“Kita harus siapkan sejak dini anak yang sehat, anak yang bisa tumbuh dan berkembang dengan baik demi kemajuan bangsa Indonesia,” ujar dr. Badriul Hegar, SpA(K) di selal-sela peringatan World Pneumonia Day di Jakarta.
Ketua PP IDAI periode 2008-2011 ini menyatakan, IDAI siap mendukung program pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, mengedukasi masyarakat dalam upaya preventive, promotif dan kuratif di bidang kesehatan. Salah satu yang sedang dikerjakan adalah, meningkatkan status gizi anak serta menurunkan angka kematian anak.
Ancaman terhadap anak, selain infeksi, diare, pneumonia dan malnutrisi, juga masih minimnya pelayanan kesehatan oleh pusat layanan kesehatan, dalam hal ini rumah sakit. Dari survey yang dilakukan di 6 provinsi di Indonesia, dari masing-masingnya diambil 3 sampel rumah sakit, ternyata level pelayanan kesehatan secara keseluruhan masih di bawah angka 60%. Artinya, petugas kesehatan belum sepenuhnya melakukan pelayanan optimal kepada masyarakat. “Ini pekerjaan rumah bagi kita semua,” ujarnya.
IDAI memiliki 2700 anggota. Idealnya, 1 dokter anak mengkover sekitar 10.000 anak. Jika dikalkulasi, Indonesia membutuhkan sekitar 8.000 dokter anak untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang memadai. “Masalahnya, bagaimana kita bisa menciptakan 5.300 dokter dalam waktu singkat. Di Indonesia hanya ada 14 institusi pendidikan,” ujarnya. Untuk mencetak 8000 dokter anak, tak mungkin hanya dalam waktu 5 tahun.
IDAI tak mungkin sendirian untuk bisa mengatasi masalah kesehatan anak (0-18 tahun) di Indonesia. Terobosan yang dapat dilakukan adalah melakukan edukasi, sehingga masyarakat mengerti pentingnya kesehatan. Misalnya kampanye pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang adekuat untuk menekan angka kematian anak, program imuniasai pada anak dan peningkatan kompetensi dokter.
“Sehat bukan hanya bebas dari penyakit secara fisik, mental, sosial. Tapi juga, bagaimana menciptakan anak yang sehat agar mampu mengembangkan potensi dirinya di masa datang,” ujarnya.