Selasa, 24 Februari 2009

Konversi Histerik

 

Histeria adalah suatu kondisi dimana seseorang memindahkan penderitaan mentalnya pada suatu jenis penderitaan tubuh. Reaksi histeria adalah khas bagi kepribadian histerik yang mempunyai ciri narsistik (mencintai diri sendiri secara berlebihan), infantil (bertabiat kekanak-kanakan), suka bersandiwara (over acting), dan hiperaktif.

Hal-hal yang selalu terjadi dalam praktek sehari-hari adalah masih banyak masyarakat masih menganggap bahwa konversi histerik yang terjadi pada seseorang adalah kasus pura-pura, bahkan di luar negeri pun masih banyak para dokter yang bertindak tidak tepat karena mereka mengatakan bahwa konversi histerik adalah “it’s just your imagination” atau “there’s nothing wrong with you”. Suatu manifestasi klinik atau penyakit yang dicurigai sebagai gejala konversi histerik, maka anamnesa psikiatrik harus dibuat selengkap-lengkapnya. Kesulitan dalam membuat anamnesa psikiatrik adalah khas bagi penderita konversi histerik.

Insidensi konversi histerik di beberapa negara bervariasi antara 0,2 – 0,7 % dan prevalensinya bervariasi antara 3 - 6%. Di duga penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Penanganan dari konversi histerik pada intinya tidak ada terapi yang khusus, namun sebagai dokter yang terpenting dalam penanganan konversi histerik ini adalah memberikan terapi persuasif dan sugesti terhadap pasien.

Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa pendekatan religius juga perlu dilakukan pada penderita konversi histerik.

Definisi

Histeria ialah suatu kondisi dimana seseorang memindahkan penderitaan mentalnya pada suatu jenis penderitaan badaniah. Maka dari itu manifestasi badaniah tersebut dinamakan konversi histerik. Reaksi tersebut adalah khas bagi kepribadian histerik, yang dicirikan oleh sifat narsistik (mencintai diri sendiri secara berlebihan), infantil (bertabiat kekanak-kanakan), suka bersandiwara (overacting) dan hiperaktif.

Etiologi

Etiologi dari Konversi Histerik belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya Konversi Histerik yaitu adanya gangguan gerakan voluntar / involuntar, gangguan sensorik, gangguan kesadaran dan gangguan susunan saraf autonom.

Epidemiologi

Terdapat perbedaan data epidemiologi dari beberapa negara, hal ini disebabkan oleh belum adanya keseragaman dalam pengertian dan konversi histerik bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan. Insidensi kejadian konversi histerik di berbagai negara bervariasi antara 0,2-0,7%, prevalensi antara 3-6 %.

Konversi histerik di jumpai pada semua ras di dunia, yang insidensi dan prevalensinya hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka lebih tinggi di negara berkembang. Penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki. Awitan dapat dimulai pada semua umur. 30 %– 33% penderita mendapat serangan pertama pada usia kurang dari 17 tahun, 50-51 % terdapat pada kelompok lebih dari 20 tahun. 15% penderita pada usia lebih dari 35 tahun, dan 2% pada usia lebih dari 50 tahun.

Segi Psikiatrik

Seorang yang sedih, memperlihatkan paras muka yang khas. Dari paras mukanya dunia luar mengetahui bahwa ia sedang berduka cita. Paras muka sedih itu merupakan reaksi tubuh, sungguh-sungguh dan wajar. Reaksi histerik atau konversi histerik melambangkan suatu bentuk komunikasi “non-verbal”. Misalnya seorang wanita menjadi lumpuh pada kedua tungkai setelah ia mengancam akan meninggalkan suaminya. Konversi histeri yang berupa paraplegia melambangkan pembatalan ancamannya, yang sekaligus merupakan permohonan “non-verbal” yang bermakna: “Janganlah membiarkan saya meninggalkanmu”.

Karena komunikasi dengan bahasa tidak sanggup dilakukan, konflik emosi berkomunikasi dengan dunia luar dalam bentuk suatu jenis konversi histerik. Konflik emosi itu dirasakan tidak pantas untuk diungkapkan dengan kata-kata, dan meledaklah reaksi tubuh yang melambangkan konflik tersebut.

Walaupun penderita tidak mau mengungkapkan penderitaan mentalnya, sifat histeriknya dapat terungkap oleh pertanyaan-pertanyaan tentang manifestasi psikosomatik: “sering bernafas pendek dan cepat (hiperventilasi), sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang samar-samar”. Dalam hal ini harus diketahui sifat manusia. Seseorang lebih rela menderita penyakit badaniah daripada menderita penyakit jiwa. Kalau penyakitnya dinyatakan sebagai manifestasi gangguan mental, ia menerimanya sebagai penghinaan, oleh karena dalam penilaiannya, penyakit jiwa adalah penyakit yang merendahkan martabatnya dan nama baik keluarganya.

Sebagian para penderita konversi histerik justru bereaksi lebih histerik jika ditanya mengenai penderitaan mentalnya. Pertanyaan tentang kesukaran di rumah tangga dapat dijawab dengan tangisan, pingsan atau kejang-kejang.

Sifat psikoneurosis yang berupa fobia, depresi, anxiety dan obsesi dapat dijumpai pada kebanyakan penderita konversi histerik. Pengungkapannya harus dilakukan secara tidak langsung. Misalnya; Sudah pernah berobat pada dokter mana? Berobat pada dokter A karena apa? Pada dokter B karena apa?. Dari jawabannya dapat disimpulkan bahwa ia khawatir mempunyai kanker, khawatir mempunyai penyakit jantung, ginjal dan lever (fobia, obsesi) bahwa ia sering tidak dapat tidur (anxiety, depresi).

Manifestasi Klinis :

1. Nyeri Histerik

Nyeri histerik merupakan manifestasi konversi histerik yang sukar didiagnosa. Sifat non-organiknya tidak mudah dikenal. Banyak contoh dapat diberikan untuk menggambarkan bahwa nyeri histerik mudah dianggap oleh dokter yang berpengalaman sebagai nyeri organik dan sebaliknya. Terutama nyeri abdominal histerik seringkali menyesatkan, sehingga tindakan operatif dilakukan. Banyak penderita histerik telah menjalani operasi perut: pertama karena nyeri “kholelitiasis”, kedua karena diduga menderita apendisitis dan ketiga karena nyeri yang diduga karena invaginasi ileus.

Dalam hal nyeri histerik, faktor penunjang diagnosa yang dapat diperoleh dari anamnesa ialah cara melukiskan sifat-sifat nyeri.

Seorang histerik yang menyajikan nyeri konversi tidak dapat melukiskan apa yang dirasakannya secara singkat dan tepat. Sifat nyeri, lokasinya, gejala penyerta dan saat timbulnya diuraikan secara samar, dan tidak menyakinkan.

2. Defisit Sensorik Histerik

Manifestasi histerik yang berupa defisit sensorik, yang paling sering dijumpai, ialah parestesia dan anestesia. Defisit sensorik yang bersifat organik jarang sekali berupa anestesia total.

Anestesia histerik hampir selamanya total. Dan pola anaestesia atau parestesia histerik hampir selamanya berupa “sarung tangan” atau “kaos kaki”, yang menyerupai pola parestesia / hipestesia karena polineuropatia (diabetes mellitus, defisiensi makanan, intoksikasi dan sebagainya). Namun demikian, defisit sensorik histerik tersebut tidak diiringi tanda atau gejala yang sesuai dengan manifestasi polineuropatia, seperti : reflek tendon lutut dan achilles yang menurun dan kelemahan otot dorso-fleksor kaki.

Anestesi di daerah erogen (Vagina, introitus, mamae, bibir, leher) yang menunjukkan pola aneh (tidak sesuai dengan suatu kawasan sensorik organik) dapat dijumpai juga manifestasi konversi histerik.

Pola defisit sensorik yang bersifat organik ditentukan oleh lesi pada saraf penghantar impuls protopatik dan oleh sifat proses patologiknya.

Defisit sensorik

Lesi

Pola

Manifestasi

(1)        Ujung-ujung serabut sensorik setempat

Hipestesia lokal

Hipestesia yang terbatas pada permukaan tubuh yang terluka.

(2)        Saraf tepi

Hipestesia neuritik

Hipestesia yang terasa pada kawasan sensorik suatu saraf tepi tertentu

(3)        Radiks dorsalis

Hipestesia radikular

Hipestesia yang terasa disuatu dermatoma

(4)        Lubang disubstansia grisea

Hipestesia jenis “dissociated sensibility”

Suatu kawasan sensorik yang hipestetik terhadap rangsang nyeri, tetapi masih peka terhadap rangsang vibrasi

(5)        Hemilesi medula spinalis

Hipestesia jenis Brown-Seguard

Hipestesia sesisi bagian bawah tubuh yang kontralateral terhadap hemilesi dengan kelumpuhan sesisi bagian bawah tubuh yang ipsilateral terhadap hemilesi.

(6)        Lesi tranversal medula spinalis

Para-hipestesia

Hipestesia yang terasa dari tingkat abdomen atau torakal sampai kebawah

(7)        Hemilesi medula oblongata

Hemi-hipestesia alternans

Hipestesia hemi-fasialis ipsilateral dengan hipestesia kontralateral dibelahan leher, toraks, abdomen dan anggota gerak

(8)        Hemilesi di korteks sensorik primer

Hemi-hipestesia

Hipestesia kontralateral pada sesisi seluruh tubuh

(9)        Degenerasi serabut-serabut distal sensorik (neuropatia)

Hipestesia polineuropatia

Hipestesia distal bilateral pada anggota gerak (hipestesia sarung tangan dan kaos kaki)

2. Manifestai Viseral Vegetatif Histerik

Berbagai macam manifestasi emosional yang wajar disertai gejala-gejala vaskular, sekretorik dan motorik viseral. Pada kasus konversi histerik gejala-gejala tersebut bangkit secara berlebihan, sehingga pertolongan dokter sering diperlukan. Adapun gejala viseral yang dimaksudkan ialah takhikardia, takhipne, batuk, disfagia, aerofagia, muntah, meteorismus, konstipasi, diare dan hiperhidrosis.

Takhikardia histerik hampir selamanya timbul sehubungan dengan suatu kejadian yang emosional atau menegangkan, jarang sekali timbul secara paroksismal. Rasa tidak enak di daerah prekordium, yang mengiringi takhikardia histerik sering diceritakan secara samar, misalnya seperti perasaan mau mati (takut, khawatir). Sifat-sifat keorganikan yang dapat diungkapkan oleh adanya gejala-gejala penyakit jantung atau oleh rekaman aktivitas jantung (EKG) tidak mengiringi takhikardia histerik.

Takhipneu histerik selalu bangkit kalau ada orang di sekitar penderita, jarang atau tidak pernah bila orang sakit sendirian.

Hiperventilasinya diiringi oleh suara mengeram, merintih atau bunyi nafas yang keras, tetapi tidak disertai sianosis atau tanda-tanda penyakit paru atau penyakit jantung. Karena hiperventilasi yang berlangsung lama dapat timbul alkalosis respiratorik, maka dari itu dapat dijumpai tanda Chvostek atau tanda Trousseau.

Batuk histerik sering dijumpai. Cara batuknya ialah keras dan kering. Dahak tidak ada, walaupun penderitanya sering berdahak-dahak. Pada suasana tegang batuk lebih sering bangkit dan sewaktu tidur tidak pernah timbul.

Aerofagia sering dijumpai pada orang-orang histerik dan keluhan yang disajikan ialah perut kembung atau rasa penuh di ulu hati. Tanpa disadari udara ditelan sewaktu tegang / emosional sehingga memenuhi lambung.

Disfagia histerik yang sering bersifat globus, yaitu perasaan seperti ada bola di kerongkong merupakan stigma histerik yang mantap. Globus histerikus dan klavus histerikus (sakit kepala di batok kepala) hampir selalu menyertai manifestasi histerik apa pun.

Muntah histerik sering diiringi nyeri dan rasa tidak enak di perut bagian bawah. Muntahnya dipresipitasikan oleh suasana emosional. Bertanak berulang-ulang yang dapat dibangkitkan secara voluntar (tetapi disangkal oleh penderita) merupakan gejala pengiring muntah histerik. Gejala gastritis atau infeksi umum yang sering diawali oleh muntah tidak merupakan gejala penyerta muntah histerik.

Konstipasi histerik biasanya terjadi setelah defekasi ditahan, oleh karena sewaktu bepergian tidak mau menggunakan kamar kecil yang asing bagi penderita. Karena itu, maka sekembalinya di rumah sendiri, defekasi dipersulit oleh skibala yang kering dam besar. Setelah defekasi berhassil dengan bantuan laksansia, maka pengalaman dalam kesukaran berdefekasi membekas, sehingga konstipasi berikutnya timbul akibat autosugesti.

Diare histerik adalah manifestasi refleks gastro-kolon yang berlebihan. Setiap kali lambung menerima makanan atau minuman, kolong terangsang sehingga timbul diare. Penyajian yang khas adalah sebagai berikut: ‘setiap kali makan / minum langsung buang air’.

3. Paralis Histerik

Kelumpuhan histerik dapat menyerupai kelumpuhan flaksida atau spastika. Yang terkena kelumpuhan dapat setiap bagian tubuh, tetapi tidak pernah terjadi pada suatu otot tunggal. Kelumpuhan histerik banyak menyerupai kelumpuhan organik, tetapi pada penelitian tanda-tanda yang mencirikan setiap jenis kelumpuhan organik tidak ditemukan.

Bilamana kelumpuhan histerik menunjukkan kontraktur atau atrofi, EMG yang tidak dapat mengungkapkan patologi dari otot yang terkena. Tanda-tanda UMN / LMN yang seharusnya mencirikan kelumpuhan spastika / flaksida tidak menyertainya secara sesuai. Tanda-tanda yang tidak mudah disimulasi, seperti refleks tendon yang meninggi, apa lagi tanda-tanda yang sama sekali tidak dapat disimulasi seperti refleks patologik, sindroma horner, oftalmoplegia dan nistagmus, tidak menyertai / mengiringi kelumpuhan histerik.

Paraplegia dan hemiplegia histerik dapat diperlihatkan penderita histerik, tetapi hanya gerakan voluntarnya saja yang disajikan sebagai lumpuh. Bahwasanya kelumpuhan itu secara organik tidak ada, tetapi hanya secara mental saja dihadapkan kepada orang-orang di sekelilingnya dapat dibuktikan dengan test Hoover. Dengan test tersebut dapat diungkapkan langkanya niat untuk mengangkat anggota gerak yang difikirkannya lumpuh.

Pada waktu mengangkat salah satu tungkai dalam posisi berbaring, tekanan tungkai lainnya dapat dirasakan dengan jelas, bilamana kesungguhan dalam berusaha untuk mengangkat tungkai memang ada. Bilamana tekanan kaki tidak dapat dirasakan pada waktu berusaha untuk mengangkat tungkai lainnya, maka dapatlah disimpulkan bahwa niat / minat untuk mengangkat tungkai tidak ada. Dalam hal ini tungkai yang harus diangkat itu bukannya lumpuh, tetapi tidak dapat bergerak oleh karena tidak ada minat / niat untuk menggerakkannya. Jadi, kelumpuhan pada tungkai tersebut ialah histerik.

Gaya berjalan yang khas bagi setiap jenis kelumpuhan anggota gerak tidak memperlihatkan kekhasan yang sesuai. Gaya berjalan histerik adalah khas dalam arti, bahwa setiap gaya berjalan organik dapat ditiru secara tidak tepat. Yang paling umum ialah gaya berjalan histerik, dimana salah satu tungkai diseret. Kaki yang diseret menyikat tanah dengan bagian medialnya, bahkan dengan dorsum pedisnya.

Hemiplegia organik jarang disertai retensio urina. Pada hemiplegia histerik, retensio urina sering menjadi gejala penyerta. Dalam menganalisa retensio urina hendaknya diteliti semua hasil pemeriksaan secara sistematik, oleh karena kendatipun retensio urina tidak jarang bersifat histerik, gangguan tersebut adalah cukup serius untuk diabaikan begitu saja sebagai fenomen histerik. Juga inkontinensia urina dapat melengkapi hemiplegia histeris. Bilamana retensio atau inkontinensia urina timbul pada paraplegia yang diduga bersifat histerik, dugaan itu adalah gegabah. Walaupun benar, bahwa retensio / inkontinensia urina mudah disimulasi, tetapi kombinasi paraplegia dengan gangguan miksi adalah suatu sindroma yang sudah mantap, sehingga diagnosa konversi histerik dalam kasus semacam itu hanya boleh dibuat setelah orang sakit sembuh dari penyakitnya. Sebelum kesembuhan menjadi suatu kenyataan yang jelas, maka pemeriksaan yang relevan harus dilanjutkan sampai semua persoalan organik dan non-organik diselesaikan secara tuntas.

Gangguan gerakan histerik paling jelas menunjukkan “protes non-verbal”. Kelumpuhan pada kedua tungkai sering melambangkan frustasi untuk berpindah, keengganan untuk melanjutkan hidup, keengganan untuk melaksanakan keputusan dan sebagainya. Gangguan gerakan yang mengganggu ketangkasan gerakan voluntar, misalnya monoparesis lengan, spastisitas otot jari tertentu seperti pada “writer cramp” dapat menunjukkan frustasi dalam pekerjaan atau konflik dalam bidang seksual.

2. Serangan Pseudo-Epileptik Histerik

Epilepsi dan histeria dapat bergandengan. Dalam hal tersebut pengenalan sifat keorganikan penyakit sangat sulit, kecuali jika terdapat manifestasi-manifestasi yang mencirikan serangan epileptik, yaitu :

a. Penderita terluka sewaktu mendapat serangan epileptik karena jatuh, lidahnya tergigit atau terjadi luksasio salah satu anggota geraknya.

b. Kejang klonik-tonik yang tidak bertujuan dan berakhir dengan pernafasan “stertorous” dan koma.

c. Mulut berbusa dan inkontinensia urina.

d. EEG yang memperlihatkan pola epileptik yang jelas.

Serangan pseudo-epileptik histerik memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Setiap kali mendapat serangan, penderita tidak pernah sendirian, tetapi selalu kalau ada orang, terutama yang terlibat dalam konflik emosionalnya.

b. Penderita tidak pernah terluka akibat serangan epileptik histeriknya, lidah tidak pernah tergigit dan sebagainya.

c. Gerakan yang timbul sewaktu serangan memperlihatkan pola voluntar.

d. Serangan epileptik histerik tidak diawali oleh wajah yang pucat atau sianotik.

e. Serangan epileptik histerik tidak pernah menunjukkan adanya mulut yang berbusa atau timbulnya inkontinensia urina.

f. Mata penderita epileptik histerik tidak melirik ke atas atau ke samping atas pada awal serangan, tetapi ditutup keras. Bilamana dokter membuka kelopak matanya untuk pemeriksaan, secara kuat penderita menahannya.

g. Setelah gerakan epileptik histerik berhenti, penderita berbaring dengan mata tertutup. Kesadarannya tidak terganggu, tetapi penderita bertingkah laku seolah-olah dalam koma. Pada kelopak mata yang ditutup tampak gerakan yang khas yang diperlihatkan juga oleh orang yang pura-pura tidur.

h. EEG penderita epilepsi histerik tidak memperlihatkan pola epileptik.

Tidak jarang serangan epileptik histerik berakhir juga dalam keadaan “trance” (kesurupan), dimana penderita berbicara secara tidak beres. Tetapi di antara kalimat-kalimat yang kurang terang diucapkannya dapat ditangkap kalimat-kalimat yang jelas diucapkannya dengan penekanan yang adekuat.

Kalimat-kalimat semacam itu mengandung arti yang menunjuk pada inti problematik konflik emosionalnya.

Adakalanya timbul sindroma histerik post-iktal, yang menyerupai automatismus epilepsi lobus temporalis. Dalam keadaan demikian penderita dapat tertawa-tawa, berdansa, menelanjangi diri sendiri dan sebagainya, sebagai manifestasi non-verbal yang menunjukkan gerakan kepada inti konflik emosionalnya.

  1. Gangguan Pancaindra Histerik

Gangguan penglihatan histerik mudah dikenal, oleh karena pola organiknya tidak ada. Buta histerik memperlihatkan refleks pupil yang normal. Pola hemianopia homonim atau heteronim tidak akan diperlihatkan oleh buta sesisi histerik.

Mata yang dinyatakan buta oleh seorang histerik masih bereaksi jika hendak disentuh secara mendadak dan secara tidak diduga (refleks ancam mata).

Buta histerik sering disertai anestesia konjungtiva bulbi dan kornea. Anosmia histerik berbeda dengan anosmia organik dalam hal penciuman iritansia. Daya penghidu yang hilang karena lesi organik berarti bahwa seseorang tidak menyadari adanya bau cengkeh, tembakau, minyak wangi dan sebagainya. Tetapi walaupun tidak mengetahui baunya, ia masih menyadari adanya sesuatu yang merangsang jika ia mencium amoniak dan lain-lain jenis iritansia yang merangsang serabut saraf trigeminus di selaput lendir hidung.

Tuli histerik selalu timbul sebagai protes berhenti untuk mendengar. Demikian juga halnya dengan afasia histerik, yaitu protes berhenti untuk berbicara. Tetapi adanya refleks aurikulo-palpebral mengungkapkan sifat histerik tuli itu.

Tuli histerik dan afasia histerik sering timbul secara bersama-sama, sehingga perilaku penderita menyerupai mutismus. Tetapi dalam keadaan darurat, seorang dengan mutismus histerik dapat bereaksi adekuat sesuai dengan usaha penanggulangan keadaan darurat.

  1. Hiperpireksia Histerik

Manifestasi konversi histerik dapat menyerupai segala macam gangguan organik yang bersifat motorik, sensorik, senso-sekreto-motorik viseral, fungsi luhur dan kesadaran. Sebagian besar manifestasi tersebut dapat disimulasi tetapi sebagian kecil sukar. Hiperpireksia adalah salah satu manifestasi yang sukar disimulasi. Tetapi hiperpireksia histerik memang dapat terjadi.

Di antara sekian banyak jenis hiperpireksia yang tidak dapat dimengerti terdapat beberapa yang bersifat konversi histerik. Walaupun demikian janganlah terlalu cepat menyimpulkan bahwa suatu kasus hiperpireksia ialah histerik. Penderita histerik sering berobat dan menggunakan banyak macam obat. Di antara mereka banyak juga yang mendapat demam obat (drug fever) yang bukan bersifat histerik. Demam histerik boleh didiagnosa, bilamana semua penelitian klinis dan laboratorik sudah dilakukan dan dengan sugesti dalam rangka psikoterapi demam itu sudah dapat dilenyapkan secara tuntas.

Penatalaksanaan Penderita Histerik

Dalam penatalaksanaan penderita dengan konversi histerik tidak ada terapi yang bersifat “standar dan khusus”. Setiap penderita harus dirawat sesuai dengan manifestasi histerik dan situasi konflik masing-masing. Juga bagi seorang histerik yang sepanjang hidupnya mendapat berbagai macam manifestasi konversi histerik secara berkala, obat-obat yang digunakan dan nasihat yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan fakta-fakta yang dihadapi.

Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam memberikan terapi terhadap pasien konvulsi histerik, antara lain :

a. Setiap kasus konversi histerik harus ditanggulangi secara tegas. Dokter yang tidak menunjukkan ketegasan dalam tindakan mediknya tidak akan mendapat kepercayaan orang sakit.

b. Penderita konversi histerik akan memutuskan hubungan dengan dokternya yang menyatakan bahwa ia adalah orang yang pura-pura sakit, atau orang yang cengeng atau orang sehat yang senang mengeluh.

c. Kepribadian histerik sangat peka terhadap sugesti, maka terapi yang menggunakan persuasi dan sugesti akan memperoleh hasil yang maksimal.

d. Sebelum persuasi dan sugesti dimulai, semua pemeriksaan klinis dan laboratorik harus dilakukan dahulu. Apabila semua pemeriksaan laboratorik sudah dimintakan oleh dokter lain, hasilnya harus diteliti kembali. Bila semua data lengkap, pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi.

e. Penderita harus mendapat kesan bahwa ia sudah diperiksa dengan seksama. Tergantung pada kasus dan situasi, dokter dapat menggunakan “tranquiliser” dahulu, sebelum persuasi dan ssugesti dilakukan atau langsung memulai psikoterapi tersebut.

f. Oleh karena kebanyakan orang tidak menerima kalau dinyatakan bahwa penyakitnya disebabkan oleh gangguan pikiran (mental), maka sebaiknya janganlah menggunakan kata-kata sehingga kesan tersebut di atas timbul. Yang paling mudah diterima oleh para penderita histerik dan yang tidak menyesatkan ialah pernyataan bahwa otaknya lemah. Karena otaknya lemah maka emosi tidak dapat dikendalikan lagi dan timbullah gangguan badaniah. Dengan kata-kata awam dan contoh-contoh sederhana dijelaskan bahwa gejala konversi reaksi tidak lain daripada manifestasi wajar yang berlebihan. Misalnya takhikardia histerik diterangkan sebagai berikut: setiap orang yang takut atau khawatir merasakan bahwa jantungnya berdenyut lebih cepat; jika otaknya lemah, jantungnya lebih cepat dan lebih mudah berdebar-debar. Penjelasan mengenai kejang histerik dapat diberikan sebagai berikut: setiap orang yang terkejut, baik karena suara keras atau karena suatu kenyataan yang tidak diduga / diingini, tubuhnya atau bagian tubuh tertentu berkejut; pada orang dengan “lemah otak” kejutan tubuh itu lebih keras dan dapat berupa kejang yang dapat berlangsung agak lama.

g. Pada follow up diberi sugesti bahwa kelemahan otak sudah jauh lebih baik dan dengan kemauan diri sendiri otaknya akan lebih tahan terhadap gangguan pikiran. Persuasi untuk bersikap realistis dilakukan dengan contoh-contoh sederhana yang sesuai dan tepat. Misalnya persuasi dalam menentukan sikap yang realistik: dengan kesadaran bahwa kalau jatuh sakit lagi berarti mengeluarkan uang banyak untuk dokter dan obat, maka janganlah terburu nafsu, cepat terharu, setiap kali anda dapat mengatasi goncangan emosi, masukkanlah dalam tabungan anda uang yang diperuntukkan ongkos berobat untuk dimanfaatkan dalam menikmati penghidupan.

h. Bersikaplah waspada terhadap manifestasi seorang yang pernah atau sering mendapat konversi histerik. Ingatlah, orang-orang histerik tidak kebal terhadap penyakit organik. Setiap kali mereka datang dengan keluhan lama atau baru, periksalah secara klinis sebagaimana mestinya.

Penderita yang sudah pernah mendapat persuasi dan sugesti tidak perlu menggunakan obat-obat setiap kali ia datang dengan manifestasi histerik yang beraneka warna itu. Ingatkan lagi mereka akan hal-hal yang pernah dibicarakan.

KESIMPULAN

  1. Konversi histerik adalah manifestasi tubuh seseorang yang disebabkan oleh penderitaan mentalnya.
  2. Etiologi dari konversi histerik belum diketahui secara pasti, namunh ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadinya konversi histerik, yaitu gangguan gerakan voluntar atau involuntar, gangguan sensorik, gangguan kesadaran dan gangguan susunan syaraf otonom.
  3. Manifestasi klinik dari konversi histerik antara lain nyeri histerik, defisit sensorik histerik, manifestasi viseral vegetatif histerik, paralisis histerik, serangan pseudo epileptik histerik, gangguan panca indera histerik, dan hiperpireksia histerik.
  4. Penatalaksanaan konversi histerik tidak ada yang bersifat khusus, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang dokter dalam menangani penderita konversi histerik yaitu dengan menggunakan pendekatan persuasi dan sugesti terhadap pasien.