Kamis, 30 Oktober 2008

Bank Kaum Miskin


Pertama kali saya mendengar nama Muhammad Yunus sebagai peraih Nobel Perdamaian tahun 2006 adalah ketika mengikuti pelatihan ESQ Eksekutif, atas dorongan dan motivasi dari istri saya tercinta, di akhir tahun 2006. Dorongan untuk segera membaca buku tentangnya langsung muncul begitu melihatnya di salah satu tumpukan di toko buku, tak lama setelah berbincang-bincang dengan seorang senior yang menyebut-nyebut namanya lagi.

Saya belum selesai membacanya. Sangat inspiratif. Sang profesor ahli ekonomi ini menceritakan kisah bagaimana ia memulai Grameen Bank, yang kini telah mengangkat jutaan manusia dari lembah kemiskinan, dengan pinjaman usaha yang diberikannya. Sudah banyak resensi mengenai buku ini di berbagai media. Silakan membacanya sendiri.

Saya kutipkan sebagian isi halamannya.
"Sufiya Begum mendapat 2 sen sehari. Kenyataan ini mengejutkan saya. Di ruang kuliah saya berteori mengenai jumlah miliaran dolar, tapi di sini, di hadapan mata saya, masalah hidup-mati ditentukan oleh sejumlah recehan. Ini tidak benar. Mengapa perkuliahan di kampus tidak mencerminkan kenyataan hidup yang dihadapi Sufiya? Saya marah, marah pada diri sendiri, marah pada Fakultas Ekonomi saya dan pada ribuan profesor pintar yang tidak pernah mencoba membahas masalah ini dan mengatasinya. Tampak oleh saya sistem ekonomi yang ada sekarang membuat kepastian mutlak bahwa penghasilan Sufiya akan dibiarkan selamanya berada pada tingkat yang sedemikian rendah, sehingga dia tidak akan pernah menabung sesen pun, apalagi berinvestasi untuk meningkatkan basis ekonominya...."

Pikiran ini sudah terlintas di dalam kepala seorang mantan dekan Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong, Bangladesh, lebih dari 30 tahun silam. Lintasan pikiran seorang idealis. Seseorang yang peka perasaannya terhadap segala sesuatu yang ditangkap oleh indera penglihatannya, dan segera bergerak untuk memberikan solusinya.

"Akal sehat saya tidak akan membiarkan masalah ini berlangsung terus. Saya ingin membantu 42 orang pekerja keras ini, yang sehat dan tidak cacat. Saya terus memikirkan masalah ini berputar-putar, seperti anjing mencari tulang. Orang-orang seperti Sufiya miskin bukan karena bodoh atau malas. Mereka bekerja sepanjang hari, menggarap pekerjaan fisik yang rumit. Mereka miskin karena lembaga-lembaga finansial di negeri ini tidak membantu mereka memperluas basis ekonominya. Tidak ada struktur finansial formal yang tersedia untuk melayani kredit kaum miskin..."

Gagasan-gagasan alumni Vanderbilt University ini menabrak pakem-pakem teori ekonomi yang berlaku kebanyakan, dan kenyataan investasi yang ada di hampir seluruh belahan dunia. Namun keberanian dan kerja kerasnya telah disyukuri oleh banyak "mantan" orang miskin di seluruh dunia. Pantaslah ia diganjar Nobel Perdamaian. Penerbit yang menerjemahkan buku ini pun tak salah menyematkan pesan di sampul belakang buku: "wajib dibaca oleh setiap akademisi, aktivis, dan pengambil kebijakan". Anda juga tentunya.

Terjemahan buku yang pertama kali diterbitkan tahun 1997 ini enak dibaca. Penerbit telah memilihkan penerjemah yang profesional. Ini resensi buku tentang ekonomi kedua yang saya buat di blog ini. Lebih lengkap tentang Muhammad Yunus dan Grameen Bank dapat dengan mudah Anda temui di search engine manapun. Program pemerintah yang banyak diiklankan di TV akhir-akhir ini, yaitu PNPM Mandiri, sepertinya memiliki konsep serupa dengan yang sudah dipraktikkan oleh Grameen Bank.