Senin, 20 Februari 2012

Rhinitis Alergi

 
A. DEFINISI
Rinitis alergi adalah penyakit/ kelainan yang merupakan manifestasi klinik reaksi hipersensitiv tipe I (Gell & Coombs) dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran.
 
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan sifat berlangsungnya, rinitis alergi dibedakan atas :
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis). Hanya ada dinegara yang memiliki 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari dan spora jamur.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya sifat berlangsungnya yang berbeda.
Gejala rinitis alergi sepanjang tahun timbul terus-menerus atau intermiten. Meskipun lebih ringan dibandingkan rinitis musiman, tapi karena lebih persisten, komplikasinya lebih sering ditemukan. Dapat timbul pada semua golongan umur, terutama anak dan dewasa muda, namun berkurang dengan bertambahnya umur. Faktor herediter berperan, sedangkan jenis kelamin, golongan etnis dan ras tidak berpengaruh.


 

C. ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah alergen inhalan (dewasa) dan ingestan (anak-anak). Pada anak-anak sering disertai gejala alerhi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.
Diperberat oleh faktor non spesifik, seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban yang tinggi.
 

D. PATOFISIOLOGI

Pada reaksi alergi ini dilepaskan berbagai zat mediator yang akan menimbulkan gejala klinis. Zat mediator utama dan terpenting adalah histamin yang memiliki efek dilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas kapiler, iritasi ujung-ujung saraf sensoris dan aktivasi sel-sel kelenjar sehingga sekret diproduksi lebih banyak.
 

E. DIAGNOSIS BANDING

Rinitis non alergi, rinitis infeksi dan commond cold.
 

F. MANIFESTASI KLINIS

Serangan bersin berulang lebih dari lima kali dalam satu serangan. Rinorea yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, kadang disertai lakrimasi. Tidak ada demam. Gejala sering tidak lengkap.
Gejala spesifik lain pada anak-anak bila penyakit telah berlangsung lama (>2 tahun) adalah bayangan gelap didaerah bawah mata (allergic shinner) akibat stasis vena sekunder karena obstruksi hidung. Anak sering menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan (allergic salute). Lama-lama akan mengakibatkan timbul garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah (allergic crease).
Sering disertai penyakit alergi lainnya seperti asma, urtikaria atau eksim.
Pada rinoskopi anterior didapatkan mukosa edema, basah, pucat atau livid, disertai banyak sekret encer. Diluar serangan, mukosa kembali normal, kecuali bila telah berlangsung lama.
 

G. KOMPLIKASI

Polip hidung, otitis media dan sinusitis paranasal.
 

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaaan sitologi hidung sebagai pemerikasaan penyaring atau pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan dan sel polimorfonuklear menunjukan infeksi bakteri.
Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat.
Yang lebih bermanfaat tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno assay).
Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk (prick test), uji provokasi hidung/ uji inhalasi dan uji gores. Dilakukan diet eliminasi dan provokasi untuk aleri makanan.
 

I. PENATALAKSANAAN

Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral atau lokal. Preparat yang dipakai adalah agonis alfa adrenoreseptor, terutama untuk mengatasi sumbatan hidung. Diberikan peroral, biasanya dalam kombinasi dengan antihistamin seperti pseudoefedrin fenilpropanolamin. Pemberian topikal harus hemat dan jangka pendek (4-10 ahri). Efek kortikosteroid baru terasa setelah pemakaian agak lama. Pemakaian lokal dengan preparat baru, seperti beklometason, flunisolid, dan budesonid untuk jangka panjang cukup aman. Pemakaian peroral dengan pemberian intermiten atau tapering off hanya untuk kasus berat, diberikan 2 minggu sebelum pemberian topikal agar pemberian topikal efektif.
Dapat diberikan natrium kromolat dalam bentuk inhalasi untuk pencegahan.
Untuk hipertropi konka, pasien harus dirujuk agar dapat dilakukan kauterisasi konka inferior dengan nitras agenti atau triklor asetat. Jika hipertropi sudah berat dapat dilakukan konkotomi.
Untuk gejala yang berat dan lama serta bila terapi lain tidak memuaskan, dilakukan imunoterapi melalui desensitisasi dan hiposensitisasi atau netralisasi.