Lulus FKUI, ia sempat menjadi dokter jaga di sebuah Klinik 24 jam, selama 2 tahun. Karena kena cacat air selama 2 minggu, penghasil yang dapat tinggal separonya. “Nggak ada bedanya dokter dengan tukang becak. Kalau nggak ngegoyang nggak dapat rupiah,” ujar dr. Yunan Nur Wahyudi, Country Head Quintiles Indonesia. Dari pengalaman ini, ia berpikir untuk mencari pekerjaan lain yang kalau tiba-tiba sakit masih bisa mendapatkan penghasilan.
Quintiles Indonesia merupakan perusahaan yang melakukan managemen penelitian klinis, yang dilakukan oleh perusahaan farmasi. Jadi, meski tidak lagi menangani pasien secara langsung, ia masih dapat memberikan andil bagi kemajuan bidang kesehatan di Indonesia. “Salah satu kebahagiaan saya, ketika bisa berperan dalam sebuah penelitian, semacam penelitian onkologi, yang kebanyakan dari penelitain obat-obat tersebut kemudian akan diberikan secara gratis kepada pasien,” ujarnya. Meski tidak secara langsung membantu pasien, dia berperan di belakang layar untuk sukses atau tidaknya sebuah penelitian dari managemen yang dilakukanya.
Ia tidak pernah ngoyo untuk mendapatkan sesuatu. Apa yang ia dapatkan sekarang ini, sangat ia sukuri. “Bahkan saya ketemu pendamping hidup, mulai pacaran sampai menikah, juga berkat kematapanya untuk terjun di dunia clinical trial,” ujarnya. Cita-citanya, membantu clinical trial di Indonesia, yang ia yakini akan memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Indonesia mempunyai peluang yang sama dengan negara lain di dunia.
Hobinya membaca novel detective. “Sekarang sudah ada istri, jadi waktu untuk membaca saya kurangi,” ia tertawa. Ia juga hobi nonton film, dirumah. Dengan alasan, kalau bosan nonton bisa distop dan dilanjutkan lagi besok. Tidak masalah, karena ada home theater dengan kualitas yang tidak kalah dengan gedung bioskop.
Ada pengalaman menangani pasien saat di klinik, yang hingga sekarang masih membekas. Seorang pasien yang cukup mampu (kaya), mengalami kecelakaan hingga tungkainya melesak ke dalam. Setelah konsul ke seorang profesor orthopedic, pasien dianjurkan untuk operasi. Istri pasien bertanya, apakah ada second opinion selain operasi. “Ini membuat saya berpikir bahwa dalam menangani pasien, yang penting kita bisa memberi keyakinan dan edukasi yang jelas. Pasien ternyata tidak memandang gelar apa yang ada di belakang dokter,” ujarnya.
Dr. Yunan pernah selama 5 tahun tidak makan nasi untuk diet, karena berat badanya mencapai 80 kg. “Saya makan nasi lagi karena dipaksa istri,” ujarnya.