ANGIOFIBROMA NASOFARING
DEFINISI
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak dan secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.
ETIOLOGI
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak diajukan:
- Teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma nasofaring adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung.
- . Faktor keseimbangan hormonal, adanya kekurangan androgen atau kelebihan estrogen juga banyak dikemukakan sebagai penyebab. Angapan ini berdasarkan atas adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur. Benyak ditemukan pada anak dan remaja laki-laki. Itulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia (Juvenile nasopharyngeal angiofibroma).
PATOLOGI
Tumor ini berwarna merah, sering menimbulkan epistaksis dan bila tidak diobati tumor ini dapat meluas kedalam orbita dan rongga tengkorak
Tumor nasofaring pertama kali tumbuh dibawah mukosa secara perlahan-lahan dari tahun ke tahun ditepi sebelah posterior dan lateral koana di atap nasofaring. Tumor ini akan tumbuh besar dan meluas dibawah mukosa, sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa diatap rongga hidung posterior. Perluasan kearah anterior akan mengisi rongga hidung, mendorong septum kesisi kontralateral, tumor melebar kearah foramen sfenopalatina, masuk ke fissura pterigomaksila dan akan mendesak dinding posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk ke fossa intratemporal yang akan menimbulkan benjolan dipipi, dan rasa penuh di wajah. Apabila tumor ltelah mendorong salah satu atau kedua bola mata maka tampak gejala yang khas pada wajah yang disebut “muka kodok”. Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fossa infretemporal dan pterigomaksila masuk kefossa serbri media. Dari sinus etmoidmasuk ke fossa serebri atau dari sinus sphenoid ke sinus kavernosus dan fossa hipofse.
DIAGNOSIS
Tanda dan gejala sudah terjadi kira-kira 6 bulan saat ddidiagnosa, umumnya telah terjadi perluasan di luar nasofaring.
Diagnosis angiofibroma nasofaring biadanya ditegakkan biasanya berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang juga menunjang diagnosis.
Ñ Gejala klinis
Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sumbatan hidung yang progressif dan penderita akhirnya bernafas melalui mulut dan epistaksis berulang massif. Timbul rinora konik dan dari hidung keluar ingus yang purulenta dan diikuti gangguan penciuman, rinolalia, dan anosmia. Tuli atau otalgia, tinitus akibt okulasi pada tuba eustachius, dapat terjadi otitis media. Sefalgia hebat terjadi bila tumor sedah meluas ke intrakranial, sakit kepala yang timbul akibat dari tumor mengadakan ekspansi ke dasar tengkorak yang mengakibatkan penekanan pada cabang nervus trigeminus kemudian muncul berbagai macam paralysis dari syaraf yang terkena.
Ñ Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan bantuan alat, yaitu rinoskopi posterior ditemukan massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna abu-abu sampai merah muda, bagian tumor yang terlihat biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang keluar nasofaring berwarna putih atau abu-abu, mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukannya adanya ulserasi.
Ñ Pemeriksaan penunjang
· N Pemeriksan radiologik konvensional (foto kepala potongan anterior, posterior, lateral, posisi waters) akan terlihat gambaran colman miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang, sehingga fisura pterigopalatna akan melebar, akan terlihat juga massa jaringan lunak didaerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan tulang disekitar nasofaring.
· N Pada CT-scan dengan zat kontras akan tampak perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya.
· N Pada pemeriksaan arteriografi, arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang a. maksila interna homolateral.
· N Pemeriksaan histopatologik jaringan tumor pasca bedah : tumor terdiri dari unsur pembuluh darah dan jaringan ikat, pada pemeriksaan PA tidak dapat dilakukan sebelum pasca pembedahan karena biopsi merupakan kontraindikasi sebab akan mengakibatkan perdarahan massif.
· N Selain itu harus pula diperhatikan faktor umur, jenis kelamin, keadaan tumor serta eksistensinya.
Untuk menentukan perluasan tumor dibuat penderajatan sebagai berikut
STADIUM I | Tumor di nasofaring |
STADIUM II | Tumor meluas ke rongga hidung dan / ke sinus sphenoid |
STADIUM III | Tumor meluas ke salah satu / lebih dari sinus maksila dan etmoid fosa pterigomaksila dan infremoral, rongga mata dan pipi |
STADIUM IV | Tumor meluas ke rongga intrakranial |
KOMPLIKASI
· Anemia berat akibat epistaksis yang hebat dan berulang-ulang.
· Bila tumor telah mengadakan ekstensi kedaerah sekitarnya, maka kemungkinan akan terdapat kelainan-kelainan :
- Exopthalmus atau ptosis yang terjadi akibat penekanan pada kavum orbita
- Deformitas tulang pipi dan hidung akibat ekstensi ke sinus dan kavum nasi
- Paresis dan paralisis akibat ekstensi ke intra kranial, biasanya gangguanpada syaraf II, III, IV dan VI.
· Akibat sumbatan pada ostium tuba eustachius dapat terjadi otitis media
· Meluas ke rongga hidung dapat menyebabkan sumbatan ostium sinus sehingga timbul sinsitis yang mngenai seluruh paranasal lainnya
· Bila tumor meluas ke arah orofaring maka tumor akan menekan palatum molle dan dapat menimbulkan disfagia dan lambat laun menyebabkan sumbatan jalan nafas.
PENATALAKSANAAN
1) Perawatan umum
a. Perbaikan keadaan umum, jika didapatkan anemia berat dapat diberikan transfusi darah
b. Bila terjadi epistaksis usahakan pemasangan tampon anterior hidung, jika perlu dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon bellogue)
2) Perawatan khusus
Pengobatan angiofibroma terdiri dari :
a. Pembedahan
Pembedahan dianggap sebagai cara pengobatan terbaik dan operasi harus dilakukan dirumah sakit. Kesukaran utama dalam pembedahan adalah perdarahan hebat yang dapat mencapai 2000 – 3000 cc dalam waktu yang relatif singkat serta tindakan untuk mengeksisi seluruh jaringan tumor dalam daerah relatif sempit.
Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan lokasi tumor dan perluasannya seperti transpalatal yaitu insisi pada palatum dan ancangan rinotomi lateral yaitu melalui insisi pada bagian samping hidung luar, rinotomilateral, rinotomi sublabial atau kombinasi dengan kraniotomi bila sudah meluas ke intrakranial.
Teknik degloving yaitu dengan menarik jaringan tengah muka dan hidung kearah cranial setelah dibuat bebrapa insisi, sehingga didapati jalan masuk yang luas kearah nasofaring. Bila massa tumor masih tersisa pada saat pembedahan, mudah sekali timbul residif.
b. Radioterapi
Radiioterapi prabedah diberikan untuk tumor yang sudah meluas ke jaringan intrekranial dan sekitarnya yang telah mendestruksi dasar tengkorak dan tidak mungkin dilakukan reseksi. Adanya kecendrungan tumor berubah menjadi ganas pasca radioterapi, merupakan komplikasi yang tidak diharapkan, dapat juga diberikan terapi hormonal meskipun hasilnya tidak sebaik radioterapi.
c. Pengobatan hormonal
Pengobatan hormonal dengan dietilstilbestrol 5 mg perhari selama 6 minggu dapat mengecilkan tumor dan mengurangi kecendrungan terjadinya perdarahan. Oleh sebab itu pemberian hormon seaiknya diikuti dengan pembedahan.(1,2,3,4,5)
PROGNOSIS
Prognosis tumor ini jelek kalau tidak segera didiagnosis secara dini dan dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat dan umumnya prognosisnya ditentukan oleh beberapa faktor :
· Keadaan umum penderita
· Besarnya tumor dan ekspansinya terutama ke daerah intrakranial
· Bila dengan cara operatif tumor dapat diangkat seluruhnya tanpa sisa, prognosisnya baik