dapat berlangsung lebih lama dengan tekanan yang lebih rendah. extra corporeal membrane oxygenation (ECMO) menggunakan membran eksternal artifisial untuk membantu transport oksigen dan membuang CO2. Strategi terapi ventilasi ini tidak begitu banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk memperbaiki prognosis secara umum tapi mungkin bermanfaat pada beberapa kasus. 2, 11, 2,13
Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara. Dengan menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru. Caranya ialah dengan retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan hemodinamik yang penting yaitu mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport oksigen yang optimal. 2
Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti nitrat dan antagonis kalsium juga dapat menyebabkan vasodilatasi sistemik sehingga dapat sekaligus menyebabkan hipotensi dan perfusi organ yang terganggu, untuk itu penggunaanya harus hati-hati. Obat-obat inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan noradrenalin mungin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dan curah jantung yang cukup terutama pada pasien dengan sepsis (vasodilatasi sistemik). 2,12
Inhalasi NO telah digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonal yang selektif. Karena diberikan secara inhalasi sehingga terdistribusi pada daerah di paru-paru yang menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi yang terjadi pada alveoli yang terventilasi akan memperbaiki disfungsi ventilasi/perfusi sehingga dengan demikian fungsi pertukaran gas membaik. NO secara cepat diinaktivasi oleh hemoglobin sehingga mencegah reaksi sistemik. 2
Strategi terapi suportif terkini yang dalam uji coba: 2
  1. Perbaikan metode ventilator (beberapa cara terbaru)
• Lung–protective ventilation dengan higher PEEP
• Non invasive positive pressure ventilation
• High frequency ventilation
• Tracheal gas insuflation
• Proportional- assist ventilation
• Inverse ratio ventilation dan airway pressure-release ventilation
  1. Surfactant replacement therapy, dengan memakai aerosol surfaktan sintetis hasilnya mengecewakan, tetapi dengan memakai natural mamalia surfactant dan perbaikan alat aerosol terbukti memperbaiki stabilitas alveolar, mengurangi insidens atelektasis/intrapulmonary shunting. Meningkatkan efek antibakterial dan antiinflamasi.
  2. Extra corporeal gas exchange
  3. Prone positioning, terbukti baik dalam oksigenasi karena terjadi shift perfusi dan perbaikan gas exchage
  4. Fluorocarbon liquid-assisted gas exchange
  5. Antiinflamasi
    a.  fluorokortikoid dosis tinggi
    b.  anti endotoxin monoclonal antibody
    c.  anti TNF-a
    d.  anti IL-1
    e.  activated protein C
    f.  antioksidan
    g.  1. N-asetilsistein
2. prosistein
3. oxygen free radical scavenger
4. precursor flutathine
h.  agonis/inhibitor prostaglandin
i.   ketokonazol ® inhibitor daripada tromboksan dan leukotrien/menekan
pembentukan dan pelepasan TNF-a dari makrofag
j.   lisofilin dan pentoksifilin ® suatu fosfordiesterase inhibitor memperlambat
kemotaksis neutrofil
k.  anti IL-8, platelet activating factor inhibitor
l.   enhance resolution of alveolar edema dengan vasopresor/b2 agonis
m. enhance repair of IL alveolar epithelial barrier dengan hepatocyte growth factor dan
keratinocyte growth factor’

8.     PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor penyebab/pencetus yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama. 2,3,12,13,16

9.     KESIMPULAN

Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Kelainan tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik (osmotik) antara kapiler paru dan alveoli, dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisa disebabkan berbagai macam penyakit atau yang sering disebut dengan acute respiratory distress syndrom.
Gambaran klinis yang didapat dapat berupa kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipne serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis. Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada
Pada pemeriksaan foto toraks memperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat bilateral yang  difus, kadang-kadang satu paru-paru terserang lebih hebat dari paru-paru lainnya. Pemeriksaan analisa gas darah dan CT Scan toraks juga dapat membantu menegakkan diagnosis serta memberikan petunjuk dalam pengobatan.
Pengobatan edema paru non kardiogenik ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen dengan teknik-teknik ventilator) dan optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi  IV. Buku I. EGC. Jakarta. 1995; 722-3.
  2. Amin Z, Ranitya R. Penatalaksanaan Terkini ARDS. Update: Maret 2002. Available from: URL: http://www.interna.fk.ui.ac.id/artikel/darurat2002/dar2_01.html
  3. Soewondo A, Amin Z. Edema Paru.Dalam: Soeparman, Sukaton U, Waspadji S, et al, Ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1998; 767-72.
  4. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak – Nelson. Nelson WE, Ed. Edisi ke-12. Bagian ke-2. EGC. Jakarta. 1993; 651-52.
  5. Amin M, Alsagaff H, Saleh WBMT. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya. 1995; 128-30.
  6. Wilson LM. Fungsi Pernapasan Normal. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi  IV. Buku I. EGC. Jakarta. 1995; 645-48.
  7. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak – Nelson. Nelson WE, Ed. Edisi ke-12. Bagian ke-3. EGC. Jakarta. 1993; 80-81.
  8. Moss M, Ingram RH. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: Harrison, Fauci, Logo’s, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine 15th Edition on CD-ROM. McGraw-Hill Companies. Copyright 2001.
  9. MMc. Oedema, Noncardiogenic. The Encyclopaedia of Medical Imaging Volume VII. Update: 2002. Available from: URL: http://www.amershamhealth.com/medcyclo-paedia/Volume%20VII/OEDEMA%20NONCARDIOGENIC.asp.
10.  LG, NK. Pulmonary Oedema. The Encyclopaedia of Medical Imaging Volume V.1. Update: 2002. Available from: URL: http://www.amershamhealth.com/medcyclo-paedia/Volume%20V%201/pulmonary%20oedema.asp
11.  Gomersall C. Noncardiogenic Pulmonary Oedema. Update: June 2000. Available from: URL: http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/noncardiogenic_pulmonary_oedema. Htm.
12.  Haslet C. Pulmonary Oedema Adult Respiratory Distress Syndrome. In:  Grassi C, Brambilla C, Costabel U, Naeije R, Editors. Pulmonary Disease. McGrow-Hill International (UK) ltd. London. 1999; 766-89.
13.  Prihatiningsih B. Pengaruh dan Bahaya Gas Phosgene Terhadap Pernafasan (Paru-Paru) Manusia. Update: 2001. Available from: URL: http://www.diagonal. unmer.ac.id /edisi2_3/abstrak2_3_7.html.
14.  Ayus JC, Varon J, Arieff AI. Hyponatremia, Cerebral Edema, and Noncardiogenic Pulmonary Edema in Marathon Runners. Annals of Internal Medicine. 2 May 2000. Volume 132. Number 9; 711-14.
15.  Gribert FA, Bayat S. Pulmonary edema (Including ARDS). In: Douglas S, Anthoni S, Leitch AG, Crofton, Editors. Respiratory Disease. Vol II. Blackwell Science. London. 2000; 383-87.
16.  Simadibrata M, Setiati S, Alwi, Maryantono, Gani RA, Mansjoer. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2000; 208