Selasa, 04 Oktober 2011

KEDOKTERAN FORENSIK

KEDOKTERAN FORENSIK

Ilmu kedokteran forensik merupakan salah satu mata ajaran wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan perundangan mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis kedokteran forensik, spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik.

Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense, nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan

Peranan Dokter Dalam Pemeriksaan Di TKP

Penyidik mempunyai wewenang untuk :

Ø Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara (KUHAP pasal 7 ayat 1 sub h)

Ø Pasal ini perlu dikaitkan dengan KUHAP pasal 120 ayat 1 : dalam hal penyidik manganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus

Ø Pada pasal tsb tdk disebutkan TKP, kantor atau dimana?

Ø Tidak wajib (beda dgn HIR psl 70).

Ø Bantuan yang diminta dapat berupa pemeriksaan di TKP atau di Rumah Sakit..

Ø Pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya

Ø Hasil pemeriksaan di TKP disebut dengan visum et repertum TKP.

Manfaat Pemeriksaan TKP

Ø Menentukan saat kematian.

Ø Menentukan pada saat itu sebab akibat tentang luka

Ø Mengumpulkan barang bukti

Ø Menentukan cara kematian

Prosedur permintaan pemeriksaan TKP

Ø Utk menyingkat waktu, secara lisan atau telpon.

Ø Disusul dengan tertulis.

Ø Dokter dijemput dan diantar kembali oleh penyidik.

Ø Untuk pemeriksaan ini, terutama di kota besar sedapat-dapatnya dokter didampingi oleh penyidik serendah-rendahnya berpangkat “Letnan Dua” (Inspektur Dua).

Dokter bila menerima permintaan harus mencatat :

Ø Tanggal dan jam dokter menerima permintaan bantuan

Ø Cara permintaan bantuan tersebut ( telpon atau lisan)

Ø Nama penyidik yang minta bantuan

Ø Jam saat dokter tiba di TKP

Ø Alamat TKP dan macam tempatnya (misal : sawah, gudang, rumah dsb.)

Ø Hasil pemeriksaan

Yang dikerjakan dokter di TKP

Ø Pemeriksaan dokter harus berkoordinasi dengan penyidik.

Ø Menentukan korban masih hidup atau sudah mati.

Ø Bila hidup, diselamatkan dulu.

Ø Bila meninggal dibiarkan asal tdk mengganggu lalulintas.

Ø Jangan memindahkan jenasah sebelum seluruh pemeriksaan TKP selesai.

Ø TKP diamankan oleh penyidik agar dokter dapat memeriksa dengan tenang.

Ø Yang tdk berkepentingan dikeluarkan dari TKP.

Ø Dicatat identitas orang tersebut.

Ø Dokter memeriksa mayat dan sekitarnya dan mencatat :

o Lebam mayat

o Kaku mayat .

o Suhu tubuh korban.

o Luka-luka

o membuat Sketsa atau foto

Ø Mencari dan Mengumpulkan Barang Bukti (Trace Evident)

Ø Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik, terutama bila ada team Labfor.

Ø Dokter membantu mencari barang bukti, misal racun, anak peluru dll.

Ø Segala yang ditemukan diserahkan pada penyidik.

Ø Dokter dapat meminjam barang bukti tersebut.

Ø Selesai pemeriksaan, TKP ditutup misal selama 3 X 24 jam.

Ø Korban dibawa ke RS dengan disertai permohonan visum et repertum.

Visum et Repertum

Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.

Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang masih perawan atau tidak.

Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

§ Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum .

§ Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.

§ Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan dengan perkaranyatidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.

§ Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil pemeriksaan, berisikan:

1. Jenis luka

2. Penyebab luka

3. Sebab kematian

4. Mayat

5. Luka

6. TKP

7. Penggalian jenazah

8. Barang bukti

9. Psikiatrik

§ Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP.

Dasar hukum

Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)

§ Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

§ Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.

Tanatologi

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah berikut:

§ Mati somatis (mati klinis)

§ Mati suri

§ Mati seluler

§ Mati serebral

§ Mati otak (batang otak)

Tanatologi adalah bagian dari Ilmu kedoktran forensic yang mempelajari tentang hal-hal yang ada hubungannya denga kematian dan perubahan yang terjadi setelah seseorang mati dan factor-faktor yang mempengaruhinya.

Mati somatis

Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap (ireversibel).Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernapasan dan suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.

Mati suri

Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

Mati seluler (mati molekuler)

Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.Pengertian ini penting dalam transplantasi organ.

Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler setelah empat jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1 persen atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati.

Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil kolin 20 persen, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.

Mati serebral

Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.

Mati otak (batang otak)

Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Perubahan pada tubuh setelah kematian

perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh tersebut.Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya:

§ Kerja jantung dan peredaran darah terhenti,

§ Pernapasan berhenti,

§ Refleks cahaya dan kornea mata hilang,

§ Kulit pucat,

§ Terjadi relaksasi otot.

Tanda pasti kematian

Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti.Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa:

§ Lebam mayat / Livor Mortis(hipostatis/lividitas paska mati)

§ Livor mortis adalah salah satu tanda kematian, yaitu mengendapnya darah ke bagian bawah tubuh, menyebabkan warna merah-ungu di kulit. Karena jantung tidak lagi memompa darah, sel darah merahyang berat mengendap di bawah serum karena gravitasi bumi. Warna ini tidak muncul di daerah-daerah yang berhubungan dengan benda lain karena kapilari tertekan.

§ Koroner dapat menggunakan hal ini untuk menentukan waktu kematian. Livor mortis dimulai sekitar 20 menit sampai 3 jam setelah kematian.

§ Kaku mayat (rigor mortis)

Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:

1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.

2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.

§ Penurunan suhu tubuh

§ Pembusukan

§ Mummifikasi

§ Adiposera