Rabu, 18 Januari 2012

Menjadi Dirimu

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin

yang tegak di puncak bukit

Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,

yang tumbuh di tepi danau

Kalau engkau tak sanggup menjadi belukar,

Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang

memperkuat tanggul di pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya

Jadilah saja jalan kecil,

Tetapi jalan setapak yang

Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten

tentu harus ada awak kapalnya….

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi

rendahnya nilai dirimu

Jadilah saja dirimu….

Sebaik-baiknya dirimu sendiri

(Kerendahan Hati - Iwan Abdurrahman)


Setiap orang punya kekhasan, punya keunikan , punya potensi nya masing-masing. Ada kelebihan dan kekurangan nya masing-masing. Ada karakter tersendiri dari tiap individu. Para sahabat Rasulullah pun tetap pada keunikan nya masing-masing. Abu Bakar as, Umar bin Khathab as, Ustman bin Afan as, dan Ali as pun memiliki keunikan masing-masing. Begitupun dengan istri-istri Rasulullah saw, Siti Khadijah, Siti Aisyah, mereka pun hadir dengan keunikan nya masing-masing. Potensi yang bisa digunakan untuk meraih sukses pun sesuai dengan keunikan kita masing-masing. Kita tidak pernah tahu sampai dimana potensi diri kita. Namun sejauh manapun kita mengoptimalkan potensi diri saat ini, kita masih bisa terus meningkatkan nya. Kita masih bisa lebih baik dari saat ini, sesukes apapun kita saat ini. Tidak ada yang namanya pencapaian puncak dunia ini, yang ada nanti saat di akhirat sebelum bertemu Allah swt.


Jadi selama di dunia, kita masih bisa memperbaiki diri kita. Kita jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan menjadikan hari esok lebih baik dari hari ini. “ Barangsiapa yang hari ini sama dengan kemarin, merugilah dia. Jika hari ini lebih buruk dari kemarin, dia celaka. Dan beruntunglah bila hari ini lebih baik dari kemarin” (HR. Bukhari)


Jangan salah kaprah. Menjadi diri sendiri bukan berarti menjadi kita semau diri kita sendiri. Menjadi diri sendiri sejatinya menjemput cahaya kebaikan yang pedoman nya sudah digariskan dalam Al Qur’an dan Hadist. Menjadi diri sendiri sama sekali bukan berarti tidak meneladani seseorang atau meningkatkan kualitas diri sendiri. Sebagai seorang muslim, menjadi diri sendiri pun harus punya acuan agar diri ini tetap pada jalur kebaikan. Menjadi pribadi muslim sejatinya menjadikan Rasulullah Saw, para sahabat nya, istri-istri nya sebagai role model dalam menjalani kehidupan. Menjadi pribadi muslim idealnya mengetahui sebagai apa dan untuk apa ia diciptakan, untuk kemudian dengan keunikan dirinya yang mengacu pada pedoman Islam melakukan amal unggulan. Menjadi dirimu, sebaik-baiknya dirimu sendiri, semata-mata untuk menjalankan ibadah kepada Nya, guna mendapatkan ridha dan rahmat Nya kelak.


Kata syukur menjadi kata kunci untuk menjadi diri sendiri. Di antara cara syukur kita sebagai seorang Muslim adalah menunjukkan identitas kemusliman kita, nilai-nilai kita dan gaya hidup kita yang berbeda dengan gaya hidup yang lain. Menjadi diri seorang muslim, berarti menjadi individu yang mewarnai, bukan terwarnai. Kita yang seharusnya mewarnai lingkungan, bukan lingkungan yang kemudian mengubah karakter dan mematikan nilai-nilai kebaikan dalam diri kita.


Terkadang, tak bisa dipungkiri memang bahwa sesekali kita ‘kalah’. Tanpa disadari kemudian kita meninggalkan jati diri kita sebagai seorang muslim. Tanpa disadari kita akhirnya lupa bahwa diri kita adalah da’i sebelum segala sesuatu nya. Terkadang kita yang akhirnya terwarnai, bukan yang mewarnai. Jangan sampai kemudian kita terjerumus dalam banyak pembenaran, pemakluman dan kemudian nyaman berada dalam suasana seperti itu. Rasulullah saw menegaskan, “Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhu, Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.”


Menjadi diri sendiri dengan gaun terbaik seorang insan (ketakwaan dan amal shalih) tak kan bertentangan dengan penerimaan diri kita dalam suatu lingkungan. Membangun jembatan hubungan dengan sesama, dimulai dengan membeli hati. Menyentuh hati diawali dengan penerimaan dan cinta, yang keduanya adalah bagian dari rahasia dan karunia yang tidak seorang pun memiliki selain Allah swt. Bagi orang-orang yang lekat dengan ketakwaan, mereka akan mudah dicintai dan diterima khalayak. Hal yang lumrah terjadi, jika manusia akan terpanah hatinya saat melihat keluhuran budi pekerti seseorang. Mengenakan pakaian keshalihan , setiap kita akan akan dengan mudah memasuki hati setiap insan tanpa harus menunggu izin mereka, sebab ia telah mendapat izin Allah swt, Allah swt yang telah membukakan setiap gembok yang mengunci hati.


Menunjukkan jati diri sebagai seorang muslim yang baik tak kan jadi penghalang kita untuk berbaur. Akhlak, budi pekerti, kebajikan dan ketakwaan, kesemuanya itu tak hanya mendatangkan penerimaan, melainkan juga panutan dan penjagaan dari lingkungan sekitar. Takwa adalah syiar (panji). Siapa saja yang mengangkatnya tinggi-tinggi, dialah orang yang paling berhak menjadi pembawa kebenaran, kekuatan, dan kebebasan. Ketika itu, khalayak akan berbondong-bondong menghampiri dan menjadi pendukung setia dibawah panji yang dikibarkan.


“Cintailah Allah, niscaya dia mencintaimu, membukakan hati penduduk langit dan bumi untuk mencintaimu.”


Menjadi diri sendiri. Itulah yang membedakan diri kita dengan orang lain, terlebih dengan kapasitas ilmu yang kita miliki, terutama ilmu agama. Tak bisa dipungkiri bahwa disekitar kita pastilah ada pribadi-pribadi yang jika dilihat dari sikap dan keseharian nya jauh dari kebaikan. Tapi cobalah perhatikan mereka, jangan-jangan mereka berbuat seperti itu karena mereka memang tidak tahu ilmu nya. Jangan sampai diri kita yang seringkali sadar hal-hal yang dilarang Allah untuk kita lakukan, kita yang punya ilmunya, kita yang tahu ilmunya, tapi selanjutnya, kita melanggarnya.


“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang apabila melakukan sesuatu, dia melakukan dengan sebaik-baiknya.”(HR. Baihaqi)


Berbuat yang terbaik adalah cermin syamilnya pemahaman seseorang terhadap Islam, karena kita sudah terlanjur digelari oleh Allah sebagai umat yang terbaik (Q.S. 3:110) . Umat yang terbaik tidak akan berpikir, bersikap dan bertindak yang bernilai rendah, namun sebaliknya, akan selalu memberikan yang terbaik bagi ummat dan agamanya. Untuk menjadi yang terbaik, perlu ada kesungguhan yang muncul dalam dirinya. Kesungguhan untuk berubah dan meninggalkan perbuatan buruknya, kesungguhan untuk seringkali memberikannya contoh, kesungguhan untuk istiqamah mewarnai dan mendoakan lingkungan serta orang-orang disekitarnya, kesungguhan untuk meraih ridha dan rahmat Nya .


Ketika kita mampu berkontribusi dengan amal unggulan kita dan memperoleh keutamaan nya, mengapa kita terkadang puas dengan amal kita yang kecil, atau bahkan cenderung merasa nyaman dengan keburukan-keburukan yang kita lakukan?


Tidak mudah memang, fitrah nya memang seperti itu, tapi disanalah nilai perjuangan nya. Segala puncak prestasi harus teruji, begitupun menjadi ahli surga harus terbukti di dalam kesungguhan dan kesabaran menghadapi ujian hidup di jalan Nya.


Regards,

Dani Ferdian
Bandung, 3 Januari 2012