ABSTRAK
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukan anastesi spinal subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian bawah sesuai dengan indikasi anastesi spinal.
Keywords:
Anastesi spinal, subarachnoid, hernia Inguinalis lateralis repponibel
KASUS
Seorang laki-laki berusia 70 tahun datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah kiri membesar hilang timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku scrotum sebelah kiri tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang yang berat, maupun saat pasien mengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun yang lalu. BAB tak ada gangguan, flatus normal, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada keluhan BAK. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesi sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum compos mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N 72 x/menit, T 36,8 oC, hasil laboratorium dalam batas normal. Pada status lokalis: testis teraba 2 buah, tampak benjolan di daerah inguinalis sinistra,yang bisa dimasukkan kembali, nyeri tekan tidak ada, finger test ada teraba tekanan ketika pasien diminta untuk mengejan,uji transluminasi tidak ada. Dokter merencanakan untuk dilakukan herniotomi.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasien adalah Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang maka: Diagnosa pre-operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn Repponibel; Status operasi : ASA I .
TERAPI
Penatalaksanaan anastesi pada pasien antara lain: Premedikasi berupa injeksi ondancentron HCL 4 mg intravena dan injeksi ketorolac 30 mg intravena. Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500 ml. Dilakukan regional anastesi berupa anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block atau SAB, dengan menggunakan jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5 disuntikan bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Selama operasi berlangsung diberikan midazolam 3 mg intravena dan untuk mempertahankan oksigenasi pasien diberikan O2 3 liter/menit. Operasi selesai dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang dan stabil dengan Bromage score ≥ 3 maka dapat dipindah ke bangsal.
DISKUSI
Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalis lateralis sinistra repponibeldan akan dilakukan herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalah regional anastesi-anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada ruang subarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan.
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Dengan indikasi pada pasien yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana indikasi untuk anastasi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Premedikasi yang digunakan pada kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg dan ketorolac 30 mg. Ondancentron adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Dosis Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB. Pemberian ketorolac sebagai analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri, dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di SSP. Dosis awal pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, untuk pasien normal dibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan BB <50 kg atau faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblock. Bupivacain berikatan dengan natrium channel sehingga mencegah depolarisasi. Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain. Sifat hambatan sensoris lebih dominan dibanding motoriknya. Penambahan clonidine pada kasus ini dimaksudkan untuk memperpanjang durasi dari anastesi spinal. Pemilihan obat anastesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang dilakukan Selama operasi pasien diberi midazolam 3 mg secara intravena, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan selama operasi berlangsung, midazolam merupakan derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiat sedasi dan anticemas yang bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil walaupun memang mengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien masuk. Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10 mg intravena untuk membantu menaikkan tekanan darah pasien. Efedrin merupakan vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasi otot polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg dapat diulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan 2cc/KgBB/jam: 50 Kg x 2cc = 100 cc. Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak puasa sudah terpasang RL. Stress operasi : 4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc. Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc + 200cc = 300cc/jam Setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan pada ksus ini adalah 70cc. EBV: 50 Kg x 75cc = 3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100% = 1,87%. Karena perdarahan yang keluar pada kasus ini < 20% EBV maka tidak diperlukan adanya transfusi darah. Kebutuhan cairan dibangsal Maintenance 2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc = 100cc/jam. Sehingga jumlah tetesan yang dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc ∞ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes = 25 tetes/menit. Pasien pindah ke ruang recovery dan dilakukan pemantauan keadaan umum, tekanan darah, respirasi dan nadi. Bila pasien tenang dan stabil dengan bromage score ≥ 3 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal , bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op dengan regional anastesi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, said. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI
2. Sari, Irma P. S. 2009. Anestetika Lokal. http://www.scribd.com/doc/19566098/. Diakses 5 MeI 2010
3. Rochmawati, Anis. 2009. Makalah Tugas Farmakologi. http://www.scribd.com/doc/30705426/29772928-Makalah-Tugas-Farmakologi-i#source:facebook. Diakses 21 juli 2010
4. Marwoto. 2000. Perbandingan Mula dan Lama Kerja Antara Lidokain- Buvivakain dan Buvivakain pada Block Epidural. http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 21 juli 2010
5. Mutschler,E.1991.Dinamika Obat edisiV.Bandung:ITB
PENULIS
Mega Prawithasari Lubis, Bagian Anastesi, RSUD Setjonegoro, Kab.Wonosobo, Jawa Tengah
Sumber info
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukan anastesi spinal subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian bawah sesuai dengan indikasi anastesi spinal.
Keywords:
Anastesi spinal, subarachnoid, hernia Inguinalis lateralis repponibel
KASUS
Seorang laki-laki berusia 70 tahun datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah kiri membesar hilang timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku scrotum sebelah kiri tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang yang berat, maupun saat pasien mengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun yang lalu. BAB tak ada gangguan, flatus normal, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada keluhan BAK. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesi sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum compos mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N 72 x/menit, T 36,8 oC, hasil laboratorium dalam batas normal. Pada status lokalis: testis teraba 2 buah, tampak benjolan di daerah inguinalis sinistra,yang bisa dimasukkan kembali, nyeri tekan tidak ada, finger test ada teraba tekanan ketika pasien diminta untuk mengejan,uji transluminasi tidak ada. Dokter merencanakan untuk dilakukan herniotomi.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasien adalah Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang maka: Diagnosa pre-operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn Repponibel; Status operasi : ASA I .
TERAPI
Penatalaksanaan anastesi pada pasien antara lain: Premedikasi berupa injeksi ondancentron HCL 4 mg intravena dan injeksi ketorolac 30 mg intravena. Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500 ml. Dilakukan regional anastesi berupa anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block atau SAB, dengan menggunakan jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5 disuntikan bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Selama operasi berlangsung diberikan midazolam 3 mg intravena dan untuk mempertahankan oksigenasi pasien diberikan O2 3 liter/menit. Operasi selesai dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang dan stabil dengan Bromage score ≥ 3 maka dapat dipindah ke bangsal.
DISKUSI
Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalis lateralis sinistra repponibeldan akan dilakukan herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalah regional anastesi-anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada ruang subarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan.
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Dengan indikasi pada pasien yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana indikasi untuk anastasi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Premedikasi yang digunakan pada kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg dan ketorolac 30 mg. Ondancentron adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Dosis Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB. Pemberian ketorolac sebagai analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri, dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di SSP. Dosis awal pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, untuk pasien normal dibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan BB <50 kg atau faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblock. Bupivacain berikatan dengan natrium channel sehingga mencegah depolarisasi. Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain. Sifat hambatan sensoris lebih dominan dibanding motoriknya. Penambahan clonidine pada kasus ini dimaksudkan untuk memperpanjang durasi dari anastesi spinal. Pemilihan obat anastesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang dilakukan Selama operasi pasien diberi midazolam 3 mg secara intravena, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan selama operasi berlangsung, midazolam merupakan derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiat sedasi dan anticemas yang bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil walaupun memang mengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien masuk. Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10 mg intravena untuk membantu menaikkan tekanan darah pasien. Efedrin merupakan vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasi otot polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg dapat diulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan: Jam I, Maintenance cairan 2cc/KgBB/jam: 50 Kg x 2cc = 100 cc. Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak puasa sudah terpasang RL. Stress operasi : 4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc. Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc + 200cc = 300cc/jam Setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan pada ksus ini adalah 70cc. EBV: 50 Kg x 75cc = 3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100% = 1,87%. Karena perdarahan yang keluar pada kasus ini < 20% EBV maka tidak diperlukan adanya transfusi darah. Kebutuhan cairan dibangsal Maintenance 2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc = 100cc/jam. Sehingga jumlah tetesan yang dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc ∞ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes = 25 tetes/menit. Pasien pindah ke ruang recovery dan dilakukan pemantauan keadaan umum, tekanan darah, respirasi dan nadi. Bila pasien tenang dan stabil dengan bromage score ≥ 3 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal , bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op dengan regional anastesi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, said. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI
2. Sari, Irma P. S. 2009. Anestetika Lokal. http://www.scribd.com/doc/19566098/. Diakses 5 MeI 2010
3. Rochmawati, Anis. 2009. Makalah Tugas Farmakologi. http://www.scribd.com/doc/30705426/29772928-Makalah-Tugas-Farmakologi-i#source:facebook. Diakses 21 juli 2010
4. Marwoto. 2000. Perbandingan Mula dan Lama Kerja Antara Lidokain- Buvivakain dan Buvivakain pada Block Epidural. http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 21 juli 2010
5. Mutschler,E.1991.Dinamika Obat edisiV.Bandung:ITB
PENULIS
Mega Prawithasari Lubis, Bagian Anastesi, RSUD Setjonegoro, Kab.Wonosobo, Jawa Tengah
Sumber info