Minggu, 28 Desember 2008

perbedaan pandangan

Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda terhadap suatu hal..tergantung kepada pengalaman hidup,tujuan hidup,dan cara berpikirnya misalnya pada gambar di bawah ini



...apakah yang anda lihat seorang wanita tua atau seorang gadis??dan pada gambar kedua seekor bebek atau kelinci??..
pertama kali saya melihatnya waktu Latihan kader HMI,saya jadi tersenyum juga ternyata dari gambar itu saja persepsi kita bisa berbeda...jadi seandainya ada teman kita yang berbeda pandangan dengan kita ..saya pikir itu adalah suatu hal yang lumrah..tergantung dari pengalaman hidup,cara berpikir dan tujuan hidup kita...nah semua tergantung pada diri kita sendiri dalam menyikapi hal itu...
seandainya mau merenung ,kita yang masih gemar bertengkar, saling memaki, saling mengkafirkan, saling membid’ahkan bahkan unjuk kekerasan dengan orang lain yang kita anggap “berbeda”.

Bahwa perbedaan itu sunnatullah dan manusia hidup dalam keriuhan perbedaan, semua orang telah tahu. Namun, bahwa manusia bisa menghargai dan menerima perbedaan? Nah, yang terakhir ini banyak orang yang tidak mampu atau pura-pura kurang memahaminya.

Padahal, kita sendiri lahir dan besar dalam atmosfir perbedaan. Ayah dan ibu kita jelas saling berbeda: jenis kelamin, watak, emosi, perilaku, hobi, dan lain-lain. Lalu, semua perbedaan keduanya berkumpul di dalam diri kita. Sehingga kalau kita marah ada orang berkata, “kamu mirip ayahmu“. Ketika sedang tertawa terkadang orang berkata, “senyummu itu mengingatkanku pada ibumu“.

Mengapa orang tidak bisa menerima dan menghargai perbedaan? Salah satu sebabnya adalah sempitnya ilmu dan pengetahuan. Sehingga seseorang melihat lalu menghakimi orang lain berdasarkan keterbatasan ilmu yang dimilikinya.

Pada suatu kesempatan Rasulullah pernah menyatakan bahwa Islam akan hancur karena umara (penguasa) dan fuqaha (ahli fiqh) yang kurang ilmu dan tidak bijak. Lalu apakah orang berilmu dan berwawasan luas serta merta bisa menerima dan menghargai perbedaan? Belum tentu juga. Mungkin kita pernah bertemu sejumlah kyai atau dosen yang tidak suka bahkan boleh jadi sangat benci jika ada santri atau mahasiswanya berani mempertanyakan, mendebat dan membantah pendapatnya. Padahal semua orang tahu mereka memiliki segudang ilmu.

Ketidaksiapan menerima pendapat yang berbeda dari orang lain biasanya muncul dari sifat egosentris yang berlebihan, dalam istilah akhlak dinamakan sebagai sifat ananiyah. Pada akhirnya, sifat ini hanya akan mengarahkan kita pada keangkuhan yang membawa bencana -jangan lupa bahwa Allah mengutuk siapa saja yang berjalan di muka bumi ini dengan penuh keangkuhan-.

Barangkali kita masih ingat kisah 3 orang buta dengan seekor gajah. Konon, salah seorang dari mereka mengajak yang lain untuk mengenali bentuk gajah. Orang buta pertama maju dan memegang kaki gajah. Dia bilang, “gajah itu bulat dan keras seperti batang pohon”. Orang kedua maju dan memegang belalainya. Dia sampaikan, “gajah itu bulat dan panjang seperti ular”. Lalu, orang ketiga maju dan memegang kupingnya. Ia berteriak, “gajah itu tipis seperti kipas!

Tentu saja, bagi orang kebanyakan ketiga pandangan mereka itu ‘keliru’ (sebenarnya lebih tepat bila disebut tidak lengkap). Hanya saja, haruskah mereka disalahkan? Kita hanya harus memaklumi karena sebatas itulah kemampuan mereka untuk melakukan exposure . Jika saja mereka bisa melihat, tentu pendapat mereka tidak seperti itu. Akan tetapi, bayangkan bila 3 orang buta itu kemudian duduk bersama dan mendiskusikan temuan masing-masing dalam suasana keterbukaan. Saya yakin akhirnya mereka sanggup mendeskripsikan bentuk gajah secara tepat. Justru dengan adanya perbedaaan persepsi, ilmu dan pengetahuan akan terus berkembang.

Mari kita mengingat kembali hadist Rasulullah, “Perbedaan di kalangan ummatku adalah rahmat”. Tidak layak bukan, bila rahmat tidak disyukuri? kita malah menolaknya sambil berharap macam-macam perbedaan itu hilang.

semoga kita bisa menjadi seseorang yang mampu menerima perbedaan pandangan..karena itu adalah satu hal yang wajar.........