Sabtu, 02 Juli 2011

Evaluasi Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Residen Bedah di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan


Rachmat Prayitno, Agi S Putranto

Pelayanan bedah di DTPK (daerah terpencil perbatasan dan kepulauan) di Indonesia tampaknya masih dipandang sebelah mata oleh berbagai kalangan. Ide pengiriman residen bedah senior sesuai kompetensi ke daerah rural merupakan tujuan mulia terutama masyarakat di daerah yang merasakan dekatnya tindakan bedah yang mereka perlukan di lain sisi bermanfaat untuk residen bedah sebagai pengalaman selama dalam pendidikan di daerah urban.

            Masalah yang timbul justru apakah efektifitas dan efisiensi program ini sudah terukur secara sungguh-sungguh dan difahami oleh kalangan akademisi bedah di pusat-pusat pendidikan bedah di daerah urban.

Dalam paper ini, kami ingin memaparkan sebagian dari kegiatan seorang residen bedah di daerah seram bagian timur Maluku yang termasuk dalam daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan selama tiga bulan penugasan khusus dari kementerian kesehatan.

75 kasus bedah mayor telah dilakukan selama tiga bulan dengan spesifikasi semua kasus divisi bedah dari bedah digestive, bedah anak, onkologi, plastik, thorax, vaskuler, orthopedi dan urologi. Lebih dari 60 % kasus digestive, sedangkan persentase lainnya merata pada kasus divisi bedah lainnya. Banyak dari kasus-kasus yang ada adalah kasus dengan penanganan yang terlambat karena faktor geografis dan financial.

Dengan adanya program pengiriman residen bedah senior ke daerah  sebagai “rural surgeon” jelas meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan, dengan memotong jarak dan masalah financial. Dukungan pemerintah daerah pada program ini ikut menjadi factor dalam lancarnya pelayanan bedah yang dilakukan oleh seorang residen bedah.

Konsultasi ke pusat pendidikan yang dilakukan seorang residen bedah ketika bertugas di daerah merupakan nilai tambah bagi yang bersangkutan untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman, namun di lain sisi, supervise secara tidak langsung mengingat di DTPK tidak ada seorang ahli bedah, juga menjadi kelemahan yang harusnya bisa dicarikan formulasinya oleh kalangan pendidik bedah di pusat-pusat pendidikan.

Program pengiriman residen bedah senior sesuai kompetensi yang dimiliki selayaknya dilanjutkan demi mendekatkan pelayanan medik spesialistik bedah untuk masyarakat DTPK. Di samping itu perlu ada formulasi dari pusat pendidikan mengenai kompetensi dan waktu akademik yang pasti mempengaruhi perjalanan proses seorang residen bedah menjadi ahli bedah kelak.

 Kata kunci: Residen Bedah, kompetensi,  rural surgery