”Penyandang Parkinson tidak merasa menderita. Bimbingan keluarga dan pengertian orang di sekelilingnya merupakan faktor pendorong, untuk kondisi yang lebih baik,” ujar dr. Banon Sukoandari SpS, Ketua Yayasan Peduli Parkinsons Indonesia. Wanita kelahiran Ungaran 25 Agustus 1968 ini menyatakan, menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil. Memiliki ayah yang berprofesi sebagai guru dan ibu seorang bidan, merupakan kebahagian baginya. Dorongan orangtua terutama ibu, membuatnya selalu semangat dalam mencapai cita-cita. Sekaligus, sebagai perwujudan bakti dan kasih kepada orangtua.
Ia sempat ”nyasar” di Institut Teknologi Bandung dan mengambil jurusan Geofisika selama satu tahun. Pada Sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) tahun berikutnya, ia diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
”Saya menyukai hal-hal baru dan berusaha untuk segera menyesuaikan diri, di berbagai kondisi,” ujarnya. Orangtua berpesan agar ia selalu exited, yakni bekerja dengan sungguh-sungguh, tulus dan tuntas demi pencapaian maksimal.
Ketika menjadi PTT di Puskesmas Pembantu di Cirebon, ia banyak mendapat pengalaman tentang manajemen Puskesmas dan masalah kesehatan masyarakat. PTT selesai, ia ingin mendalami manajemen kesehatan. Tapi, wanita yang akrab dipanggil dr. Banon Suko ini akhirnya memutuskan untuk mengambil spesialis saraf, yang saat itu belum banyak peminatnya. ”Saya kurang interes di bidang ini. Tapi, saya yakin setiap bidang /spesialisasi pasti menarik bila kita menjalani dengan sunguh-sunguh,” ujar penggemar travelling dan fotografi ini.
Kenapa tertarik fotografi? ”Ketika travelling ke beberapa negara, saya tidak pernah mendokumentasikan dengan baik. Padahal, banyak momen-momen keceriaan bersama keluarga,” katanya.
Sebagai ibu 4 anak, ”Saya berusaha menjadi full mom.” Caranya, ketika anak-anak masih terjaga, ia tidak melakukan kegiatan di luar urusan rumah tangga. ”Saya ingin memberi perhatian penuh untuk keluarga.”