Senin, 23 Februari 2009

Ketamin

Ketamin adalah suatu “rapid acting non barbiturat general anesthethic” termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) – 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. ( 1 )

Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi). ( 1 )

Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. ( 2 )

Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak “tidur”. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk. ( 3, 6 )

Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv / im setiap beberapa menit untuk mencegah rasa sakit. ( 3 )

II.1. Farmakologi Ketamin

Sifat-sifat Ketamin

a. Larutan tidak berwarna

b. Stabil pada suhu kamar

c. Suasana asam (pH 3,5 – 5,5). ( 2, 6 )

Farmakokinetik :

Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan hidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. ( 6 )

II.2. Dosis dan Pemberian

iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja ± 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.

im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja ± 10-25 menit, terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan. ( 1, 2, 3, 5, 6 )

pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 – 15 menit, tetapi sulit untuk menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya. ( 1 )

II.3. Efek Ketamin

a. Analgesi

Merupakan analgesi yang sangat kuat, sehingga meskipun penderita sudah sadar, efek analgesiknya masih ada. Rasa nyeri yang terutama dihambat adalah nyeri somatik, untuk analgesik nyeri viseral hampir tidak ada sehingga tidak efektif untuk operasi organ-organ viseral. Pada anak analgesi viseral cukup baik sehingga dapat dipakai untuk operasi seperti hernia atau batu ginjal, walaupun terjadi rangsangan pada peritoneum. ( 2 )

Baik untuk analgesi pada bayi/anak tanpa menyebabkan efek hipnotik – sedasi (menggunakan subdose 2,5 mg/kgBB, IM)

b. Relaksasi

Anastetik ini tidak mempunyai daya pelemas otot, kadang-kadang malah tonus otot meningkat disertai gerakan-gerakan yang tidak terkendali, sehingga ketamin tidak begitu baik bila digunakan sebagai obat tunggal, seperti pada operasi intra abdominal dan operasi lain yang membutuhkan penderita diam. ( 2, 6 )

c. Hipnotik

Anestesi ini sering digunakan untuk induksi dan disusul dengan pemberian eter atau N2O. Dalam keadaan tidur dapat terjadi gerakan-gerakan spontan dari lengan, tungkai, bibir, mulut bahkan sampai bersuara, walaupun dosisnya ditingkatkan sampai dosis yang mendepresi pernafasan. Karena anastetik ini menimbulkan nistgmus, maka tidak dapat digunakan untuk operasi mata khususnya strabismus. ( 2 )

d. Anestesi Disosiatif

Anestesi yang menggunakan ketamin menyebabkan desosiasi karena obat ini mempengaruhi asosiasi di korteks serebri. ( 2 )

Eksitasi dapat terjadi pada pemberian ketamin (seperti mimpi yang menakutkan), pencegahannya dengan pemberian obat tranquilizer. Ketamin juga berefek gangguan psikis setelah siuman dan gejala kejang sewaktu dalam anestesi. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian valium. ( 1, 2, 3 )

e. Sirkulasi

Ketamin akan merangsang pelepasan katekolamin andogen dengan akibat terjadi peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan curah jantung. Karena itu efeknya menguntungkan untuk anestesi pada pasien syok/renjatan. ( 2 )

f. Pernafasan

Depresi pernafasan kecil sekali dan hanya sementara kecuali dosis terlalu besar dan adanya obat-obat depresan sebagai premedikasi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkhus dan bersifat antagonis terhadap efek kontraksi bronkhus oleh histamin. Baik untuk penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkhus pada anestesi umum yang ringan. ( 1, 2, 4, 5, 6 )

g. Kardiovaskuler

Tekanan darah akan naik baik sistole maupun diastole. Kenaikan rata-rata antara 20-25 % dari tekanan darah semula, mencapai maksimal beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit kemudian. Denyut nadi juga meningkat. ( 1, 3, 4, 5 )

h. Efek Lainnya

Ketamin dapat meningkatkan gula darah 15 % dari keadaan normal, walaupun demikian bukan merupakan kontraindikasi mutlak untuk penderita dengan DM. Ketamin juga dapat menyebabkan hipersalivasi, tapi efek ini dapat dikurangi dengan pemberian premedikasi antikolinergik.

Aliran darah ke otak, tekanan intrakaranial dan tekanan intra okuler meningkat pada pemberian ketamin. Karena itu sebaiknya jangan digunakan pada pembedahan pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat (edema serebri, tumor intracranial) dan pasien pada pembedahan mata. ( 1 )

II.4. Indikasi Pemakaian Ketamin

Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi umum :

1. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi jaringan sikatrik daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang-kadang sukar.

2. Untuk prosedur diagnostik pada bedah syaraf/radiologi (arteriografi)

3. Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi)

4. Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada shock.

5. Untuk tindakan operasi kecil.

6. Di tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada.

7. Pada asma, merupakan obat pilihan untuk induksinya. ( 1 )

II.5. Kontraindikasi pemakaian Ketamin

1. Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg pada istirahat dan diastolik 100 mmHg.

2. Pasien dengan riwayat CVD.

3. Dekompensasi cordis.

4. Penyakit dengan peningkatan tekanan intrakranial (edema serebri) atau peningkatan tekanan intra okuler.

Harus hati-hati pada :

1. Pasien dengan riwayat kelainan jiwa.

2. Operasi-operasi pada daerah faring karena refleks masih baik. ( 1 )

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Anesteiologi dan Terapi Intensif FK UI Jakarta, “Anestesiologi”, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI, Jakarta, 1989, hal. 67-69.

2. Drajat, M.T, “Kumpulan Kuliah Anestesiologi”, Aksara Medisina, Salemba, Jakarta, 1986, hal 99-102.

3. Dobson, M.B, “Penuntun Praktis Anestesi”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988, hal 56,84.

4. Dripps, R.D, et al, “Introduction to Anesthesia The Principles of Safe Practice,” sixth edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1982, hal 155.

5. Boulton, T.B, “Anestesiologi”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994, hal 90.

6. Gan, S, “Farmakologi dan Terapi”, edisi 3, Bagian Farmakologi FK UI, Jakarta, 1987, hal 113.