Senin, 02 Agustus 2010

Prof. Dr. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM



Jumat, 30 April 2010. Ada suasana lain di lobby utama Faklutas Kedokteran Univesitas Indonesia. Di sana, terpampang sekitar 50-an profil para guru besar FKUI dilengkapi identitas diri, prestasi dan karya ilmah, afiliasi institusi, serta publikasi penelitian yang mereka lakukan. Semua terpajang rapi. Salah satunya adalah profil Prof. Dr. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM.

Kelahiran Yogyakarta tahun 1947 ini dikenal sebagai pakar HIV/AIDS, terbukti dengan banyaknya karya ilmiah dan buku yang dibuat untuk kasus ini. Salah satu bukunya Membidik AIDS yang sudah 2 kali cetak ulang, ikut dipajang dalam acara “Profesor Exspo FKUI”.

Ayah 3 anak ini semula tidak bercita-cita menjadi dokter. “Saya ingin menjadi pilot,” dia tertawa. Atas saran sang ibu, ia kemudian mendaftar di FKUI. Karena tekun dan ulet, karirnya terus menanjak hingga bisa menjadi professor. Prof. Zubairi biasa main internet minimal 2 jam sehari, untuk meng-up date perkembangan dunia kedokteran. Ia juga hoby fotografi. Salah satu hasil jepretannya adalah foto cucu tercinta (Arviandra Suryo Indarto), 2 tahun, yang juga ikut dipajang.

Foto cucu laki-laki tercinta ini dibuat pada hari Sabtu dan Minggu; hari berkumpul bersama istri dan putra putri tercinta. Di mana belajar fotofrafi? “Dari ayah,” katanya. Sang ayah mengajarinya mulai dari cara mengambil gambar, posisi tubuh yang benar, termasuk cara mencetak foto di ruang gelap.

Prof. Zubairi punya koleksi kamera, salah satunya Canon 7D yang sedang menjadi trend di kalangan fotografer professional. Hoby fotografi membuatnya kadang harus sering bolak balik ke studio foto. “Saya bolak balik mencetak foto cucu hingga berberapa kali, sampai saya betul-betul mendapatkan gambar yang diinginkan,” ujarnya.

Karena menyilaukan, ia dilarang menyalakan lampu blitz saat menjepret sang cucu. Hal ini justru dianggap sebagai tamtangan, untuk menghasilkan foto terbaik. Sekaligus untuk mengasah kemahirannya, dalam mem-freeze waktu.