Minggu, 18 April 2010

Transfusi dan Transplantasi

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran darah orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar yang diakibatkan trauma, operasi, atau karena tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubunya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Teknik transplantasi, dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, ke tubuh manusia lain. Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita.

Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh diantara sesama manusia, disebut juga allotransplantation, telah menyelamatkan ribuan penderita kegagalan organ utama dari kematian dan penderitaan. Ribuan kornea mata, ginjal, jantung, sumsum tulang belakang dan hati yang sehat secara fisologis, dicangkokan kepada pasien yang sebagian menghadapi keputusasaan. Kegagalan organ yang bermuara pada kematian merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting pada komunitas modern dewasa ini .
Berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama, dibenarkan dan dianjurkan agar umat Hindu melakukan tindakan transplantasi organ tubuh sebagai wujud nyata pelaksanaan kemanusiaan (manusa yajna). Tindakan kemanusiaan ini dapat meringankan beban derita orang lain. Bahkan, transplantasi organ tubuh ini tidak hanya dapat dilakukan pada orang yang telah meninggal, melainkan juga dapat dilakukan pada orang yang masih hidup, sepanjang ilmu kedokteran dapat melakukannnya dengan tetap mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan .
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna. Kematian adalah berpisahnya Jiwatman atau roh dengan badan jasmani ini. Badan Jasmani atau sthula sarira (badan kasar) terbentuk dari Panca Maha Bhuta (apah = unsur cair, prethiwi = unsur padat, teja= unsur sinar, bayu = unsur udara dan akasa = unsur ether) ibarat pakaian. Apabila badan jasmani (pakaian) sudah lama dan rusak, kita akan membuangnya dan menggantikannya dengan pakaian yang baru .
Prinsip kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas kita yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman (roh). Badan jasmani merupakan benda material yang dibangun dari lima zat (Panca Maha bhuta) dan akan hancur kembali menyatu ke alam makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai guna. Sedangkan Jiwatman adalah kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati, senjata tidak dapat melukaiNya, api tidak bisa membakarNya, angin tidak bisa mengeringkan-Nya dan air tidak bisa membasahi-Nya.Wejangan Sri Kresna kepada Arjuna dalam Bhagawadgita: “Engkau tetap kecil karena sepanjang waktu engkau menyamakan dirimu dengan raga jasmani. Engkau berpikir, “Aham dehasmi”, ‘aku adalah badan’, pikiran ini menyebabkan engkau tetap kecil. Tetapi majulah dari aham dehasmi ke aham jiwasmi, dari aku ini raga ke aku ini jiwa, percikan .
Berkat kemajuan dan bantuan teknologi canggih di bidang medis (kedokteran), maka sistem pencangkokan organ tubuh orang yang telah meninggalpun masih dapat dimanfaatkan kembali bagi kepentingan kemanusiaan. Dialog spiritual Sri Kresna dengan Arjuna dalam kitab Bhagawadgita dapat ditarik suatu makna bahwa badan jasmani ini diumpamakan sebagai pakaian sementara bagi roh (atman) yang tidak kekal, mudah rusak dan hancur, yang kekal adalah jiwatman. Oleh karena itu, ajaran Hindu tidak melarang umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbankan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama Hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna.