Selasa, 24 Februari 2009

Pneumomediastinum

 

Pneumomediastinum pertama kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1819 sebagai akibat dari jejas traumatik. Pneumomediastinum didefinisikan sebagai adanya udara atau gas bebas yang diketemukan pada mediastinum, yang pada umumnya berasal dari rongga alveolar atau jalan nafas1.

Etiologinya berasal dari multifaktorial, banyak para ahli yang menyebutkan bahwa pneumomediastinum dapat diantaranya disebabkan oleh spontan Pneumomediastinum (pneumomediastinum yang terjadi sebagai akibat penyakit sekunder atau proses lainnya) dan dapat juga disebabkan oleh akibat sekunder dari trauma dada, endobronkhial atau esophageal, ventilasi mekanis atau bedah dada atau berbagai macam prosedur invasif lainnya 1,2.

Pneumomediastinum traumatik dilaporkan lebih banyak terjadi pada laki-laki dewasa, ini mencerminkan banyaknya kecenderungan aktivitas laki-laki dewasa yang akan meningkatkan resiko terjadinya barotrauma, misalnya sering menyelam atau sering melakukan pekerjaan yang menahan nafas seperti aktivitas atletik dan angkat berat. Berbeda dengan penelitian oleh Damore pada tahun 2001 yang melaporkan ada 29 kasus pneumomediastinum yang berlangsung selama periode 10 tahun ternyata tidak ada hubungannya dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah, dan 69% dari pasien ini adalah laki-laki. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Adams tahun 2003, dilaporkan bahwa pneumomediastinum lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita.5

Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa kejadian pneumomediastinum dapat terjadi pada anak-anak meskipun sangat jarang. Dari review yang dilakukan oleh Chalumeau et al., menyebutkan prevalensi pneumomediastinum pada anak-anak berkisar dari 1 per 800 sampai 1 per 42.000 pada pasien yang dirawat di unit gawat darurat. Pada tahun 1996, Stack et al melaporkan adanya insidensi Pneumomediastinum yang ada hubungannya dengan asma yang dirawat di rumah sakit selama periode 10 tahun sebesar 0,3 %. Umur rata-rata dari pasien yang diserang adalah 11 tahun, disini tak ada perbedaan seks. Dari 2000 studi yang dilakukan oleh Briassoulis et al dari Athena, Yunani yang mengevaluasi frekuensi kebocoran udara pada anak-anak yang mendapatkan ventilasi mekanik dilaporkan prevalensi sekitar 27%1.

2.1. Definisi

Pneumomediastinum atau mediastinal emfisema merupakan suatu kondisi terdapatnya udara di dalam mediastinum5.

2.2. Anatomi Mediastinum

Rongga viseral di leher yang terletak diantara lapisan-lapisan tengah dan di antara fasia servikalis melanjut melalui pintu atas rongga dada sebagai mediastinum.6 Mediastinum merupakan daerah diantara paru kanan dan paru kiri termasuk pleura mediastinalis. Di depan dibatasi oleh sternum, belakang oleh vertebrae thoracalis, meluas dari aperture thoracicus superior sampai aperture thoracicus inferior (diafragma)4. Mediastinum melanjut dari permukaan belakang sternum ke permukaan anterior tulang belakang torakal. Pada kedua sisinya, mediastinum dibatasi oleh pleura mediastinalis (pleura parietalis) dan ke arah bawah dibatasi oleh diafragma. Mediastinum dibagi dalam mediastinum superior dan inferior. Mediastinum inferior dibagi lagi dalam mediastinum-mediastinum posterior, medium, dan anterior4,6.

Mediastinum superior meluas dari pintu atas rongga dada sampai suatu dataran horisontal di atas jantung. Mediastinum posterior, medium dan anterior terletak di bawah dataran tersebut. Mediastinum superior berisi batang-batang saraf yang memasuki dan meninggalkan mediastinum posterior. Mediastinum superior juga mengandung suatu alat dengan ciri-ciri khas, yakni kelenjar timus. Mediastinum posterior meluas antara vertebra-vertebra torakal dan perikardium posterior. Secara aksial, rongga ini berisi batang-batang saraf besar dan alat-alat tubular, yang umumnya melalui mediastinum posterior secara lurus.6

Mediastinum posterior dilintasi mediastinum posterior dengan batang-batang nervus vagus yang terletak di depan dan di belakangnya. Aorta torasikus, vena asigos, dan vena hemiasigos. Trunkus simpatikus terletak lateral terhadap tulang-tulang belakang dan di depan kepala-kepala iga. Batas antara mediastinum-mediastinum posterior dan medium terletak pada bidang frontal, anterior terhadap percabangan trakea, kira-kira setinggi hilus paru. Mediastinum medium mengandung jantung yang terletak di dalam kantong perikardial. Pleura mediastinalis melilputi perikardium dan diantara keduanya, pada kedua sisi dapat ditemukan nervus frenikus dan arteri perikardiokofrenika beserta venanya. Mediastinum anterior adalah celah berbentuk belahan berisi jaringan ikat, terletak di depan jantung, antara perikardium dan dinding dada.6

2.3 Etiologi

Tiga penyebab terjadinya pneumomediastinum adalah :

  1. Ruptur alveolus dengan diseksi udara ke dalam mediastinum.
  2. Perforasi atau ruptur esophagus, trakea atau bronkus utama.
  3. Diseksi udara dari leher atau abdomen ke dalam mediastinum3.

Beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan pneumomediastinum diantaranya batuk yang frekuen, menangis, berteriak, muntah, defekasi dan valsava yang dapat meningkatkan tekanan alveolar. Beberapa penyakit pernafasan, diantaranya asma, bronkhiolitis, pasien dengan tindakan intubasi dan ventilasi mekanik termasuk dalam resiko yang tinggi mengalami pneumomediastinum3,5.

Selain itu, aktivitas yang dapat menimbulkan barotrauma, misalnya menyelam, merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya pneumomediastinum. Sering melakukan pekerjaan yang menahan nafas (misalnya aktivitas atletik, weight lifting). Memainkan alat musik tiup juga merupakan faktor resiko pneumomediastinum5.

Epidemiologi

Pada serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Stack tahun 1996 tentang pneumomediastinum yang terjadi pada seseorang yang menderita asma, ada sedikit dominansi pada laki-laki dalam prevalensi pneumomediastinum2,5.

Dalam penelitian kasus pneumomediatinum lainnya didapatkan lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Pada tahun 2001 Damore melaporkan ada 29 kasus pneumomediastinum yang berlangsung selama periode 10 tahun tidak ada hubungannya dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah; 69% dari pasien ini adalah laki-laki.5

Pada pneumomediastinum traumatik lebih banyak terjadi pada laki-laki, ini mencerminkan kecenderungan aktivitas yang akan meningkatkan resiko terjadinya barotrauma, misalnya sering menyelam atau sering melakukan pekerjaan yang menahan nafas (misalnya aktivitas atletik, angkat berat). Kejadian ini akan lebih hebat lagi bila disertai dengan batuk, muntah dan melakukan gerakan valsalva (menahan nafas dengan menutup hidung) semua itu akan cenderung menyebabkan pneumomediastinum yang akan bekurang dengan pertambahan umur2,5.

Pertambahan umur berkaitan dengan pneumomediastinum terjadi bersamaan dengan proses penyakit yang lainnya dan akan bervariasi menurut profil umur dari penyakit tersebut. Umur rata-rata dari pasien yang diserang adalah 11 tahun; disini tak tak ada perbedaan seks5.

Studi terbaru dari Nashville, Tennese melaporkan frekuensi gas ekstra abdominal untuk serangkaian pasien ini yang akan menjalani operasi esofageal laparoskopik. Ada empat puluh tujuh persen pasien (N =45) yang menunjukkan udara ekstra abdominal yang terlihat dalam radiografi thorax. dari semua ini ada 86% yang mengalami pneumomediastinum. Pneumomediastinum ini akan tetap bertahan sedikitnya 1 hari setelah operasi pada dua pertiga kasus.

Dalam serangkaian pasien dengan sindroma sesak nafas akut yang dipengaruhi oleh sepsis (ARDS), kebocoran udara dari berbagai macam jenis, tidak termasuk dengan pneumothorax terjadi pada 3,7 % pasien. Tekanan ventilator dan volume yang terjadi tidak ada hubungannya dengan terjadinya kebocoran udara. Dalam serangkaian pasien dewasa yang mengalami trauma dada, sekitar 10% dari mereka ini mengalami Pneumomediastinum. Mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan Pneumomediastinum biasanya dikarenakan oleh adanya penyakit ini. Pneumomediastinum biasanya merupakan keadaan yang tidak akan menyebabkan kematian2,5.

Tergantung pada keadaan jejas yang terjadi, rerata mortalitas yang ada hubungannya dengan pneumomediastinum itu mungkin sangat tinggi sampai 50-70% pada sindroma Boerhaave (ruptura esophageal setelah muntah). Terjadinya kebocoran udara ini, menurut studi yang dilakukan pada tahun 1998 oleh Weg et al, semua itu tak ada hubungannya dengan meningkatnya rerata mortalitas pada pasien dengan ARDS yang dipengaruhi oleh sepsis. Faktor predisposisi yang lainnya yang ada hubungannya dengan rerata mortalitas yangtinggi meliputi trauma (baik trauma akibat benda tumpul atau tusukan, terutama dengan jejas kecepatan tinggi), asma dan perforasi trakheobronkhial5.

Morbiditas yang paling sering disebabkan oleh pneumomediastinum adalah gejala-gejala seperti nyeri dada, perubahan suara dan batuk. Kadang, pseudotamponade akan menyebabkan penurunan cardiac output. Kompressi laringeal biasanya menyebabkan terjadinya stridor. Emboli udara (gas) jarang dilaporkan.

Patofisiologi

Pneumomediastinum merupakan penyakit yang jarang menimbulkan komplikasi klinis, yang lebih sering disini adalah kondisi-kondisi yang memperburuk itu yang akan menyebabkan penyakitnya menjadi sangat signifikan. Pada berbagai keadaan yang jarang, tekanan pneumomediastinum ini dilaporkan disertai dengan perubahan tekanan mediastinum sehingga menyebabkan penurunan cardiac output, baik oleh penekanan jantung secara langsung atau karena menurunnya venous return. Bila ada gas mediastinum atau subkutan yang sangat banyak, mungkin akan terjadi penekanan pada jalan nafas1.

Keterangan umum yang bisa diterima untuk terjadinya pneumomediastinum adalah adanya gas bebas (biasanya udara, meskipun kadangkala bukan) yang masuk melalui alveoli yang rusak disepanjang lapisan vaskular peribronkhial kearah hilus paru. Dari daerah ini terus akan meluas kearah mediastinum. Dengan sendirinya, jalur udara ini tak hanya terjadi pada mediastinum; udara itu akan menyebar melalui bidang-bidang jaringan ini sehingga menyebabkan pneumoperitoneum, pneumoretroperitoneum, pneumoperikardium, pneumothorax dan emphysema subkutan1,2.

Efek Macklin sebagaimana pertama kali diterangkan pada tahun 1939, adalah kondisi triad yang bisa menerangkan terjadinya berbagai kasus pneumomediastinum. Proses ini dimulai dengan ruptura alveolar, setelah itu udara akan menjalar disepanjang bungkus bronkhovaskular dan lama kelamaan akan mencapai mediastinum2.

Gejala Klinis

Gejala klinis yang menyertai pneumomediastinum berkisar dari tidak ada gejala sampai gejala yang berat. Beberapa gejala diantaranya :

  1. Nyeri dada

Pada 50- 90% kasus pneumomediastinum ini mengeluhkan adanya nyeri dada. Khasnya terdapat nyeri dada substernum yang berat dengan atau tanpa penyebaran ke leher dan lengan, yang diperberat dengan inspirasi. Nyeri dada ini menyerupai gejala awal dari infark miokard.

  1. Dyspnea atau sesak nafas.
  2. Demam

Demam kadang timbul menyertai gejala yang lain, demam ini diakibatkan adanya pelepasan sitokin.

  1. Nyeri tenggorokan
  2. Disfagia5

Pemeriksaan Fisik

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan :

  1. Emfisema Subkutis.

Biasanya ditemukan emfisema subkutis. Meskipun bukan merupakan tanda patognomik dari pneumomediastinum, udara di subkutis menunjukkan adanya udara bebas di dalam rongga thoraks. Pada tahun 1996, Stack melaporkan adanya emfisema subkutis pada 73% penderita pneumomediastinum.

  1. Tanda Hamman

Tanda Hamman merupakan tanda patognomik dari pneumomediastinum. Tanda Hamman ini terdiri dari :

- Precardial Systolic Krepitasi

- Melemahnya bunyi jantung

Tanda hamman ini menimbulkan bunyi “klik” ( oleh karena adanya krepitasi) yang sinkron dengan denyut jantung, dan akan lebih jelas didengarkan pada posisi miring (dekubitus) lateral kiri2,5.

Diagnosis

Diagnosis pneumomediastinum ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang melalui radiografi dada. 5

2.8 Diagnosis Banding

- Mediastinitis

- Pneumothoraks

- Pneumonia

- Asma

- Sindrom aspirasi

- Bronkitis akut dan kronik

- Bronkiolitis

- Infark miokard1,2,,3,5

Pemeriksaan Penunjang

  1. Pemeriksaan dengan Pencitraan

a. Radiografi dada

- Pada pemeriksaan radiologi dada biasanya menunjukkan pneumomediastinum (meskipun tidak selalu ditemukan, dapat dengan menggunakan CT-scanning dada). Radiografi lateral dapat menunjang diagnostik yang lebih tepat. Gambaran yang ada adalah adanya gas pada ruang mediastinal. Pada penyakit- penyakit penyerta seperti pneumothorax, pneumoperitoneum, pneumoretroperitoneum dan pneumopericardium) mungkin dapat ditemukan.

clip_image002

Gambar 1. Radiografi lateral pada pasien perempuan berusia 3 tahun dengan riwayat persalinan prematur, penyakit paru kronis, dan asma yang menderita pneumonitis viral dan batuk persisten.

- Garis tipis radiolusen menunjukkan adanya gas bebas, yang mungkin dapat terlihat vertikal ( sepanjang sisi kiri jantung), retrosternal prekardial atau mengelilingi trakea. Gambaran khas pneumomediastinum yang dapat terlihat dari pemeriksaan radiografi dada tersebut, yaitu garis udara sepanjang struktur anatomis sepanjang mediastinum termasuk “thymic sail sign”, “tanda cincin yang mengitari arteri”, tubular artery sign, double bronchial sign, diafragma yang menyambung dan tanda ekstrapleural (gambar 2). clip_image004

Gambar 2. Pneumomediastinum

- Pada gambar 2, radiograf dada yang menunjukkan pneumomediastinum seperti subkutan emfisema pada seorang wanita yang diintubasi karena gagal nafas.

- Cincin yang mengelilingi arteri (artery tubular), sebuah area radiolusen yang dapat terlihat mengelilingi arteri pulmonalis kanan pada radiograf dada lateral.

- Thymic sail (spinnaker) sign, pada bayi dengan pneumomediastinum, lobus thymic terangkat ke atas membentuk spinnaker yang penuh.

b. Radiografi kontras

- Dalam kasus suspek perforasi esophageal, pemeriksaan dengan kontras sangat dianjurkan. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk menggunakan agen kontras cair yang mudah larut yang diikuti dengan barium jika normal, tidak ditemukan kelainan dan untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan.

  1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan gas darah arteri

- Gas darah arteri harus diperiksa pada pasien dengan distress respirasi

- Gas darah mungkin normal atau bahkan menimbulkan keadaan hipoksia atau hiperkarbia, tergantung dari toleransi akut sistem respiratorik.

b. Enzim jantung

- Untuk menyingkirkan adanya infark miokard.

  1. Pemeriksaan Lainnya.

a. Elektrokardiografi

- Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan untuk menyingkirkan infark miokardial, perikarditis dan miokarditis. Namun penurunan tegangan, ST depresi dan gelombang T non spesifik mungkin dapat muncul meski pada kasus tanpa pneumoperikardium.

  1. Prosedur Pemeriksaan

- Prosedur pemeriksaan secara umum tidak terindikasi secara spesifik. Pemasangan “chest tube” seyogyanya tidak dilakukan, kecuali ada gejala pendukung yang menyokong pneumothorax.

- Bronkoskopi diindikasikan pada suspek trakeobronkial yang kemungkinan disebabkan oleh trauma dada.

- Esofagoskopi diindikasikan pada suspek perforasi esophageal.

2.10 Penatalaksanaan

  1. Perawatan Medis.

Perawatan medis tergantung pada status klinis pasien.

- Ventilasi mekanik. Meskipun ventilasi mekanik dapat menyebabkan kebocoran udara, termasuk pneumomediastinum, namun dengan dilakukannya ventilasi mekanik dan bahkan peningkatan penunjang respirasi mungkin diperlukan, tergantung dari kegawatdaruratan distress respirasi dan derajat toleransi yang disebabkan oleh kebocoran udara tersebut. Prinsipnya termasuk dengan penggunaan tekanan terendah atau volume tydal yang diperlukan untuk memperoleh pertukaran karbondioksida dan oksigen yang cukup. Hiperkapnea permissive, sebuah strategi ventilasi yang berdasar pada oksigenasi yang adekuat dan pH darah. Ketika terjadi sebagian peningkatan karbondioksida dengan bantuan ventilasi untuk meminimalisasi barotrauma.

- Pada beberapa kasus dilaporkan tentang keberhasilan penggunaan High- frequency oscillatory ventilation pada pasien anak- anak dengan sindrom distress pernafasan akut dan pneumomediastinum.

- Asynchronous independent lung ventilation telah dilaporkan sebaga terapi pada pneumomediastinum.

- Nitrogen washout dengan inhalasi oksigen 100%. Diyakini dapat digunakan untuk terapi pneumomediastinum.

  1. Penanganan dengan metode pembedahan

Intervensi bedah jarang dilaporkan pada kasus pneumomediastinum. Intervensi bedah disiapkan untuk penanganan kardiorespiratorik.

- Mediastinoscopy digunakan untuk meningkatkan usia harapan hidup dan penatalaksanaan pneumomediastnum, dilaporkan hanya pada sedikit kasus.

- Precutaneus placement of mediastinal drainage tube telah dilaporkan. CT- guide placement juga dapat dipertimbangkan.

- Double mediastinotomy dilakukan dengan lokal anestesi, telah digunakan sebagai usaha untuk mengalirkan udara mediastinal.

2.11 Medikamentosa

Tidak ada terapi medis yang diindikasikan. Konsdisi- kondisi lain seperti asma, gastroesophageal reflux disease harus mendapatkan pengobatan.

2.12 Perawatan Lanjut

  1. Rawat Inap

- Pasien harus dimonitoring dengan ketat (secara klinis dengan cardiorespiratory monitor, pulse oximetry) untuk mengantisipasi komplikasi lanjutan yang lebih serius pada pneumomediastinum seperti tension pneumomediastinum, pneumothorax atau pneumoperikardium.

- Pasien harus menghindari aktivitas fisik yang berat yang membutuhkan kekuatan respiratorik. Fungsi paru harus selalu di cek.

- Apabila ada kecurigaan terjadi perforasi esofagus dan beresiko tinggi untuk terjadinya mediastinitis lanjut, maka pasien harus diobservasi dengan ketat.

  1. Rawat Jalan

- Pasien harus menghindari faktor resiko yang berhubungan dengan pneumomediastinum. Namun pedoman resmi tentang perawatan pendukung masih belum jelas. Rekomendasi perawatan yang ada lebih berhubungan dengan perawatan pneumothorax.

- Aktivitas fisik yang berhubungan dengan resiko pneumomesdiastinum( seperti lifting, scuba diving, memainkan alat musik tiup) harus diminimalisasikan. Diving dapat menyebabkan kebocoran udara, sehingga diving sering menjadi kontraindikasi. Penulis- penulis yang menyarankan untuk tidak melakukan aktivitas- aktivitas yang telah disebutkan di atas, minimal dalam waktu 6 bulan, jika pneumomediastinum kambuh kembali maka pasien harus menghentikan aktivitas- aktivitas tersebut.

- Kondisi medis yang berhubungan dengan perkembangan pneumomediastinum harus ditangani dengan cepat. Hal ini termasuk asma dan muntah yang rekuren ( contoh dari GERD, kemoterapi, bulimia).

- Anak- anak dengan resiko pneumomediastinum atau dengan riwayat perkembangan pneumomediastinum harus mendapatkan vaksinasi penuh, termasuk vaksinasi influenza.

  1. Terapi Pasien dalam dan luar

- Tidak ada teapi medis yang spesifik diindikasikan untuk pencegahan pneumomediastinum. Seperti diungkapkan di atas. Keadaan yang berhubungan dengan pneumomediastinum harus mendapatkan perawatan dengan segera, bagi pasien dengan riwayat pneumomediastinum dapat mendapat terapi antitusif saja jika sakit bersin- bersin atau batuk.

  1. Rujukan

- Penanganan Intensif. Pasien- pasien dengan distress respirasi akut, peningkatan kebutuhan oksigen, sindrom kebocoran udara lain atau tanda- tanda kompensasi kardiovaskular perlu dirujuk ke unit penanganan intensif untuk penanganan dan monitoring lebih lanjut.

- Penanganan Pediatri Superintensif. Apabila pasien mempunyai kompensasi atau kondisi serius yang berhubungan dengan pneumomediastinum ( contoh perforasi esofageal) dapat dirujuk ke unit penanganan superintensif.5

2.13 Pencegahan

- Menghindari aktivitas faktor resiko, seperti memainkan alat musik tiup, scuba diving, termasuk aktivitas atletik yang berat, 5.

2.14 Edukasi Pasien

- Edukasi pasien untuk menghindari faktor resiko atau pencetus yang dapat menimbulkan pneumomediastinum.

- Melakukan kontrol dan perawatan asma, melakukan vaksinasi pertusis dan influenza.

- Untuk informasi lebih lanjut disarankan untuk mengunjungi pusat kesehatan jantung dan sistem pernafasan serta dengan menambah pengetahuaan melalui artikel- artikel.

2.15 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat pneumomediastinum diantaranya:

1. Tension pneumomediastinum

- Meskipun jarang, tension pneumomediastinum dapat timbul, menyebabkan kompresi pada vena- vena besar, menyebabkan venous return, yang dapat mengakibatkan terjadinya hipotensi.

2. Mediastinitis

- Pneumomediastinum disertai oleh muntah- muntah yang masif dan frekuen dapat berhubungan dengan terjadinya sindrom Boerhaave yang dapat beresiko berkembang menjadi mediastinitis5.

2.16 Prognosis

pneumomediastinum jarang menyebabkan kematian. 2,5.

 

KESIMPULAN

  1. Pneumomediastinum adalah suatu kondisi dimana adanya udara atau gas bebas pada mediastinum yang umumnya berasal dari rongga alveolar atau jalan nafas dengan etiologi multifaktorial (lebih banyak berhubungan dengan spontan pneumomediastinum dibandingkan dengan kejadian yang berhubungan dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah).
  2. Prevalensi pneumomediastinum didominasi oleh laki-laki dibandingkan wanita. Faktor predisposisi yang berhubungan dengan rerata mortalitas meliputi trauma ( baik trauma akibat benda tumpul atau tusukan, terutama dengan jejas kecepatan tinggi), asma, dan perforasi trakeobronkhial. Morbiditas yang paling sering sebagai penyebab pneumomediastinum adalah nyeri dada, perubahan suara dan batuk, pseudotamponade yang dapat menyebabkan penurunan kardiak ouput, dan kompresi laringeal.
  3. Diagnosis pneumomediastinum ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang melalui radiografi dada. Dengan gambaran khas radiologi dada berupa:
    • Adanya gas pada ruang mediastinal (Radiografi lateral).
    • garis udara sepanjang struktur anatomis sepanjang mediastinum termasuk “thymic sail sign”, “tanda cincin yang mengitari arteri”, tubular artery sign, double bronchial sign, diafragma yang menyambung dan tanda ekstrapleural.

4. Prognosis pneumomediastinum adalah morbiditas atau mortalitas yang berhubungan dengan kondisi faktor presipitasinya. Dengan pneumomediastinum rekuren sebagai faktor resiko, namun pneumomediastinum terkadang tidak berakibat fatal


DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D. J., Pneumodiastinum, www.e-Medicine.com, 2005.

2. Hart, J.A, Kaufman, D.A, Pneumomediastium, www.medline.com, 2005.

3. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, Harrison”s Principles of Internal Medicine, Volume 3, Edisi ke-13, Jakarta: EGC, 2000: 1389.

4. Anonim, Viscera Thoracis, Laboratorium Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta : 16- 17

5. Adam, Pneumomediastinum, www.urac.org.com 2003.

6. Kahle, W., Leonhardt, H., Platszer W., Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia Alat-Alat Dalam, Jilid 2, Edisi 6, Jakarta, EGC, 1998:24.