Abstrak
Ginjal biasanya menunjukkan fungsi yang besar. GFR, yang dapat diketahui dengan kreatinin klirens, dapat menurun dari 120 ke 60 mL/ menit tanpa adanya perubahan klinis pada fungsi ginjal. Walaupun pada pasien dengan kreatinin klirens 40 -60 mL/menit umumnya asimtomatik. Pasien ini hanya memiliki gangguan ginjal ringan namun harus dipertimbangkan sebagai gangguan ginjal. Manajemen anestesi yang tepat pada pasien ini sama pentingnya pada pasien gagal ginjal yang berat. Penekanan manajemen pada pasien ini adalah pencegahan, karena angka kematian dari gagal ginjal post operatif sebesar 50%–60%. Peningkatan resiko perioperatif berhubungan dengan kombinasi penyakit ginjal lanjut dan diabetes.
Keyword: gagal ginjal, manejemen anastesi
History
Seorang laki-laki, 67 tahun, datang dengan keluhan BAB dengan lendir darah sejak ± 1 bulan yll. Pasien merasa BAB semakin sulit dan terasa nyeri, disertai darah berwarna merah segar yang semakin banyak, tidak ada benjolan yang keluar dari dubur. Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit yang serius sebelumnya. Pemeriksaan colok dubur TMSA baik, mukosa licin, massa (+), ampula rekti tidak kolaps, NT (+), STLD (+). Status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang : Kadar ureum dan kreatinin meningkat (Ureum: 127 dan Creatinin : 3,4).
Status Anestesi
Keadaan Umum : tampak lemah, anemis
Airway : Clear, MII, TMD > 6,5 cm, gerak leher, kepala, dan membuka mulut bebas
Breathing : Spontan, agak sesak, RR = 26 x/menit, Rhonki (-), wheezing (-).
Circulation : TD : 140/90 mmHg, HR : 90 x/menit
Ass : Status Fisik ASA III
Diagnosa Kerja
Susp. Ca. Recti dengan status fisik ASA III
Tatalaksana Anastesi
Intruksi Preoperasi
· Puasa 8 jam preoperasi
· Lengkapi IC anastesi
· Balance cairan à pasang DC dan monitor urine output per 3 jam, jika < 60 cc / 3 jam lapor dr.anastesi
· Sedia darah 2 kolf
· Perawatan di ICU post-operasi
Premedikasi
· Ondancetron 4 mg
· Midazolam 2,5 mg
· Fentanyl 50 mg
· IVFD RL : Koloid = 4 : 1
Induksi
· Atracurium 25 mg
· Recofol 50 mg
Maintenance
· Sevofluran, N2O, dan O2
· Torasic 30 mg
Diskusi
Ginjal biasanya menunjukkan fungsi yang besar. GFR, yang dapat diketahui dengan kreatinin klirens, dapat menurun dari 120 ke 60 mL/ menit tanpa adanya perubahan klinis pada fungsi ginjal. Walaupun pada pasien dengan kreatinin klirens 40 -60 mL/menit umumnya asimtomatik. Pasien ini hanya memiliki gangguan ginjal ringan namun harus dipertimbangkan sebagai gangguan ginjal.
Ketika kreatinin klirens mencapai 25 – 40 mL/menit gangguan ginjal sedang dan pasien bisa disebut memiliki renal insufisiensi.Azotemia yang signifikan selalu muncul, dan hipertensi maupun anemia secara bersamaan. Manajemen anestesi yang tepat pada pasien ini sama pentingnya pada pasien gagal ginjal yang berat. Yang terakhir ini terutama selama prosedur yang berkaitan dengan insiden yang relatif tinggi dari gagal ginjal postoperatif, seperti pembedahan konstruktif dari jantung dan aorta. Kehilangan volume intravaskular, sepsis, obstruktif jaundice, kecelakaan, injeksi kontras dan aminoglikosid, angiotensin converting enzim inhibitor, atau obat-obat terapi seperti NSAID sebagai resiko utama pada perburukan akut pada fungsi ginjal. Hipovolemia muncul khususnya sebagai faktor yang penting pada gagal ginjal akut postoperatif. Penekanan manajemen pada pasien ini adalah pencegahan, karena angka kematian dari gagal ginjal post operatif sebesar 50%–60%. Peningkatan resiko perioperatif berhubungan dengan kombinasi penyakit ginjal lanjut dan diabetes.
Profilaksis untuk gagal ginjal dengan cairan diuresis efektif dan diindikasikan pada pasien dengan resiko tinggi, rekonstruksi aorta mayor, dan kemungkinan prosedur pembedahan lainnya. Mannitol (0,5 g/kg) sering digunakan dan diberikan sebagai perioritas pada induksi. Cairan intravena diberikan untuk mencegah kehilangan intra vaskular. Infus intravena dengan fenoldopam atau dopamin dosis rendah memberikan peningkatan aliran darah ginjal melalui aktivasi dari vasodilator reseptor dopamin pada pembuluh darah ginjal. Loop diuretik juga dibutuhkan untuk menjaga pengeluaran urin dan mencegah kelebihan cairan.
PERTIMBANGAN INTRAOPERATIF
Monitoring
Monitor standard yang digunakan untuk prosedur termasuk kehilangan cairan yang minimal. Untuk operasi yang banyak kehilangan cairan atau darah, pemantauan urin output dan volume intravaskular sangat penting. Walaupun dengan urin output yang cukup tidak memastikan fungsi ginjal baik, namun selalu diusahakan pencapaian urin output lebih besar dari 0,5 mL/kgBB/jam. Pemantauan tekanan intra arterial juga dilakukan jika terjadi perubahan tekanan darah yang cepat, misalnya pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau sedang dalam pengobatan yang berhubungan dengan perubahan yang mendadak pada preload maupun afterload jantung.
Induksi
Pemilihan zat induksi tidak sepenting dalam memastikan volume intravaskular yang cukup terlebih dahulu. Anestesi induksi pada pasien dengan Renal Insuffisiensi biasanya menghasilkan hipotensi jika terjadi hipovolemia. Kecuali jika diberikan vasopressor, hipotensi biasanya muncul setelah intubasi atau rangsangan pembedahan. Perfusi ginjal, yang dipengaruhi oleh hipovolemia semakin buruk sebagai hasil pertama adalah hipotensi dan kemudian secara simpatis atau farmakologis diperantarai oleh vasokonstriksi ginjal. Jika berlanjut, penurunan perfusi ginjal pengakibatkan kerusakan ginjal postoperatif. Hidrasi preoperatif biasanya digunakan untuk mencegah hal ini.
Pemeliharaan
Semua zat pemeliharaan dapat diberikan kecuali Methoxyflurane dan Sevoflurane. Walau enflurane bisa digunakan secara aman pada prosedur singkat, namun lebih baik dihindari pada pasien dengan insuffisiensi ginjal karena masih ada pilihan obat lain yang memuaskan. Pemburukan fungsi ginjal selama periode ini dapat menghasilkan efek hemodinamik lebih lanjut dari pembedahan (perdarahan) atau anestesi (depresi jantung atau hipotensi). Efek hormon tidak langsung (aktifasi simpatoadrenal atau sekresi ADH), atau ventilasi tekanan positif. Efek ini biasanya reversibel ketika diberikan cairan intravena yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskuler yang normal atau meluas. Pemberian utama dari vasopresor α – adrenergik (phenyleprine dan norepineprine) juga dapat mengganggu.Dosis kecil intermitten atau infus singkat mungkin bisa berguna untuk mempertahankan aliran darah ginjal sebelum pemberian yang lain (seperti transfusi) dapat mengatasi hipotensi. Jika mean tekanan darah arteri, cardiac output dan cairan intravaskuler cukup, infus dopamin dosis rendah (2-5 mikrogram/kg/menit) dapat diberikan dengan batasan urin output untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan fungsi ginjal.”Dosis dopamin untuk ginjal”telah juga dapat menunjukkan setidaknya sebagian membalikkan vasokonstriksi arteri ginjal selama infus dengan vasopresor α–adrenergik (norepinephrine).Fenoldopam juga mempunyai efek yang sama.
Terapi Cairan
Seperti telah dibicarakan diatas, pertimbangan pemberian cairan sangat penting untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Perhatikan jika ditemukan pemberian cairan yang berlebihan, namun masalah biasanya jarang dengan pasien yang urin outputnya cukup. Maka perlu dilakukan pemantauan pada urin outputnya, jika cairan yang berlebihan diberikan maka akan menyebabkan edema atau kongestif paru yang lebih mudah ditangani daripada gagal ginjal akut.
Kesimpulan
Selain penilaian anastesi rutin, perhatian pada pasien ini di fokuskan pada fungsi ginjal. Indikator yang terbaik bahwa pasien menderita penyakit ginjal adalah mendapatkannya lewat riwayat medik. Pemeriksaan fisik sering hanya minimal saja yang didapatkan. Unutuk penunjangnya dilakukan pemeriksaan urinalisis, elektrolit, rontgen, EKG dan pemeriksaan fungsi paru sesuai dengan indikasi. Pemeliharaan dengan anastesi inhalasi lebih dipilih untuk pemeliharaan anastesi sebab eksresinya melalui sistem respirasi sehingga dengan adanya gangguan fungsi ginjal tidak akan merubah obat-obat tersebut yaitu isoflouran, halotan, desfluran. Resusitasi cairan yang tepat diberikan pada pasien dengan tanda-tanda dehidrasi untuk menghindarkan hipotensi pada induksi anastesi. Pada pemeliharaan cairan selama operasi, kehilangan cairan karena penguapan, pembukaan abdomen (10-30 mL/ kg/ jam) harus diperhitugkan.
Daftar Pustaka
1. Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan, M. R., 2002, Fisiologi Ginjal dalam buku Petunjuk praktis Anestesiologi, Cetakan kedua, Bagian anastesiologi dan Terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2. Monk, T. G., Weldon, B. G., 1997, The Renal System and Anesthesia for Urologic Surgery alam The Lippincoltt-Raven Interactive Anesthesia Library on CD-ROM Version 2.0.
3. Schwartz, Spencer, S., Galloway, D. F, 1999, Principles of Surgery,
seventh edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.
Penulis
Imaniar Ranti (20040310032-FK UMY), Bagian Ilmu Anastesi dan Reanimasi, RSUD Saras Husada, Kab. Purworejo, Jawa Tengah
Sumber Info
Ginjal biasanya menunjukkan fungsi yang besar. GFR, yang dapat diketahui dengan kreatinin klirens, dapat menurun dari 120 ke 60 mL/ menit tanpa adanya perubahan klinis pada fungsi ginjal. Walaupun pada pasien dengan kreatinin klirens 40 -60 mL/menit umumnya asimtomatik. Pasien ini hanya memiliki gangguan ginjal ringan namun harus dipertimbangkan sebagai gangguan ginjal. Manajemen anestesi yang tepat pada pasien ini sama pentingnya pada pasien gagal ginjal yang berat. Penekanan manajemen pada pasien ini adalah pencegahan, karena angka kematian dari gagal ginjal post operatif sebesar 50%–60%. Peningkatan resiko perioperatif berhubungan dengan kombinasi penyakit ginjal lanjut dan diabetes.
Keyword: gagal ginjal, manejemen anastesi
History
Seorang laki-laki, 67 tahun, datang dengan keluhan BAB dengan lendir darah sejak ± 1 bulan yll. Pasien merasa BAB semakin sulit dan terasa nyeri, disertai darah berwarna merah segar yang semakin banyak, tidak ada benjolan yang keluar dari dubur. Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit yang serius sebelumnya. Pemeriksaan colok dubur TMSA baik, mukosa licin, massa (+), ampula rekti tidak kolaps, NT (+), STLD (+). Status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang : Kadar ureum dan kreatinin meningkat (Ureum: 127 dan Creatinin : 3,4).
Status Anestesi
Keadaan Umum : tampak lemah, anemis
Airway : Clear, MII, TMD > 6,5 cm, gerak leher, kepala, dan membuka mulut bebas
Breathing : Spontan, agak sesak, RR = 26 x/menit, Rhonki (-), wheezing (-).
Circulation : TD : 140/90 mmHg, HR : 90 x/menit
Ass : Status Fisik ASA III
Diagnosa Kerja
Susp. Ca. Recti dengan status fisik ASA III
Tatalaksana Anastesi
Intruksi Preoperasi
· Puasa 8 jam preoperasi
· Lengkapi IC anastesi
· Balance cairan à pasang DC dan monitor urine output per 3 jam, jika < 60 cc / 3 jam lapor dr.anastesi
· Sedia darah 2 kolf
· Perawatan di ICU post-operasi
Premedikasi
· Ondancetron 4 mg
· Midazolam 2,5 mg
· Fentanyl 50 mg
· IVFD RL : Koloid = 4 : 1
Induksi
· Atracurium 25 mg
· Recofol 50 mg
Maintenance
· Sevofluran, N2O, dan O2
· Torasic 30 mg
Diskusi
ANESTESI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN GINJAL RINGAN SAMPAI SEDANG
PERTIMBANGAN PREOPERATIFGinjal biasanya menunjukkan fungsi yang besar. GFR, yang dapat diketahui dengan kreatinin klirens, dapat menurun dari 120 ke 60 mL/ menit tanpa adanya perubahan klinis pada fungsi ginjal. Walaupun pada pasien dengan kreatinin klirens 40 -60 mL/menit umumnya asimtomatik. Pasien ini hanya memiliki gangguan ginjal ringan namun harus dipertimbangkan sebagai gangguan ginjal.
Ketika kreatinin klirens mencapai 25 – 40 mL/menit gangguan ginjal sedang dan pasien bisa disebut memiliki renal insufisiensi.Azotemia yang signifikan selalu muncul, dan hipertensi maupun anemia secara bersamaan. Manajemen anestesi yang tepat pada pasien ini sama pentingnya pada pasien gagal ginjal yang berat. Yang terakhir ini terutama selama prosedur yang berkaitan dengan insiden yang relatif tinggi dari gagal ginjal postoperatif, seperti pembedahan konstruktif dari jantung dan aorta. Kehilangan volume intravaskular, sepsis, obstruktif jaundice, kecelakaan, injeksi kontras dan aminoglikosid, angiotensin converting enzim inhibitor, atau obat-obat terapi seperti NSAID sebagai resiko utama pada perburukan akut pada fungsi ginjal. Hipovolemia muncul khususnya sebagai faktor yang penting pada gagal ginjal akut postoperatif. Penekanan manajemen pada pasien ini adalah pencegahan, karena angka kematian dari gagal ginjal post operatif sebesar 50%–60%. Peningkatan resiko perioperatif berhubungan dengan kombinasi penyakit ginjal lanjut dan diabetes.
Profilaksis untuk gagal ginjal dengan cairan diuresis efektif dan diindikasikan pada pasien dengan resiko tinggi, rekonstruksi aorta mayor, dan kemungkinan prosedur pembedahan lainnya. Mannitol (0,5 g/kg) sering digunakan dan diberikan sebagai perioritas pada induksi. Cairan intravena diberikan untuk mencegah kehilangan intra vaskular. Infus intravena dengan fenoldopam atau dopamin dosis rendah memberikan peningkatan aliran darah ginjal melalui aktivasi dari vasodilator reseptor dopamin pada pembuluh darah ginjal. Loop diuretik juga dibutuhkan untuk menjaga pengeluaran urin dan mencegah kelebihan cairan.
PERTIMBANGAN INTRAOPERATIF
Monitoring
Monitor standard yang digunakan untuk prosedur termasuk kehilangan cairan yang minimal. Untuk operasi yang banyak kehilangan cairan atau darah, pemantauan urin output dan volume intravaskular sangat penting. Walaupun dengan urin output yang cukup tidak memastikan fungsi ginjal baik, namun selalu diusahakan pencapaian urin output lebih besar dari 0,5 mL/kgBB/jam. Pemantauan tekanan intra arterial juga dilakukan jika terjadi perubahan tekanan darah yang cepat, misalnya pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau sedang dalam pengobatan yang berhubungan dengan perubahan yang mendadak pada preload maupun afterload jantung.
Induksi
Pemilihan zat induksi tidak sepenting dalam memastikan volume intravaskular yang cukup terlebih dahulu. Anestesi induksi pada pasien dengan Renal Insuffisiensi biasanya menghasilkan hipotensi jika terjadi hipovolemia. Kecuali jika diberikan vasopressor, hipotensi biasanya muncul setelah intubasi atau rangsangan pembedahan. Perfusi ginjal, yang dipengaruhi oleh hipovolemia semakin buruk sebagai hasil pertama adalah hipotensi dan kemudian secara simpatis atau farmakologis diperantarai oleh vasokonstriksi ginjal. Jika berlanjut, penurunan perfusi ginjal pengakibatkan kerusakan ginjal postoperatif. Hidrasi preoperatif biasanya digunakan untuk mencegah hal ini.
Pemeliharaan
Semua zat pemeliharaan dapat diberikan kecuali Methoxyflurane dan Sevoflurane. Walau enflurane bisa digunakan secara aman pada prosedur singkat, namun lebih baik dihindari pada pasien dengan insuffisiensi ginjal karena masih ada pilihan obat lain yang memuaskan. Pemburukan fungsi ginjal selama periode ini dapat menghasilkan efek hemodinamik lebih lanjut dari pembedahan (perdarahan) atau anestesi (depresi jantung atau hipotensi). Efek hormon tidak langsung (aktifasi simpatoadrenal atau sekresi ADH), atau ventilasi tekanan positif. Efek ini biasanya reversibel ketika diberikan cairan intravena yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskuler yang normal atau meluas. Pemberian utama dari vasopresor α – adrenergik (phenyleprine dan norepineprine) juga dapat mengganggu.Dosis kecil intermitten atau infus singkat mungkin bisa berguna untuk mempertahankan aliran darah ginjal sebelum pemberian yang lain (seperti transfusi) dapat mengatasi hipotensi. Jika mean tekanan darah arteri, cardiac output dan cairan intravaskuler cukup, infus dopamin dosis rendah (2-5 mikrogram/kg/menit) dapat diberikan dengan batasan urin output untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan fungsi ginjal.”Dosis dopamin untuk ginjal”telah juga dapat menunjukkan setidaknya sebagian membalikkan vasokonstriksi arteri ginjal selama infus dengan vasopresor α–adrenergik (norepinephrine).Fenoldopam juga mempunyai efek yang sama.
Terapi Cairan
Seperti telah dibicarakan diatas, pertimbangan pemberian cairan sangat penting untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Perhatikan jika ditemukan pemberian cairan yang berlebihan, namun masalah biasanya jarang dengan pasien yang urin outputnya cukup. Maka perlu dilakukan pemantauan pada urin outputnya, jika cairan yang berlebihan diberikan maka akan menyebabkan edema atau kongestif paru yang lebih mudah ditangani daripada gagal ginjal akut.
Kesimpulan
Selain penilaian anastesi rutin, perhatian pada pasien ini di fokuskan pada fungsi ginjal. Indikator yang terbaik bahwa pasien menderita penyakit ginjal adalah mendapatkannya lewat riwayat medik. Pemeriksaan fisik sering hanya minimal saja yang didapatkan. Unutuk penunjangnya dilakukan pemeriksaan urinalisis, elektrolit, rontgen, EKG dan pemeriksaan fungsi paru sesuai dengan indikasi. Pemeliharaan dengan anastesi inhalasi lebih dipilih untuk pemeliharaan anastesi sebab eksresinya melalui sistem respirasi sehingga dengan adanya gangguan fungsi ginjal tidak akan merubah obat-obat tersebut yaitu isoflouran, halotan, desfluran. Resusitasi cairan yang tepat diberikan pada pasien dengan tanda-tanda dehidrasi untuk menghindarkan hipotensi pada induksi anastesi. Pada pemeliharaan cairan selama operasi, kehilangan cairan karena penguapan, pembukaan abdomen (10-30 mL/ kg/ jam) harus diperhitugkan.
Daftar Pustaka
1. Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan, M. R., 2002, Fisiologi Ginjal dalam buku Petunjuk praktis Anestesiologi, Cetakan kedua, Bagian anastesiologi dan Terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2. Monk, T. G., Weldon, B. G., 1997, The Renal System and Anesthesia for Urologic Surgery alam The Lippincoltt-Raven Interactive Anesthesia Library on CD-ROM Version 2.0.
3. Schwartz, Spencer, S., Galloway, D. F, 1999, Principles of Surgery,
seventh edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.
Penulis
Imaniar Ranti (20040310032-FK UMY), Bagian Ilmu Anastesi dan Reanimasi, RSUD Saras Husada, Kab. Purworejo, Jawa Tengah
Sumber Info