Ketertarikannya pada bidang andrologi, muncul secara kebetulan. Lulus dari FK Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Prof. Dr. dr. Arif Adimoelja, MSc, SpAnd, FSS (Be), mendalami spermatologi dan reproduksi manusia di FK Universitas Indonesia, Jakarta. Kembali ke Surabaya, ia mendirikan laboratorium sperma di FK Unair. Lalu bagai pucuk dicinta ulam tiba, datang tawaran dari WHO. “Penawaran beasiswa itu sebenarnya ditujukan bagi siapa saja yang ingin belajar spermatologi mewakili Indonesia. Karena tidak ada yang mau, ya akhirnya saya mau saja,” ujarnya.
Setelah menerima tawaran belajar di Universitas Louvaine, Belgia, ia bingung hendak menekuni bidang yang mana, spermatologi atau andrologi. “Saat itu andrologi baru ada di tiga negara, yaitu Jerman, Belgia dan Belanda. Baru kemudian disusul Amerika Serikat dan Spanyol. Dosen saya menganjurkan agar saya mengambil program andrologi. Itu karena untuk spermatologi, siapa pun bisa mendalaminya, tidak harus seorang dokter,” tutur kelahiran Wonosobo ini.
Baginya, bidang andrologi tidak hanya studi tentang laki-laki. Sekarang, andrologi berkembang menjadi kesehatan laki-laki, meliputi sistem reproduksi maupun seksologi. “Pria yang sehat tidak hanya sehat tubuhnya. Penampilannya juga harus keren. Karena itu, penurunan kadar testosteron pada pria harus diatasi. Usia boleh tua, tetapi badan harus tetap sehat,” katanya.
Peran hormon pada tubuh manusia harus dilihat secara holistik, tidak bisa dilihat satu hormon saja. “Testosteron penting bagi kelangsungan metabolisme tubuh pria, tapi bukan yang terpenting,” ujarnya. Banyak hormon lain yang juga berperan dalam proses faal. Namun, berdasarkan banyak penelitian, testosteron seperti master hormon. “Dikatakan demikian, karena dengan pemberian testosteron menunjukkan perbaikan dari berbagai gejala akibat defisiensi testosteron, seperti metabolik sindrom dan disfungsi ereksi,” katanya.