Senin, 30 November 2009

Anemia

Pengertian
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah berlebihan. (Corwin, 2001 : 119)
Anemia adalah suatu kondisi akibat penurunan produksi hemoglobin, peningkatan kerusakan sel darah meah dan atau akibat kehilangan darah. (Potter & Perry, 2006 : 1559)
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2002 : 935)
Dari beberapa pengertian mengenai anemia di atas, dapat disimpulkan bahwa anemia adalah penurunan kualitas atau kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi akibat penurunan produksi hemoglobin, peningkatan kerusakan sel darah merah dan atau kehilangan sel darah merah.

Anatomi Darah
Darah terdiri dari elemen-elemen berbentuk dan plasma dalam jumlah setara. Elemen-elemen berbentuk adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Plasma terdiri dari air 90%, dan 10 % berupa elektrolit, gas terlarut, berbagai produk sisa metabolisme dan zat-zat gizi misalnya gula, asam amino, lemak, kolesterol, dan vitamin. Protein dalam darah misalnya albumin, imunoglobin, serta komponen jenjang koagulasi dan komponen itu ikut menyusun plasma. Protein-protein lain dalam plasma berfungsi untuk mengangkut berbagai hormon dan lemak yang sebenarnya sulit larut. Contoh bahan-bahan yang diangkut secara terikat ke protein plasma berdensitas rendah dan tinggi adalah hormon tiroid, besi, fosfolipid, dan kolesterol.

Pembentukan Sel Darah
Sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit dibentuk di hati dan limpa pada janin, dan disumsum tulang setelah lahir. Proses pembentukan sel-sel darah disebut hematepoiesis.
Hematopoiesis berawal dari sumsum tulang dari sel-sel bakal pluripotensial (berarti “memiliki banyak potensi/kemungkinan”). Sel-sel bakal adalah sumber dari semua sel darah. Sel-sel ini mengalami reproduksi sel melalui replikasi DNA dan mitosis, serta diferensiasi sel sewaktu mereka mulai berpisah dan berkembang menjadi sel darah merah, sel darah putih, atau trombosit

Kontrol terhadap Perkembangan Sel Bakal
Sel bakal, distimulasi untuk membentuk sel-sel darah dengan cara menerima tanda in utero dan setelah lahir. Tanda-tanda tersebut meliputi pelepasan molekul-molekul produk lokal, yang merupakan petunjuk terhadap keadaan kepadatan di dalam jaringan hematopoietik. Tanda tersebut juga termasuk peredaran hormon, (faktor pertumbuhan hematopoietik) yang menstimulasi terjadinya plorifelari banyak atau seluruh sel. Faktor pertumbuhan hemaopoietik yang spesifik untuk sel-sel yang mereka stimulasi disebut faktor penstimulasi koloni (colony-stimulating factor).

Sel Darah Merah
Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein. Sel darah merah mengandung protein hemoglobin yag mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil di paru ke sel-sel di seluruh tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intrasel eritrosit. Sel darah matang dikeluarkan dari sumsum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disintegrasi dan mati. Sel-sel darah merah yang mati diganti oleh sel-sel baru yang dihasilkan oleh sumsum tulang

Sifat-Sifat Sel Darah Merah
Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel:
Normositik : Sel yang ukurannya normal
Normokromik : Sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
Mikrositik : Sel yang ukurannya terlalu kecil
Makrositik : Sel yang ukurannya terlalu besar
Hipokromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit
Hiperkromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah dapat berubah-ubah. Sifat ini memungkinkan sel tersebut masuk atau lolos ke mikrosirkulasi kapiler tanpa mengalami kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.

Antigen Sel Darah Merah
Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik yang terdapat di membran selnya dan tidak ditemukan di sel lain. Antigen-antigen ini diberi nama A dan B, dan Rh.
Antigen ABO Seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing mengkode antigen A atau B; atau tidak memiliki keduanya, yang diberi nama O. Satu alel diterima dari masing-masing orang tua. Antigen A dan B bersifat kodominan. Orang yang memiliki antigen A dan B (AB) akan memiliki darah (golongan) AB. Mereka yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan satu O (AO), akan memiliki darah A. Mereka yang memiliki dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O (BO), akan memiliki darah B. Orang yang tidak memiliki kedua antigen (OO) akan memiliki darah O.
Orang yang memiliki golongan darah AB akan menerima darah A, B atau O. Namun, orang yang tidak memiliki antigen A dan B akan membentuk respons imun apabila terpajan ke antigen-antigen tersebut selama transfusi darah.
Antigen Rh adalah kelompok utama antigen lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masing-masing orang tua. Antigen Rh yang utama disebut faktor Rh. Orang yang mempunyai antigen Rh dianggap positif Rh (Rh+). Orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap negatif Rh (Rh-). Gen positif Rh bersifat dominan. Dengan demikian, orang harus memiliki dua faktor negatif agar menjadi negatif Rh. Orang yang positif Rh akan menerima darah negatif Rh, tetapi mereka yang tidak memiliki antigen Rh akan membentuk respons imun apabila terpajan ke darah posistif Rh.

Resipien dan Donor Darah Universal
Resipien darah universal adalah mereka yang memiliki darah posistif-AB karena sistem imun darah mereka akan menganggap antigen A atau B dan antigen positif Rh sebagai bagian dari diri mereka (bukan benda asing). Dengan demikian, mereka dapat menerima semua profil ABO dan Rh. Donor darah universal adalah mereka yang memiliki darah negatif O. Walaupun sistem imun negatif mereka akan menyerang darah yang mengandung antigen A atau B dan faktor Rh, darah mereka dapat diberikan transfusi untuk semua resipien.

Hemoglobin
Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemogobin dalam setiap sel darah merah.
Setiap molekul hemoglobin memiliki tempat pengikatan untuk oksigen. Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemo-globin. Hemoglobin dalam darah dapat mengikat oksigen secara parsial atau total di ke empat tempatnya. Hemoglobin yang jenuh mengikat oksigen secara penuh/total, sedangkan hemoglobin yang jenuh parsial akan mengalami deoksigenasi memiliki saturasi yang kurang dari 100%. Darah arteri sistemik dari paru adalah jenuh dengan oksigen. Hemoglobin melepaskan oksigen ini ke sel sehingga saturasi hemoglobin dalam darah pena adalah sekitar 60%. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.
Terdapat paling sedikit 100 jenis molekul hemoglobin abnormal yang diketahui terdapat pada manusia, yang terbentuk dari berbagai mutasi. Sebagian besar sebagian jenis tersebut kurang mampu mengangkut oksigen dibandingkan hemoglobin normal.

Pemecahan Sel Darah Merah
Apabila sel darah merah mulai berdisintegrasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinnya ke dalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan di hati dan di limpa. Molekul globulin diubah menjadi asam-asam amino yang digunakan kembali oleh tubuh. Besi disimpan di hati dan di limpa sampai digunakan kembali. Sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja sebagai empedu atau melalui urin.

Etiologi
Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti. Anemia aplastik disebabkan oleh banyak hal termasuk kanker sumsum tulang, pengrusakan sumsum tulang oleh proses autoimun, defisiensi vitamin, berbagai obat dan radiasi atau kemoterapi. (Corwin, 2001 : 122-123)

Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi berlebihan sel darah merah. Anemia hemolitik mungkin terjadi akibat defek genetik di sel darah merah, timbulnya penyakit otoimun atau mungkin didapat akibat pejanan obat atau toksin tertentu. (Corwin, 2001 : 124)

Anemia sel Sabit
Anemia sel sabit adalah gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defiktif, satu dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat tersebut yang diberi nama hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan berbentuk seperti sabit akibat terpajan oksigen berkadar rendah. Rangsangan yang sering menyebabkan terbentuknya sel sabit adalah stress fisik, demam atau trauma.

Anemia Pasca Perdarahan
Anemia pasca perdarahan adalah anemia normositik normokromik yang terjadi akibat kehilangan darah secara mendadak pada orang sehat. Perdarahannya dapat jelas atau samar. (Corwin, 2001 : 128)

Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah anemia makrositik normokromik yang terjadi akibat defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 diserap oleh faktor intrinsik yang dihasilkan dari hormon lambung. Sebagian besar penyebab anemia pernisiosa adalah akibat defisiensi faktor intrinsik, tetapi dapat juga terjadi defisiensi vitamin B12 dalam makanan. Defisiensi faktor intrinsik dapat timbul secara kongenital atau akibat atrofi atau rusaknya mukosa lambung karena peradangan lambung kronik atau penyakit otoimun. Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah juga akan menyebabkan defisiensi faktor intrinsik. (Corwin, 2001 : 129)

Anemia Defisiensi Folat
Anemia defisiensi folat adalah anemia makrositik-normokromik akibat defisiensi vitamin folat. Defisiensi terjadi relatif sering pada wanita muda dan semua orang yang mengalami malnutrisi atau menyalahgunakan alkohol. (Corwin, 2001 : 130)

Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik hipokromik yang terjadi akibat defisiensi besi dalam gizi atau hilangnya darah secara lambat dan kronik. (Corwin, 2001 : 131)

Anemia Sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah anemia mikrositik-hipokromik yang ditandai oleh adanya sel-sel darah merah imatur (sideroblas) dalam sirkulasi dan sumsum tulang. Anemia sideroblastik primer dapat terjadi akibat efek genetik pada kromosom X yang jarang ditemukan (terutama dijumpai pada pria) atau dapat timbul secara spontan, terutama pada orang tua. Penyebab sekunder anemia sideroblastik adalah obat-obat tertentu, misalnya beberapa obat kemoterapi dan ingesti timah. (Corwin, 2001 : 131-132)

Patofisiologi
Anemia akibat Penurunan Sel Darah Merah
Anemia yang terjadi akibat gangguan dalam kualitas pembentukan sel darah merah timbul apabila sel darah merah berukuran terlalu kecil (mikrositik) atau terlalu besar (makrositik). Anemia yang berkaitan dengan kualitas sel darah merah juga terjadi apabila terjadi gangguan pembentukan hemoglobin. Hal ini akan menyebabkan konsentrasi hemoglobin yang tinggi berlebihan (hiperkromik) atau rendah berlebihan (hipokronik).

Anemia akibat Lisis atau Perdarahan Mendadak
Anemia akibat lisis atau perdarahan mendadak berkaitan dengan penurunan jumlah total sel-sel darah merah dalam sirkulasi. Sel-sel darah merah secara normal hidup sekitar 120 hari. Destruksi atau hilangnya sel darah merah yang terjadi sebelum 100 hari bersifat abnormal

Manifestasi Klinis
Anemia ditandai dengan kadar hemoglobin di bawah normal. Manifestasi klinis kondisi ini meliputi keletihan, penurunan toleransi aktivitas, peningkatan sesak napas, tampak pucat dan peningkatan frekuensi denyut jantung. (Potter & Perry, 2006 : 1559)
Tanda-tanda sistemik anemia yang klasik adalah :
Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak ke jaringan
Peningkatan kecepatan pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak oksigen kepada darah
Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak
Rasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot jantung dan rangka
Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi
Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat
Penurunan kualitas rambut dan kulit
Apabila trombosit dan sel darah putih juga terkena, maka gejala-gejala bertambah dengan :
Perdarahan dan mudahnya timbul memar
Infeksi berulang
Luka kulit dan selaput lendir yang sulit sembuh
Pada Anemia sel sabit, gejala bertambah dengan :
Nyeri hebat akibat sumbatan vaskular pada serangan-serangan penyakit
Infeksi bakteri berulang
Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati
Ataksia (gangguan koordinasi motorik dan berkurangnya sensorik mengisyaratkan disfungsi susunan saraf pusat dan degenerasi mielin dan aktivitas mental dapat terpengaruh pada klien dengan anemia pernisiosa.
Penimbunan besi menyebabkan hepatomegali dan splenomegali pada klien dengan anemia defisiensi besi.
Dampak terhadap Struktur dan Fungsi Tubuh Lainnya
Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak ke jaringan. Dapat terjadi gagal jantung akibat anemia berat. Peningkatan kecepatan pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan lebih banyak oksigen kepada darah.
Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat, splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, penimbunan besi menyebabkan hepatomegali.
Klien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa oksigen dan mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka. (Potter & Perry, 2006 : 1260), dan penurunan kualitas rambut dan kulit, perdarahan dan mudahnya timbul memar.
Rasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot jantung dan rangka. Ataksia (gangguan koordinasi motorik dan berkurangnya sensorik mengisyaratkan disfungsi susunan saraf pusat dan degenerasi mielin dan aktivitas mental dapat terpengaruh, pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak, nyeri hebat akibat sumbatan vaskular pada serangan-serangan penyakit.
Manajemen Medik
Pemeriksaan penunjang pada anemia mencakup :
Biopsi sumsum tulang pada anemia aplastik
Pemeriksaan penurunan hematokrit, hemoglobin dan hitung sel darah merah
Pemeriksaan pranatal mengidentifikasikan adanya status homozigot pada janin (anemia sel sabit)
Analisis darah akan memperlihatkan sel-sel makrositik-normokromik (anemia pernisiosa dan defisiensi folat).
Analisis darah akan memperlihatkan sel-sel mikrositik-hipokromik dan penurunan besi serum (anemia defisiensi besi)
Pemeriksaan tinja untuk mencari darah samar mungkin positif yang mengisyaratkan perdarahan atau karsinoma saluran cerna (anemia defisiensi besi)
Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan adanya penimbunan besi, sideroblas dan makrofag fagositik (anemia sideroblastik).
Penatalaksanaan akan tergantung pada jenis anemia yang dialami. Berikut adalah beberapa tata laksana pada anemia :
Obati penyakit yang mendasari apabila diketahui atau hindari bahan penyebab.
Transfusi untuk mengurangi gejala.
Transplantasi sumsum tulang
Immunosupresi apabila disebabkan oleh penyakit otoimun.
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang mungkin efektif.
Antibiotik profilaktif dapat diberikan untuk mencegah infeksi.
Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
Hidrasi yang baik dapat mengurangi oklusi.
Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen.
Penyuntikan vitamin B12.
Pemberian folat oral.
Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau, misalnya bayam.
Suplemen besi oral.
Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
Penyebab penyakit apabila berkaitan dengan obat harus disingkirkan.
Obat piridoksin mungkin dapat menyembuhkan penyakit.