Senin, 02 Agustus 2010

dr. Nur Rasyid SpU

Lahir di Bangkalan, Madura, 46 tahun silam, dr. Nur Rasyid, SpU jarang mudik setelah jembatan Suramadu selesai dibangun. Lho? “Kedua orangtua sudah meninggal,” ujar Kepala Departemen Urologi RSCM. Lulus SMA dulu, awalnya ia berminat masuk ITB Bandung, karena jago fisika dan matematika. Karena dalam keluarga belum ada yang menjadi dokter, ia disarankan masuk FK dan diterima.

Sebagai dokter, ia merasa menemukan kebahagiaan. Terlebih setelah menjadi spesialis urolog. “Sebagai urolog, saya bisa menyalurkan kegemaran dalam bidang tehnik. Saya sering menggunakan alat-alat dan teknologi,” dia tertawa. Pernah ia ditugaskan ke Makassar untuk waktu yang lama. Tapi, pimpinan segera meminta agar ia kembali bertugas di RSCM. Sejak itu, ayah dua anak ini berkarir di Jakarta.

Dalam beraktivitas, ia tak pernah ngoyo. Dan tak merasa harus iri kepada sepupu atau saudaranya yang lain, yang relative lebih cepat sukses secara ekonomi. Ia selalu menikmati apa yang dilakukan, dan karena senang, “Saya nggak pernah merasa capek.”

Tidak ngoyo, bukan berarti bekerja santai. Terbukti, ia mendapat penghargaan The Worldwide Busiest “Edap” ESWL in 2001 dan The Worldwide Busiest “Richard Wolf” ESWL in 2009. Pada tahun-tahun itu, mesin ESWL berbeda yang ada di RSCM digunakan untuk setidaknya 200 pasien dengan penyakit batu ginjal sebulan.

Tapi, sesibuk apa pun, dr. Rasyid tetap menyempatkan diri untuk menekuni hobinya yaitu bola. “Dulu senang main bola, sekarang cukup nonton bola,” katanya. Idolanya adalah Messi, pemain asal Agrentina yang kini bergabung di Klub Barcelona. Messi hari-hari ini memang sedang naik daun. Banyak penonton berdecak kagum menyaksikan bagaimana dengan lincahnya dia menerobos pertahanan lawan, dan dalam posisi sulit mampu menjaringkan si kulit bundar ke gawang lawan. “Permainannya unpredictable,” kata dr. Rasyid.