Senin, 20 Februari 2012

Tumor Laring

Latar Belakang
Di Indonesia , tumor laring di pita suara suara mencapai 1 % dari semua keganasan. Selain rokok faktor resiko lain adalah alkohol, paparan radiasi, paparan bahan industri, faktor kekebalan tubuh serta faktor genetik.( 1 )
Seperti dikemukakan oleh dr Sri Susilawati memaparkan data di RS Ciptomangunkusumo, selama 5 tahun terakhir ada sekitar 144 kasus kanker laring. Penyakit itu telah menjadi pembunuh nomor tiga setelah nasofaring dan hidung atau sinus. Perbandingan antara pasien pria dan wanita adalah tujuh banding satu. Usia terbanyak 51 sampai 60 tahun.( 2 )
 
 
Embriologi
Faring, laring, trakea dan paru – paru merupakan derivat foregut embrional yang terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Tak lama sesudahnya, terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk – petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrachea menjadi nyata pada sekitar hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur kearah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau ke 28. bagian yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epithelial dapat dikenali menjelang 33 hari, sedangkan kartilago, otot dan sebagian besar pita suara ( korda vokalis ) terbentuk dalam tiga atau empat minggu berikutnya.( 3 )
Hanya kartilago epiglottis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Karena perkembangan laring berkaitan erat dengan perkembangan arkus brankialis embrio, maka banyak struktur laring merupakan derivat dari apparatus brankialis. ( 3 )
Gangguan perkembangan dapat berakibat kelainan yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laring secara langsung. Laring sendiri mungkin kecil atau mungkin terdapat berbagai tingkatan selaput diantara korda vokalis sejati. Jarang, lengan posterior dari sulcus laringotrachea yang berbentuk T dapat menetap, meninggalkan celah laring terbuka antara esofagus dan trakea. Laringomalasia suatu tingkat abnormal flasiditas pada kerangka laring, sehingga laring menjadi kolaps pada waktu respirasi, merupakan kelainan kongenital laring yang paling sering tampak sebagai penyebab untuk stridor pada neonatus. Hal ini hampir selalu merupakan kondisi jinak yang sembuh spontan dengan pertumbuhan dan perkembangan.(3 )
 
Anatomi Laring
Struktur penyangga
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang berpasangan ataupun tidak . Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada dinding faring lateral. Meluas dari masing – masing sisi bagian tengah atau os atau korpus hioideum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior.tendon dan otot – otot lidah, mandibula , dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus kedua prosesus. Saat menelan kontraksi otot – otot ini mengangkat laring . Namun bila laring dalam keadaan stabil, maka otot – otot tersebut akan membuka mulut dan akan berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai). Ke dua alae menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk “jakun” (Adam apple). Pada tepi masing – masing alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu inferius dan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau pergerakan antara kartilago tiroidea dan krikodea.(3 )
Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering kali merusak lapisan mukosa cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis, didapat disebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa.(3)
Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea masing – masing berbentuk sepertipiramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoatenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus , prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dan masing – masing prosesus vokalis dan berisensi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus membentuk dua perlima bagian belakang dari korda vokalis. Sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Bagian laring diatasnya disebut supraglotis dan dibawahnya subglotis. Terdapat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan diatas menutupi aritenoid. Disebelah lateralnya, yaitu didalam plika ariepiglotika terletak kartilago kuneiformis.(3)
Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara bagian racquet meluas keatas dibelakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring. Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada ke dua sisi laring terdapat membran kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilgo aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepiglotika. Jaringan pasangan elastik lainnya adalah konus elastikus ( membrana krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat daripada membran kuadrangularis, dan meluas keatas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing – masing sisi. Jadi konus elaktikus terletak dibawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.(3)
 
Otot – otot laring
Otot – otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok. Otot ekstrinsik yang terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara struktur – struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor atau otot- otot leher ( omohioideus, sternotyroideus, sternohyoideus ) berasal dari bagian inferior. Otot elevator ( milohyoideus, geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus, digastrikus dan stilohyoideus ) meluas dari os hyoideum ke mandibula, lidah dan prosessus stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot – otot leher, terutama berfungsi sebagai elevator. Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah otot konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah posterior dan berfungsi pada saat menelan. Serat – serat paling bawah dari otot konstriktor inferior berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai sfingter esophagus superior.(3)
Anatomi otot – otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mangaitkan fungsinya. Serat – serat otot interaritenoideus ( aritenoideus ) tranversus dan oblikus meluas antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan bergeser kearah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi kedalam procesus muskularis aritenoidea; otot ini menyebabakan rotasi aritenoid kearah luar dan mengaduksi korda vokalis. Antagonis utama otot ini, yaitu otot krikoaritenoideus lateralis berorigo pada arkus krikoidea lateralis; insersinya juga pada prosesus muskularis dan menyebabakan rotasi aritenoid ke medial, menimbulkan aduksi. Yang membentuk tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis dan dan tiroaritenoideus yang hampir tidak dapat dipisahkan; kedua otot ini ikut berperan dalam membentuk tegangan korda vokalis. Pada individu lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroaritenoideus agak berkurang; korda vokalis tampak membusur keluar dan suara menjadi lemah dan serak. Otot – otot laring utama lainnya adalah pasangan otot krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari arkus krikoidea disebelah anterior dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini menarik kartrilago tiroidea kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis. Kontraksi ini secara pasif juga memutar aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai otot abduktor. Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan berikut ini :
2012-02-20 11h07_35
Persarafaan, Perdarahan dan Drainase limfatik
Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik. Dua saraf laringeus superior dan dan dua inferior atau laringeus rekurens saraf laringeus merupakan cabang – cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat dibawah ganglion nodusum melengkung ke anterior dan medial dibawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana tirohioidea untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglottis, sinus piriformis dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing – masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Disebelah inferior, saraf rekurens berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk kedalam laring tepat dibelakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot interinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan dibawah korda vokalis sejati ( regio subglotis ) dan trakea superior.(3)
Karena perjalan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf kanan.(3)
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang – cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskuler superious. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.(3)
Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi kanker. Terdapat dua system drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Disebelah superor, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales ( satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan disebut nodi Delphian ), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.(3)
Struktur Laring Dalam
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorius. Namun, bagian – bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar, misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius.(3)
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglottis. Tiga pita mukosa ( satu pita glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika lateralis ) meluas dari epiglottis ke lidah. Diantara pita median dan setiap pita lateral terdapat suatu kantong kecil, yaitu valekula. Dibawah tepi bebas epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing – masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglottis adalah plika ariepiglotika, merupakan suatu membran kuadragularis yang dilapisi mukosa. Dilateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior. Dinding medialnya dibagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan dibagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot – otot lateral yang melekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Disebelah posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat.(3)
Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan berinsersi kedalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalah korda vokalis palsu atau pita ventricular, dan lateral terhadap kda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrane kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati ( plika vokalis ) adalah batas superior konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, dimana terdapat sejumlah kelenjar mucus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal sebagai laringokel.(3)
Struktur disekitarnya
Disebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa cincin trakea pertama, sementara lobus tiroid terletak diatas dinding lateral trakea dan dapat meluas hingga ke alae tiroid. Ismus perlu diangkat dan terkadang diinsisi saat melakukan trakeostomi menembus cincin kartilaginus trakealis yang ketiga. Otot – otot leher menutup laring dan kelenjar tiroid, kecuali digaris dimana raphe median menyebabkan struktur – struktur laring terletak dalam posisi subkutan. Membrana krikotiroidea mudah dipalpasi dan dalam keadaan darurat, dapat dengan cepat diinsisi unutk membuat jalan napas, arteri inominata tidak jarang melewati didepan trakea servikalis, sehingga perlu dilakukan palpasi yang cermat dalam pelaksanaan trakeostomi. Dilateral dan posterior terhadap laring adalah selubung karotis yang masing – masing berisi arteri karotis, vena jugularis dan saraf vagus.(3)
Pembagian tumor
1. Tumor jinak laring.
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang dari 5 % dari senua jenis tumor laring.
Tumor jinak laring dapat berupa (4)
1. Papiloma laring ( terbanyak frekuensinya ).
2. Nodulus vokal.
3. Kondroma.
4. Mieloblastoma sel granuler.
5. Hemangioma.
6. Poliposis korda vokalis difus.
7. Ulkus kontak.
8. Leukoplakia dan eritroplakia
2. Tumor ganas laring
Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan dibidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.(4)
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminim alkohol merupakan kelompok orang – orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring.(4)
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini dan pengobatan / tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.(4)
Klasifikasi Tumor Ganas Laring ( AJCC dan UICC 1988 )
clip_image001 Tumor primer ( T )
Supraglotis
Tis : karsinoma insitu
T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara / pita suara palsu ( gerakan masih baik ).
T2 : Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa bergerak ( tidak terfiksir ).
T3 :tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah ke krikod bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga preepiglotis.
T4 : Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
Glotis
Tis : karsinoma insitu.
T1 : Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau posterior.
T2 : Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir ( impaired mobility ).
T3 : Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.
Subglotis
Tis : Karsinoma insitu.
T1 : Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T2 : Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3 : Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua – duanya.

clip_image001[1] Penjalaran ke kelenjar limfe ( N )
Nx : Kelenjar limfe tidak teraba.
N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba.
N1 : Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2 : Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm.
N2a : Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
N2b : Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

clip_image001[2] Metastasis jauh ( M )
Mx : Tidak terdapat / terdeteksi.
M0 : Tidak ada metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
Staging (Stadium)
ST1 : T1 N0 M0
ST II : T2 N0 M0
ST III : T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0
ST IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2T3/T4 N1/N2/N3 M1
 
4. Tumor Jinak laring
4.1. Papiloma laring
Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multiple dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal , tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.
Bentuk Juvenil
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau daerah subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.
Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang – kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang – ulang.
Gejala
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Kadang – kadang terapat pula batuk. Apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klnik, pemeriksaan laring langsung,biopsi, serta pemeriksaan patologi – anatomik.
Terapi
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser. Oleh karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulamh berkali –kali. Kadang – kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma yang tumbuh lagi.
- Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang etiologinya belum diketahui dengan pasti.
Sekarang tersangka penyebabnya ialah virus, tetapi pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron inclusion body tidak ditemukan.
Untuk terapinya diberikan juga vaksin dari massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium atau ID methionin ( essential aminoacid ).
Tidak dianurkan memberikan radioterapi, oleh karena papiloma dapat berubah menjadi ganas.(4)
4.2. Nodulus Vokal
Terdapat berbagai sinonim klinik untuk polip nodular vokalis, termasuk screamer’s nodule, singer’s node atau teacher’s node. Nodulus jinakdapat unilateral dan timbul akibat penggunaan korda vokalis yang tidak tepat atau berlangsung lama. Seringkali bilamana disertai peradangan, maka korda vokalis akan saling melekat kuat, sehingga terbentuk suatu polip atau nodul. Nodul dapat bervariasi secara histologis dari suatu tumor edematosa yang longgar dan lunak, hingga massa fibrosa yang padat, atau suatu lesi vascular dengan banyak pembuluh kecil sebagai gambaran utamanya. Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan re – edukasi vokal, namun banyak juga yang memerlukan pembedahan endoskopik.( 3 )
4.3. Kondroma
Kondroma merupakan tumor kartilago hialin yang tumbuh lambat, dapat berasal dari kartilago krikoidea, tiroidea, aritenoidea dan epiglotika. Suara serak akibat keterbatasan gerak korda vokalis dan dispnea disebabkan obstruksi jalan nafas merupakan gejala utama. Banyak tumor kemudian mengalami klasifikasi dan dapat dicurigai melalui pemeriksaan radiografik. Terapi bersifat bedah, di mana asal dan besarnya tumor menentukan teknik bedah. Karena tumor ini tumbuh lambat, maka terkadang dapat diangkat sebagai guna meringankan gejala penderita, tanpa perlu mengorbankan laring.(3)
4.4. Mioblastoma Sel Granular
Tumor ini cenderung timbul pada lidah dan laring. Suara serak merupakan gejala utama tumor kecil ini, dan tidak sering rekurens setelah pengangkatan secara endoskopis. Mukosa yang menutup mioblastoma sel granular dapat memperlihatkan hiperplasi pseudoepitelial, yang dapat dikelirukan dengan karsinoma.
4.5. Hemangioma
Hemangioma pada daerah subglotis pada laring dibicarakan di sini karena merupakan suatu tumor yang terjadi pada bayi dibawah usia enam bulan. Separuh penderita hemangioma laring juga memiliki suatu hemangioma eksterna pada kepala atau leher. Stridor plus hemangioma yang nyata sangat kuat menyokong diagnosis. Tumor-tumor ini bukanlah neoplasma sejati namun lebih merupakan kelainan vascular, tumor cenderung beregresi biasanya menjelang usia 12 bulan. Gejala hemangioma tidak berupa perdarahan, namun berupa sumbatan jalan nafas. Suara dan proses menelan biasanya normal. Hemangioma terletak sangat dekat dengan korda vokalis, yaitu diatas lokasi trakeotomi dan benar-benar subglotis. Radiogram lateral dapat memperlihatkan suatu massa dalam jalan nafas. Secara endoskopis, ditemukan massa yang licin dan dapat ditekan, seringkali pada dinding posterior atau lateral. Terapi seringkali dengan trakeotomi dan membutuhkan waktu untuk regresi. Eksisi laser kini dilakukan. Radiasi dosis rendah juga telah dilakukan, namun kini dihindari karena kekhawatiran akan timbulnya karsinoma tiroid lanjut.(3)
4.6. Poliposis Korda Vokalis
Degenerasi polipoid di sepanjang korda vokalis biasanya berkaitan dengan penggunaan vokal yang lama, merokok, dan radang yang menetap. Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu sisi berturut-turut, untuk mencegah pembentukan sinekia pada komisura anterior. Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan re-edukasi vokal. Jika tidak demikian, mungkin akan terjadi kekambuhan jaringan polipoid yang tebal sepanjang korda vokalis.(3)
4.7. Ulkus Kontak
Kerja mekanis korda vokalis terhadap pasangannya lebih cenderung membentuk nodulus vokalis pada wanita dan anak-anak, sedangkan pada pria kemungkinan besar membentuk ulkus kontak. Gerakan korda vokalis pria yang kuat menyebabkan kedua kartilago aritenoidea bersentuhan, dan iritasi yang terjadi membentuk suatu granuloma yang disebut ulkus kontak. Secara khas, pasien mengeluh nyeri dan namun perubahan suara hanya ringan. Ulkus kontak menyembuh dengan lambat, biasanya dalam dua hingga tiga bulan. Terapi bicara lazimnya dapat membantu kesembuhan. Biopsi berguna untuk mengurangi jaringan granulasi yang berlebihan dan memberi keyakinan pada pasien bahwa granuloma tersebut tidak ganas.(3)
4.8. Leukoplakia dan Eritroplakia
Iritasi laring yang menetap terutama akibat merokok, dapat berakibat timbulnya suatu daerah keputih-putihan. Secara klinis, daerah putih ini disebut sebagai leukoplakia. Sebaliknya, daerah dengan makna klinis dan histology seringkali tampak kemerahan(eritroplakia). Tiap daerah laring dapat terlihat, namun biasanya korda vokalis paling sering terserang. Keluhan umumnya berupa suara serak. Biopsi daerah ini memperlihatkan hyperkeratosis, karsinoma in situ atau karsinoma sejati. Hiperkeratosis ditemukan pada hampir seluruh biopsy. Terapinya adalah dengan pengangkatan total secara endoskopis, dan pengawasan pasien dengan cermat. Merokok harus dikurangi. Hiperkeratosis dapat menjadi karsinoma invasif setelah beberapa waktu, namun hal ini tidak sering terjadi, kebanyakan ahli memperlihatkan angka insidens sebesar 15 persen atau kurang.(3)
II.5. Tumor ganas laring
Dalam periode 6 tahun ( 1980 – 1985 ), di bagian THT RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 14 penderita karsinoma laring dengan perbandingan laki – laki dan perempuan sebanyak 7 : 1. perbandingan ini agak tinggi diluar negeri, mungkin karena ada kecendrungan meningkatnya kebiasaan kaum wanita diluar negeri ( negeri barat ) untuk merokok dan minum alkihol.
Karsinoma laring terbanyak didapatkan pada pasien yang berumur menjelang tua, dengan usia antara 50 – 60 tahun.
 
Epidemiologi
Kebanyakan ( 70 – 90 % ) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik merupakan 60 – 65 %, supraglotik 30 – 35 %, dan infraglotik hanya 5 %. Merokok merupakan penyebab utama.(5)
 
Diagnosis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang - timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang juga kadang – kadang adalah seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah ( vocal abuse ), peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang – kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial - ekonomi yang lemah.
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut.
Gejala yang sering dijumpai adalah suara parau, yang disebabkan oleh lesi yang mengenai daerah pita suara. Disusul oleh sesak nafas yang disebabkan oleh tertutupnya jalan nafas oleh tumor, dan batuk yang kadang – kadang dengan reak yang bercampur darah yang dikarenakan adanya ulserasi pada tumor tersebut, serta penurunan berat badan sebagai gejala umum.
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar, terutama pada stadium dini / permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring.
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat ( field of cancerisation ), dan kemudian melakukan biopsi.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru , ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak ( soft tissue ) leher dari lateral kadang – kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya cukup besar. Apabila memungkinkan, CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari bahan biopsi laring, dan biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar limf dileher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
Dari semua hasil pemeriksaan, dirangkum dalam penentuan stadium tumor, yang didasari dari klasifikasi menurut UICC.
Staging ( = Stadium )
ST1 : T1 N0 M0
STII : T2 N0 M0
STIII : T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0
STIV :T4 N0/N1 Mo
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1
 
Penanggulangan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya.
Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.
Jenis pembedahan adalah laringektomia totalis atau pun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limf leher. Dibagian THT RSCM tersering dilakukan laringektomi totalis, karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan, karena teknik sulit untuk menentukan batas tumor.
Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian Sitostatika tidak sampai selesai karena, keadaan umum memburuk, di samping harga obat ini yang relative mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pasien.
Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aero-digestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.
 
Rehabilitasi suara
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanent di leher.
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (eso-phageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.(4)
Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna-laring guna menyokong aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi.(4)