Sabtu, 21 Juli 2012

Prof. Dr.dr.H.Med Rasjid Soeparwata SpB,SpB(K)V,SpBTKV (K) Antara Bedah Vaskuler dan Pengalaman


Prof. DR. Dr.Med H. Rasjid Soeparwata SpB, SpB(K)V, SpBTKV(K)
Antara Bedah Vaskuler dan Pengalaman

Ali Reza, Indah Jamtani, Purnama Satria Bakti, Ruly Rahadianto, Bob Andinata
Tim wawancara blog General Surgery FK UI
April 2012
Jakarta, Indonesia

Prof. DR.Dr.Med. H. Rasjid Soeparwata SpB, SpB(K)V, SpBTKV(K) atau lebih dikenal dengan Prof Soeparwata merupakan staff medis di divisi Bedah Vaskuler FKUI/RSCM. Beliau yang dikenal santun, ramah dan bersahaja, lahir di Yogyakarta, dan merupakan anak pertama dari delapan bersaudara. Menghabiskan masa kecil hingga sekolah menengah di Yogyakarta, lalu sempat mengawali pendidikan kedokteran di FK UII. Dengan rekomendasi dari Rektor UII, pada waktu itu dan besarnya keinginan menjadi dokter akhirnya  beliau melanjutkan pendidikan ke Jerman untuk mewujudkan cita-cita, dengan diikuti beberapa orang saudaranya.
Berikut petikan wawancara tim blog General Surgery FK UI dengan beliau.
           
Prof, bisa diceritakan bagaimana pengalaman pendidikan di jerman?
Dijerman, saya diterima pertama kali di Guthenberg University dikota Mainz am Rhein , setahun kemudian pindah ke Justus Liebig Universitet Giessen, tiga tahun kemudian menyelesaikan pendidikan dokter. Satu tahun setelah menyelesaikan Medical Asisstenze, saya mendapatkan kesempatan pendidikan spesialis bedah umum di J.W.Goethe University selama enam tahun, sebelum akhirnya kembali Justus Liebig Universitaet untuk mendapatkan pendidikan bedah vaskular selama empat tahun dan menjalani program Doktors der Medizin dengan tema Auswirkungen unterschiedlicher Aminosauren in der parenteralen Ernahrung auf Proteinstoffwechsel and Katabolie nach herzchirurgischen Eingriffen . Setelah mendapatkan brevet ahli bedah vascular, lalu saya mendapatkan kesempatan memperdalam ilmu bedah jantung dan toraks di Universitet Giessen dan Wuerzburg di Bavaria selama empat tahun, kesemuanya itu ditempuh dalam waktu kurang lebih 18 tahun. Kemudian tahun 1989 saya mendapatkan posisi dalam rangka mengembangkan poliklinik toraks kardiovaskular di Westfaelischen Wilhelm Universitaet dan diberi kesempatan untuk melakukan penelitian Einfluss der Extrakorporalen Zirkulation auf das Mediatorensystem dan mendapatkan biaya riset sebesar 500.000 DM pada waktu itu. Dan menggapai Venia Legendi pada tahun 1996 sebagai penghargaan tertinggi akademik dibidang toraks kardiovaskular. Setelah menjadi ahli bedah jantung dan pembuluh darah, saya kemudian menjadi staff medis di sebuah rumah sakit di Muenster. Selama menjadi profesor, saya mempromotori 12 orang calon profesor, dan kebanyakan diantaranya orang jerman.


*Wawancara tim blog bedah FK UI dengan Prof Soeparwata di RSCM Kencana lantai 2 Cluster Cardiovascular, April 2012


Prof, pengalaman apa yang paling berkesan selama Prof menjalani profesi sebagai dokter?
Operasi tranplantasi jantung adalah operasi yang didambakan setiap ahli bedah jantung. Di jerman, operasi tranplantsi jantung sudah menjadi prosedur yang rutin pada kasus jantung dengan indikasi  End Stage Heart Failure. Bukan sulit untuk menemukan calon pasien transplantasi jantung. Namun mendapatkan orang pendonor jantung merupakan kendala untuk melakasanakan operasi transplantasi jantung. Saya pernah mengalami pengalaman yang sangat luar biasa.  Pengalaman yang juga sangat langka ditemukan di jerman pada waktu itu. Ini terjadi sewaktu saya sedang jaga on call dan mewakili direktur di Rumah sakit kota Muenster. Pada minggu itu, ada tiga orang yang mengalami kecelakaan sepeda motor. Ketiganya meninggal. Karena kebijakan di negara jerman yang menyediakan kartu bagi orang-orang yang bersedia mendonorkan organnya apabila meninggal, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengerjakan tiga operasi transplantasi sekaligus dalam satu minggu. Hal ini saya anggap sesuatu hal yang luar biasa. Saya sangat bersyukur dan yakin bahwa Allah mendengar doa saya. Hingga saat ini, saya telah melakukan 14 kali operasi transplantasi jantung.

Lantas, bagaimana Prof bisa bergabung dengan FKUI?
Dari tahun 2000, saya telah diangkat sebagai Dosen Luar Biasa oleh Dekan FK UI. Pada waktu itu Prof. Dr. H. Ali Sulaiman, SpPD, KGEH menjabat sebagai dekan FK UI. Sewaktu saya diangkat menjadi dosen luar biasa, Dr. Dedy Pratama Sp.B yang merupakan kepala divisi bedah vaskuler saat ini, sedang mengambil fellowship dibidang bedah vaskuler di Jerman. Saya juga diangkat sebagai “ Visiting Profesor”  dibeberapa universitas di Indonesia, antara lain UGM dengan dekannya pada waktu itu, Prof. DR. Dr. Hardyanto Soebono, SpKK, dan juga di UMY dengan dekannya pada waktu itu Dr. Erwin Santosa, SpA, M.Kes. Pada akhir tahun 2008, Dekan FKUI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM(K), berkunjung langsung ke Muenster untuk bersilaturahim dengan Dekan Westfaelischen Wilhelm Universitaet  Prof DR Wilhelm Schmitz , sekaligus untuk menjalin kerjasama antara kedua pihak yaitu UI dan Universitas tempat saya bekerja. Gayung pun bersambut, saya yang memang sudah lama ingin kembali mengabdi di tanah air, segera menerima tawaran  tersebut dan akhirnya kembali ke tanah air dan ditempatkan di Bedah Vaskuler FKUI/RSCM mulai dari tahun 2009 sebagai Profesor akademik.

*Prof dengan antusias membagikan pengalaman menarik serta luar biasa yang ia miliki kepada tim blog bedah FK UI
           
Prof, mengenai prinsip hidup Prof?
Menjadi orang yang bermanfaat bagi yang lain. Saya  selalu ingin menolong orang yang kurang beruntung. Ilmu adalah alat yang digunakan untuk membantu orang lain, semaksimal mungkin.  Menguasai ilmu juga berarti mengoptimalkan akal. Kita tidak boleh berhenti apabila sudah mencapai sesuatu, tetapi kita harus mulai lagi dengan konsep yang baru. Kita juga tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Maka sudah semestinya kita berbuat yang terbaik dalam hidup kita untuk diri kita, dan untuk sesama.

Terakhir, Apa pesan Prof untuk residen bedah FK UI?
Saya berpesan agar selalunya kita menanamkan 4C kepada para residen bedah khususnya dan pada seluruh dokter umumnya. Bahwa kita harus memiliki “Concept” tentang siapa kita, apa makna profesi kita, kemana tujuan hidup kita. Setelah itu kita pun memiliki “ Commitment” atas konsep yang telah ada dalam diri kita. “ Collaboration” adalah langkah kongkrit komitmen kita untuk saling bantu membantu dengan orang lain. Dan pada akhirnya kita akan “ Competent” pada suatu bidang ilmu tertentu. Kita mesti menjadi ahli dibidang ilmu tersebut, sehingga mengharuskan mengetahui hingga akar-akar dari ilmu tersebut. Tidak lupa saya berpesan agar  para dokter selalu mengutamakan perihal keselamatan pasien sebagai prinsip kita yang nomor satu dalam menjalani profesi dokter.

Terima kasih banyak atas pengalaman Prof yang telah dibagi kepada tim blog bedah FK UI. Kami juga mendoakan kesehatan, keberkahan dan kebajikan senantiasa mengiringi Prof. Bagi pembaca yang ingin langsung berkonsultasi dengan Prof Soeparwata, beliau dapat ditemui di RSCM Kencana, Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan, dan Rumah Sakit Harapan Kita Grogol. ( AR,IJ,PSB,RR)


Dari kiri ke kanan : dr. Indah Jamtani, dr. Ali Reza, Prof Soeparwata, dr. Ruly R, dr.P.Satria.B