Persaingan di dunia fotografi tampaknya bakal makin seru, dengan kehadiran Prof. Dr. dr. I Wayan Wita, Sp.JP, FIHA, FASCC. Profesor.yang satu ini ternyata hobi jepret sana jepret sini (fotografi). Hobinya itu kemudian dijadikan judul buku yang sedang ditulisnya: Jepret Sana Jepret Sini.
“Untuk menghasilkan picture yang indah dan bisa dinikmati banyak orang, bukan semata dari kualitas kamera, tapi momentum saat pengambilan gambar,” ujarnya.
Saat paling indah meng-“klik”, dirasakan ketika berada di pesawat dalam sebuah perjalanan ke luar negri. “Saya sempat mengambil gambar, bagaimana suasana di atas ketika sun rise. Kebetulan, kondisi cuaca sangat mendukung. Sebisa mungkin, dalam mengambil gambar langsung saja, jangan pakai persiapan. Istilah saya langsung jepret, agar kesannya lebih alami,” ujar pencinta traveling ini.
Prof. Wayan pernah memenangkan lomba foto pemilihan logo Keluarga Berencana, dengan semboyan “Dua Anak Cukup” di Bali. Selain kesibukan sebagai dokter, Prof. Wayan menjabat Ketua Program Studi Penyakit Jantung FK Universitas Udayana, RS Sanglah, Bali. Dia juga menjadi salah satu ketua Pengurus Pusat Parisada Hindu Dharma, dan sering mewakili umat Hindu dalam diskusi hubungan antara pemeluk agama di dunia.
Pada dasarnya, dia tidak mau terlalu sibuk, agar masih punya waktu untuk keluarga. Untuk itu, jadwal prakteknya hanya 4x seminggu. Dan ketika menjadi speaker dalam symposium, dia berusaha untuk selalu membawa serta keluarganya.
Rasa nasionalisme mendorongnya untuk maju sebagai kandidat calon gubernur Bali, beberapa waktu lalu. Dia kalah di lingkup partai. Hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara. Itulah, mengapa dia menjadi tim sukses salah satu pasangan Capres- Cawapres periode 2009-2014.
Menurutnya, masyarakat mempunyai hak untuk mendapat pelayanaan kesehatan yang dapat dipercaya dan berkualitas. Dokter sendiri harus terus menambah ilmu, agar dapat bersaing dengan dokter mancanegara dan menang di era globalisasi.
Prof. Wayan bersyukur bisa menjadi dokter “Ayah saya buta huruf. Tapi, perjuangan orangtua membuat saya bisa menjadi seperti sekarang ini. Saya juga bersyukur terhadap istitusi yang memberi kesempatan pada saya untuk melanjukan studi,” ujarnya.