Selasa, 04 Oktober 2011

KOMPLIKASI HIPERTENSI

KOMPLIKASI HIPERTENSI

A. Retinopaty Hipertensi

Pembuluh darah retina pada hipertensi, akan mengalami beberapa tingkat perubahan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan endotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah

Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hialin. Akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral (copper wiring)

Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada dinding pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas “copper-wire’”. Hal ini menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk “ silver-wire”.

Tahap pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.

Perubahan-perubahan yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena selain itu juga dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.

Klasifikasi

Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie:

Stadium 0 : Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina.

Stadium I : Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.

Stadium II : Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh dengan kadang-kadang disertai penciutan pembuluh darah setempat , pembuluh darah tegang dan membentuk cabang keras.

Stadium III : Lanjutan stadium II dengan cotton wool- exudate, perdarahan, dapat terjadi pada tekanan darah diastolik diatas 120mmHg, dapat disertai penurunan penglihatan.

Stadium IV : seperti stadium III dengan edem papil dengan starfigure exudate,disertai penurunan penglihatan dengan tekanan diastolik diatas 150mmHg.

B. Penyakit jantung dan pembuluh darah

Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi yaitu penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi.

Hipertensi merupakan penyebab paling umum dari hipertrofi ventrikel kiri.waktu yang lama dan hebatnya kenaikan tekanan darah tidak mutlak sebagai persyaratan untuk timbulnya hipertrofi ventrikel kiri,karena ada faktor – faktor lain selain peninggian tekanan darah yang penting untuk perkembangannya.sewaktu waktu dapat timbul suatu bentuk kardiomiopati hipertensif.

Tekhnik diagnosis non invasif yang memberi penilaian dari hipertrofi ventrikel kiri yaitu:

1. pemeriksaan fisik

Ditemukannya hipertrofi ventrikel kiri pada pemeriksaan fisik tergantung dari palpasi adanya impuls ventrikel kiri yang melebar dan terus menerus pada apeks. Impuls apeks yang melebar sering diartikan sebagai impuls dengan garis tengah >2,4 cm atau suatu impuls apeks yang terus menerus mempunyai dorongan keluar yang berlangsung ½-2/3 atau lebih lamanya sistol.

2. rongten dada

Penentuan hipertrofi ventrikel kiri dengan rontgen dada tidak mudah terutama untuk menetapkan bagian mana dari bayangan jantung khususnya ventrikel kiri.Pada umumnya rasio kardiotoraks tidak melebihi 0.5 pada orang dewasa dan biasanya dibawah 0.45.

3. EKG

Bukti – bukti EKG kelainan atrium kiri sering mendahului kelainan ventrikel kiri pada penderita hipertensi.

4. ekokardiografi.

Ekokardigrafi telah mengubah diagnosis hipertrofi ventrikel kiri karena lebih sensitif.bukti – bukti ekokardigrafis hipertrofi ventrikel kiri banyak terdapat pada penderita normal yang disangka normal.secara ekokardigrafis adalah penting karena hubungannya dengan resiko gangguan irama ventrikel yang kompleks dan kematian yang mendadak.ekokardiografi juga berguna untuk menunjukkan perubahan – perubahan anatomi dan fungsi ventrikel kiri sesudah pengobatan hipertensi.

C. Hipertensi cerebrovaskuler

Hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke karena pendarahan atau ateroemboli. Pendarahan kecil atau penyumbatan dari pembuluh-pembuluh kecil dapat menyebabkan infark pada daerah-daerah kecil, yang paling sering di putamen, thalamus, nukleus kaudatus, pons atau cabang posterior dari kapsula internal. Infark lakunar biasanya berhubungan dengan defisit neurologik yang bisa menyembuh sesudah beberapa hari atau minggu.Dikenal 4 sindroma klinik yang jelas,yaitu :

1. Hemiparesis motor yang murni dengan tanda-tanda massa muka rasa lemah, juga lengan dan kaki.

2. Stroke sensoris yang murni, dengan gejala syaraf perasa hilang pada muka, lengan, badan dan kaki.

3. Ataksia homolateraldan paresis crural, yakni ataksia lengan dan kaki disertai kaki lemah.

4. Disarthri (gangguan bicara), lidah yang miring dan kelemahan serta ataksia dari lengan.

pemeriksaan syaraf, dibantu oleh CT scan. Pada infark otak, CT scan memperlihatkan lesi yang berbatas tegas dan homogen dengan densitas yang rendah di suatu daerah pembuluh yang tertentu.

Pada pendarahan intraserebral, CT scan biasanya menunjukkan suatu massa yang berbentuk tidak teratur, terkonsolidasi dan sangat jelas (high density). Perbedaan antara serangan iskemi sementara dengan sutu infark lakuner kecil sering sukar dan CT scan biasanya normal pada dua keadaan ini.

Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki prognosis yang tidak baik.

D. Ensefalopati hipertensi

Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan – perubahan neurologis mendadak atau sub aklut yang timbul sebagai kaibat tekanan arteri yang mneingkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan,dan biasanya timbul pada keadaan hipertensi maligna yang meningkat cepat walaupun retinopati hipertensi yang lanjut sering tidak ada.

Ensefalopati hipertensi sering ditandai oleh sakit kepala hebat,bingung,lamban,dan sering disertai muntah – muntah,mual dan gangguan penglihatan.gejala – gejala ini umumnya tambah berat dalam waktu 12 -48 jam dan dapat timbul kejang – kejang,mioklonus,kesadaran menurun,serta pada beberapa kasus terjadi kebutaan.

Penyebab–penyebab lain dari ensefalopati adalah hiponatremia, meningitis, ensefalitis, keracunan obat, dan penyakit – penyakit kolagen pembuluh.

E. Gagal Ginjal

Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN masih normal, dan pasien asimtomatik. Penurunan jumlah nefron yang normal masih dapat dikompensasi oleh nefron yang lain yang masih utuh. Sisa nefron tersebut mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron turun di bawah normal.

Stadium kedua disebut stadium insufisiensi ginjal. Pada stadium ini sudah terjadi kerusakan nefron lebih dari 75%. Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat, azotemia biasanya ringan. Fleksibilitas baik ekskresi maupunnkonservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Hilangnya kemampuan mengencerkan dan memekatkan urin menyebabkan berat jenis urin tetap 1,010 dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.

Stadium ketiga disebut stadium akhir atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok. Pasien mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik karena kegagalan glomerulus.

Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi, kelainan volum cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang merupakan gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna, dan kelainan lainnya

F. Krisis Hipertensi

Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang disertai disfungsi akut organ target, seperti iskemia koroner, strok, perdarahan intraserebral, edema paru, atau gagal ginjal akut, seperti terlihat pada Tabel 2. Kegawatan hipertensi memerlukan penurunan tekanan darah yang segera, dalam beberapa jam, dengan obat antihipertensi secara intravena. Hipertensi mendesak (hypertensive urgencies) adalah hipertensi berat yang tidak disertai tanda disfungsi organ target. Pada hipertensi mendesak penurunan tekanan darah dapat dilakukan secara lebih perlahan dalam beberapa jam atau hari, dengan obat antihipertensi secara per oral, atau kadang-kadang parenteral.

Penyebab krisis hipertensi masih belum jelas. Diduga peninggian mendadak resistensi vaskuler sistemik, yang dapat terjadi pada pasien yang tidak patuh minum obat antihipertensi, meningkatkan kadar zat vasokonstriktor seperti norefinefrin, angiotensin II, dan hormon antinatriuretik. Sebagai akibat peninggian tekanan darah yang mencolok terjadi nekrosis fibrinoid arteriol yang akan menyebabkan kerusakan endotel, pengendapan platelet dan fibrin, serta kehilangan fungsi autoregulasi, yang akhirnya menimbulkan iskemia organ target. Iskemia akan merangsang pengeluaran zat vasoaktif lebih lanjut sehingga terjadi proses sirkulus visiosa vasokonstriksi dan proliferasi miointima. Jika tidak dikendalikan akan terjadi ekstravasasi pada organ target dan atau terjadi infark.