Rabu, 24 Desember 2008

TUMOR TESTIS

Tumor traktus urogenetalia merupakan keganasan yang sering dijumpai di tempat praktek sehari-hari yang mungkin terlewatkan karena kekurangwaspadaan dokter dalam mengenali penyakit ini. Tumor urogenetalia dapat tumbuh di seluruh organ urogenetalia mulai dari ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli, prostat, uretra, testis dan penis (Rainy Umbas, 2000).

Semua gambaran atau manifestasi klinis tumor urogenital tergantung dari letak tumor, stadium, dan penyulit yang disebabkan oleh tumor. Metastasis pada paru, otak, tulang dan liver dapat menyebabkan gangguan organ tersebut dan memberikan manifestasi klinis sesuai dengan gejala organ yang terkena. Diantara keganasan urogenetalis, karsinoma kelenjar prostat merupakan keganasan yang angka kejadiannya paling banyak, kemudian disusul oleh keganasan buli-buli.

Tumor testis relatif jarang ditemukan, walaupun insidennya menunjukkan peningkatan pada tahun-tahun terakhir ini. Di Inggris ditemukan kurang dari 1 % dari seluruh kematian akibat kanker (Coupt, 2000).

Tumor testis cukup penting, banyak mengenai pria dewasa muda dan merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada kelompok ini (Satumed.com, 2004). Banyak diantaranya mempunyai tingkat keganasan yang tinggi walaupun, kemajuan kemoterapi akhir-akhir ini telah mampu memperbaiki prognosis penderita.

Menurut Purnomo (2003), tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia diantara 15 – 35 tahun dan merupakan 1 – 2% semua neplasma pada pria, dipaparkan juga bahwa akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis yang lebih baik, diketemukannya penanda tumor, diketemukannya regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% (1970) menjadi 5% (1997).

Menurut Robbins dan Kumar (1995), tumor testis merupakan penyebab utama yang penting terjadinya pembesaran testis yang padat tanpa rasa nyeri. Sekitar 95% tumor testis berasal dari sel-sel benih dan hampir semuanya ganas. Sisanya 5% berasal dari sel-sel interstitial Leydig atau sel Sertoli, dan ini biasanya jinak, meskipun tumor ini dapat mengeluarkan steroid yang dapat menyebabkan kelainan endokrinopati. Di Amerika Serikat rata-rata angka kejadian tumor sel benih testis sekitar 2 per 100.000 pria. Puncaknya pada usia 15 – 34 tahun. Dari golongan usia ini, frekuensi naik terus dalam beberapa tahun terakhir. Penyebab karsinoma testis tidak diketahui, namun bagaimanapun juga faktor predisposisi itu ada. Dalam rujukan telah dimuat bahwa angka kejadian tumor ini meningkat 10 sampai 40 kali pada penderita testis yang tidak turun. Penelitian epidemiologi memperkirakan bahwa pengaruh genetika juga berperan disini.

II.1. Definisi

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997) :

Dalam artian umum, tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh.

Dalam artian khusus, tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh adanya neoplasma.

Neoplasma adalah pertumbuhan sel-sel baru yang tidak terbatas, tidak ada koordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis.

Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan secara normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya.

Tumor testis adalah tumor yang berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis.

II.2. Dasar-dasar Neoplasma

Neoplasma dalam dunia kedokteran secara umum sering diartikan sebagai “tumor”. Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel-sel baru yang tidak terbatas pada koordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis (Tjidarbumi, 2000).

Dalam arti luas tumor hanyalah merupakan suatu benjolan atau pembengkakan yang diantaranya dapat disebabkan oleh edema atau perdarahan jaringan. Namun istilah “tumor” sekarang ini diterapkan hanya semata-mata untuk neoplastik yang dapat menyebabkan benjolan pada permukaan tubuh; penggunaan istilah untuk lesi non-neoplastik sudah hampir tidak digunakan.

Regenerasi epitel dan pembentukan jaringan granulasi juga suatu pertumbuhan sel baru, tetapi ini bukan neoplasma karena proses disini sesuai dengan pertumbuhan normal. Sel mempunyai dua fungsi utama yaitu bekerja dan reproduksi. Bekerja tergantung dari sitoplasma sedangkan reproduksi tergantung pada inti sel (Robbins dan Kumar, 1995).

Pertumbuhan merupakan sifat pokok dari organ yang hidup dan untuk itu ada regulasinya. Organisme yang dewasa tidak lagi mengadakan pertumbuhan oleh karena disini pertumbuhan sel-sel baru sudah ada dalam kondisi seimbang dengan matinya sel-sel lama. Pada pertumbuhan tumor terjadi keadaan yang disebabkan oleh karena adanya “disregulasi” pertumbuhan. Pertumbuhan tumor sedikit banyak bersifat otonom, tidak terpengaruh oleh mekanisme yang mengatur pertumbuhan sel tubuh kita.

Menurut Underwood (2000), berdasarkan biologisnya tumor dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Tumor jinak (benigna)

Ciri-ciri :

a. batas tegas

b. berkapsul

c. pertumbuhan lambat

d. tidak menimbulkan kematian

2. Tumor ganas (maligna)

Ciri-ciri :

a. batas tidak tegas

b. tidak berkapsul

c. pertumbuhan cepat

d. metastase

e. menimbulkan kematian

Tumor ganas secara keseluruhan dinyatakan sebagai “kanker”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti kepiting. Sesuai dengan sifat yang melekat pada setiap bagian dan mencengkram dengan erat seperti seekor kepiting. Suatu neoplasma dikatakan “ganas” bila dapat menembus dan menghancurkan struktur yang berdekatan dan menyebar ke tempat yang jauh atau metastasis dan menyebabkan kematian (Robbins dan Kumar, 1995). Sel-sel neoplasma yang berproliferasi akan mengalami perubahan sehingga mungkin tidak menyerupai sel asalnya lagi. Derajat morfologi menyerupai sel normal atau asal isebut “differensiasi” dari parenkhim.

Purnomo (2003), menyatakan bahwa penentuan derajat diferensiasi sel-sel tumor ditentukan berdasarkan atas pemeriksaan histopatologi :

- G1 : diferensiasi sel baik

- G2 : diferensiasi sel sedang

- G3 : diferensiasi sel jelek

Dewasa ini diagnosis kanker lebih banyak ditegakkan melalui evaluasi struktural atau morfologik baik histologik maupun sitologik, kemantapan diagnosis sitomorfologik kadang masih banyak kendalanya karena faktor subyektivitas yang tinggi dan kesulitan dalam menilai invasi sel ke stroma (Tjidarbumi, 2000).

Disregulasi pertumbuhan tumor dapat ditemukan baik pada tumor jinak (meskipun dalam gradasi yang lebih rendah) maupun pada tumor-tumor ganas. Hal ini biasanya baru diketahui bila proses tersebut berlangsung agak lanjut. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan hancurnya sel. Pertumbuhan tumor pada umumnya bersifat balans positif, artinya lebih banyak sel yang terjadi daripada yang hilang.

Salah satu sifat karakteristik dari sel kanker adalah kemampuannya untuk menembus jaringan normal dan penetrasi ke dalam pembuluh darah dan saluran limfe. Selain dari pada itu sel kanker pun sering memanfaatkan struktur-struktur yang sudah ada untuk mempermudah infiltrasi, misalnya rongga perineural. Di lain pihak infiltrasi dapat dipersulit oleh struktur-struktur seperti fasia, simpai suatu organ, atau peristoneum. Faktor penambahan volume tumor akan mengakibatkan kenaikan tekanan dalam tumor dan ini akan mempermudah menembusnya sel tumor ke dalam jaringan normal. Dengan kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka tumor ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh.

Untuk mengukur derajat penyebaran tumor ditentukan dalam stadium tumor. Menurut UICC (Union Internationale Contre le Cancere) yaitu perhimpunan kanker dunia, tingkat invasi tumor dinyatakan dalam sistem TNM atau Tumor Nodul Metastasis, yaitu :

- T adalah tingkat pertumbuhan tumor di dalam organ atau tingkat penyebaran tumor ke organ sekitarnya. T diberi tanda dari T0 sampai T4.

- N berarti penyebaran tumor secara limfogen. N diberi tanda dari N0 sampai N3.

- M berarti penyebaran secara hematogen ke organ-organ lain di sekitarnya yang letaknya berjauhan dari tumor primer. M0 jika tidak dijumpai metastasis dan M1 jika sudah terdapat metastasis secara homogen.

Menurut Tjindarbumi (2000), metastasis tumor ganas dapat melalui bermacam-macam, yaitu :

1. Infiltratif

Adalah penyebaran ke jaringan sekitarnya, terjadi secara perlahan-lahan, sel-sel kanker menyebuk ke dalam jaringan sehat sekitarnya atau di dalam ruang antara sel.

2. Limfogen

Yaitu sel-sel kanker masuk ke dalam pembuluh limfe dan merupakan embolus masuk ke dalam kelenjar getah bening regional dan melekat pada simpainya.

3. Hematogen

Yaitu lewat pembuluh darah. Masuknya sel-sel kanker ke dalam pembuluh darah.

4. Implantasi

Biasanya terjadi di meja operasi, misal : jika alat telah digunakan untuk operasi dan dipakai untuk operasi lagi tanpa disterilkan terlebih dahulu.

5. Perkontinuitatum

Yaitu kontak langsung, misalnya tumor gaster menjalar ke ovarium.

II.3. Anatomi dan Fisiologi Testis

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong skrotum, sistem duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens, duktus ejakulatorius, dan urethra; dan glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis (Pichl, 1998).

Gambar Sistem Reproduksi Pria

clip_image002

 

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15 – 25 ml, berbentuk uvoid.

Gambar Anatomi Testis (Pandangan Sagital)

 

clip_image002[4]

Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang berjumlah + 250 lobuli.

Tiap lobulus terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel sertoli dan sel-sel leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada tubulus seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel-sel sertoli, sedang diantara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig.

Sel-sel spermatogonium pada prosis spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel ertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstitial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.

Gambar Anatomi Testes (Potongan Sagital)

clip_image002

Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.

Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk sperma maupun kemih.

Testis mendapatkan pasokan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremastika yang merupakan cabang dari arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.

Gambar Anatomi Testis dan Hubungan Vaskuler

clip_image002[6]

II.4. Etiologi

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997), faktor penyebab karsinoma testis tidak jelas. Faktor genetik, virus atau penyebab infeksi lain, yaitu trauma testis tidak mempengaruhi terjadinya tumor ini. Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai risiko lebih tinggi untuk tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda mengurangi insidensi tumor testis sedikit, risiko terjadinya tumor tetap tinggi. Rupanya kriptokusmus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan risiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda, yang berarti karsinoma testis untuk janin pria.

Demikian juga dengan Purnomo (2003), menyatakan bahwa penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain :
(1) maldesus testis, (2) trauma testis, (3) atrofi atau infeksi testis, dan
(4) pengaruh hormon.

Kriptorkismus merupakan faktor resiko timbulnya karsinoma testis. Dikatakan bahwa 7 – 10% pasien karsinoma testis, menderita kriptorkismus. Proses tumorigenesis pasien maldensus 48 kali lebih banyak daripada testis normal. Meskipun sudah dilakukan orkidopeksi, resiko timbulnya degenerasi maligna tetap ada. Hal senada juga dinyatakan oleh Underwood (2000), dalam tulisannya, bahwa kesalahan penurunan testis merupakan satu-satunya yang telah diketahui untuk timbulnya tumor. Pria dengan testis undesenden mempunyai risiko 10 kali untuk mendapat tumor dibandingkan dengan mereka yang mempunyai testis intraskrotal. Sekitar 10% dari seluruh tumor testis timbul dalam testis, atau telah mempunyai kriptorkidisme.

II.5. Klasifikasi

Sebagian besar (+ 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor. Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal diantaranya adalah tumor sel Leydig, sel sertoli dan gonadoblastoma. Selain berada di dalam testis, tumor sel germinal juga bisa berasa di luar testis sebagai Extragonadal Germ Cell Tumor antara lain di mediastinum, retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan glandula pineal (Purnomo, 2003).

Dalam Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997), klasifikasi organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation / WHO) tentang tumor testis ganas :

1. Seminoma :

· Yang khas

· Spermatositik

· Anaplastik

2. Non Seminoma

· Karsinoma embrional

· Teratokarsinoma

· Teratom matur dan imatur

3. Koriokarsinoma

Klasifikasi neoplasma testis yang digunakan secara luas di Inggris berdasarkan klasifikasi dari The British Testicular Tumour Panel and Registry sebagai berikut :

· Seminoma

· Teratoma

· Mixed Germ Cell tumor (seminoma dan teratoma)

· Limfoma maligna

· Tumor yolk sac

· Tumor sel interstitial (sel Leydig)

· Tumor sel Sertoli

· Tumor metastatik

· Tumor adenomatoid

· Sarkoma paratestikuler

Gambar Klasifikasi Tumor Testis

clip_image001[4]

1) Tumor Sel Benih

a. Seminoma

Ø Jenis tumor testis yang paling sering ditemukan

Ø Asal sel benih

Ø Insiden puncak umur 30 – 50 tahun

Seminoma berasal dari sel benih yang tumbuh dari epitel tubulus seminiferus. Testis membesar berupa tumor solid berwarna putih, homogen dan keras. Tumor ini mengganti seluruh bagian tubuh testis. Sekelompok kecil sisa testis terdesak pada salah satu tepi tumor.

Lima jenis seminoma berdasarkan gambaran histologis ialah :

§ Klasikal

§ Spermatositik

§ Anaplastik

§ Disertai sel raksasa sinsitiotrofoblas

§ Campuran dengan jenis lain tumor sel benih

b. Teratoma

Ø Asal dari sel benih

Ø Insiden puncak 20 – 30 tahun

Ø Lebih agresif dibandingkan dengan seminoma

Ø bHCG dan alfa-fetoprotein berguna sebagai pertanda tumor

Teratoma terdiri atas berbagai jenis jaringan dari endoderm, ektoderm dan mesoderm. Pendapat pada saat ini, teratoma sel benih, dan bukan berasal dari sel totipoten yang terlepas dari keikutsertaan pengorganisasian dalam embrio. Insidensi puncak teratoma antara umur 20 sampai 30 tahun dan dibandingkan dengan seminoma, teratoma lebih agresif.

Klasifikasi yang digunakan di Inggris dan negara manapun, terdapat empat kelompok histologis dari teratoma, yaitu :

§ berdiferensiasi

§ ganas intermedia

§ ganas tanpa berdiferensiasi

§ ganas trofoblastik

c. Tumor Sel Benih Campuran

Bentuk campuran terjadi sekitar 14% dari seluruh tumor testis. Daerah seminoma dan teratoma dapat saling tercampur di dalam tumor yang sama atau sebagian bagian noduler yang terpisah.

Pada tumor campuran ini imunositokimiawi bermanfaat untuk mengidentifikasi bagian kecil dari komponen jaringan yang lebih agresif seperti trofoblas. Prognosis tumor ini ditentukan oleh subtipe teratoma yang ditemukan.

2) Tumor Bukan Sel Benih

a. Limfoma Maligna

Limfoma maligna ditemukan sebanyak 7% dari tumor testis dengan insiden puncaknya antara umur 60 sampai 80 tahun. Tumor ini sering mengenai kedua testis (bilateral) dan pada beberapa kasus, manifestasi pertama yang ditemukan dapat berupa penyebaran pada kelenjar limfe, hati dan limpa.

Testis akan membesar dan digant oleh jaringan tumor homogen berwarna putih lunak. Ini adalah limfona non Hodgkin, yang biasanya suatu limfoma sel-B berdiferensiasi buruk dengan bentuk yang difus. Bentuk khasnya adalah infiltrasi sel ganas di antara tubulus seminiferus tanpa merusak struktur tubulusnya. Ditemukan pula adanya infiltrasi sel tumor ke dalam dinding pembuluh vena di dalam tumor.

b. Tumor Yolk Sac

Tumor yolk sac biasanya ditemukan pada umur di bawah tiga tahun dan merupakan jenis tumor testis yang paling sering ditemukan pada anak-anak; nama lainnya ialah Orchioblastoma. Tumor ini dapat juga mengenai orang dewasa, biasanya merupakan salah satu komponen dari tumor sel benih campuran dan jarang ditemukan sebagai bentuk asli sendiri.

Gambaran histologisnya menunjukkan suatu bentuk adenopapiler dengan sel kolumner atau gepeng yang sitoplasmanya mengandung butir-butir eosinofilik. Ditemukan pula bangunan khas yang disebut badan Schiller – Duval yang dibentuk oleh lapisan perivaskuler sel tumor. AFP merupakan pertanda yang penting untuk tumor jenis ini yang dapat dideteksi dalam serum penderita.

c. Tumor Sel Leydig

Tumor yang tumbuh berasal dari sel interstisial atau sel leydig testis jarang ditemukan, hanya sebanyak 2% dari seluruh tumor testis. Insiden puncak tumor antara 30 sampai 45 tahun. Jenis tumor ini memproduksi androgen dan menyebabkan terbentuknya prekoksius pada anak laki-laki. Manifestasi klinisnya berupa ginekomastia.

d. Tumor Sel Sertoli

Tumor sel sertoli merupakan jenis tumor testis yang jinak dan jarang ditemukan pada pria. Tumor ini lebih sering terjadi pada anjing yang akan menyebabkan terjadinya feminisasi.

e. Tumor Metastatik

Berbagai macam tumor kadang-kadang mengadakan metastasis ke testis, tetapi hasil metastasis tersebut biasanya ditemukan hanya secara kebetulan pada waktu melakukan autopsi dan sangat jarang memberikan kelainan klinis sebagai pembesaran testis. Karsinoma bronkus atau prostat dan melanoma maligna merupakan tumor primer yang lebih sering mengadakan metastasis ke testis.

clip_image002[4]

II.6. Stadium Tumor Testis

Dalam Purnomo (2003) disebutkan bahwa, berdasarkan sistem klasifikasi TNM, penentuan T dilakukan setelah orkidektomi berdasarkan atas pemeriksaan histopatologik.

Beberapa cara penentuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb, yaitu :

§ Stadium A atau I :

Untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis.

§ Stadium B atau II :

Untuk tomur yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta).

Stadium B atau II dibagi menjadi 2 :

- Stadium IIA (untuk pembesaran limfonodi para aorta yang belum teraba)

- Stadium IIB (untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba > 10 cm)

§ Stadium C atau III :

Untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan metastasis supradiafragma.

Tabel Stadium dan Tingkat Penyebaran Tumor Testis

Stadium

TNM

Lokasi

I

II

IIA

IIB

IIC

III

T1 N0

N+

N1

N2

N3

M+

di dalam testis dan rete testis, kelenjar negatif

kelenjar limf retroperitoneal positif

< 2 cm

2-5 cm

> 5 cm

kelenjar limf proksimal diafragma positif atau metastatis jauh seperti di paru, hati, otak, atau tulang

 

II.7. Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Testis

Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ di sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar ke testis.

Kecuali koriokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama; kemudian menuju kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula, sedangkan korio karsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar dan otak.

Kelenjar limfe terletak paraaortal kiri setinggi L2 tepat di bawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan vena Kava setinggi L3 dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikus seperti pada hernia inguinalis lateralis yang menyebabkan gangguan aliran limfe di dalamnya. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini merupakan tanda korio karsinoma.

Klasifikasi TNM Penyebaran Karsinoma Testis

T.

Tis

T1

T2

T3

T4

 

N.

N0

N1

N2

N3

 

M.

M0

M1

tumor primer

pra-invasif (intratubular)

testis dan retetestis

di luar tunika albuginea atau epidimis

funikulis spermatika

skrotum

 

kelenjar limf

tidak ditemukan keganasan

tunggal < 2 cm

tunggal 2-5 cm; multiple < 5 cm

tunggal atau multipel > 5 cm

 

metastatis jauh

tidak dapat ditemukan

terdapat metastatis jauh

 

clip_image002[8]Gambar Penjalaran Karsinoma Testis, Stasiun Pertama adalah Kelenjar Limfe pada Aorta

II.8. Gambaran Klinis

Gambaran khas tumor testis ialah benjolan di dalam skrotum yang tidak nyeri dan tidak diafan. Biasanya tumor terbatas di dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epidimis pada palpasi yang dilakukan dengan telunjuk ibu jari.

clip_image004Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung perut, dispnoe atau batuk, dan ginekomasti menunjukkan pada metastatis yang luas. Metastatis paraaorta sering luas dan besar sekali, menyebabkan perut menjadi kembung dan besar sekali, kadang tanpa nyeri pinggang. Metastatis di paru kadang tertabur luas dan cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat badan.

Pasien biasanya mengeluh adanya pembedaran testis yang seringkali tidak nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada masa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar bHCG di dalam sirkulasi sistematik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.

Pada pemeriksaan fisis testis terdsapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan tidak menunjukkan tanda transimulasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti.

II.9. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Penanda Tumor

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan, dan sebagai indikator prognosis tumor testis.

Penanda tumor yang palign sering diperiksa pada tumor testis adalah :

1. aFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.

2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40% - 60% pasien karsinoma embrional, dan 5% - 10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.

Secara ringkas nilai penanda tumor pada berbagai macam jenis tumor dapat dilihat pada tabel.

Tabel Nilai Penanda Tumor pada Beberapa Jenis Tumor Testis

Seminoma

Non Seminoma

Non Chorio Ca

Chorio Ca

aFB

bHCG

40-70 %

25-60 %

-

100%

II.10. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler pada massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis.

Pemakaian CT Scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.

II.11. Pemeriksaan Histologi

Setiap benjolan testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat pada waktu dua minggu harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari testis yang didekati melalui sayatan inguinal. Testis diinspeksi dasn dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Sekali-kali tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas, dilakukan orkiektomi yang disusuli pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran. Untuk menentukan luas penyebaran limfogen biasanya dilakukan diseksi kelenjar limfe retroperitoneal secara trans abdome, yaitu operasi yang menuntut pengalaman khusus. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi.

II.12. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis banding meliputi setiap benjolan di dalam skrotum yang berhubungan dengan testis seperti hidrokel, epididimitis, orkitis, infark testis, atau cedera.

Transiluminasi, ultrasonografi, dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk membedakan tumor dari kelainan lain. Kadang tumor testis disertai hiderokel, karena itu ultrasonografi sangat berguna. Pemeriksaan pertanda tumor sangat berguna, yaitu beta-human chorionic gonadotropin (beta-HCG), alfafetoprotein (AFP), dan laktat dehidrogenase (LDH). Foto paru dibuat untuk diagnosis metastasis paru. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi.

II.13. Penatalaksanaan

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk penegakkan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan, karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan nonseminoma. Jenis seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap radiasi sedangkan jenis non seminoma tidak sensitif. Oleh karena itu radiasi eksterna dipakai sebagai ajuvan terapi pada seminoma testis. Pada non seminoma yang belum melewat stadium III dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lymphnode disection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika terlebih dahulu dengan harapan akan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil. Sitostatika yang diberikan di berbagai klinik tidak sama. Di beberapa klinik diberikan kombinasi regimen PVB (Sisplatinum, Vinblastin, dan Bleomisin).

Diagram Penatalaksanaan Tumor Testis

New Picture (2)

II.14. Prognosis

Pada beberapa tahun terakhir ini terlihat adanya peningkatan yang nyata dari prognosis penderita tumor testis. Seminoma merupakan tumor yang radiosensitif yang mempunyai prognosis sangat baik. Peningkatan utama, terdapat pada penderita tumor sel benih yang non-seminoma yang disebaban oleh tiga faktor, yaitu perkembangan teknik imaging yang lebih cepat yang memperbaiki ketepatan penilaian stadium; peningkatan teknik pemeriksaan pertanda tumor; dan peningkatan obat kemoterapi yang digunakan. Akibatnya, sekarang ditemukan angka kesembuhan yang sama dengan angka kesembuhan pada seminoma.

Sampai saat ini, pengelolaan biasanya berupa orkidektomi yang kemudian diikuti radioterapi profilakstik pada kelenjar limfe para-aorta. Cara ini menghasilkan angka kesembuhan sebesar 90-95% pada seminoma. Pengelolaan paling akhir yang sekarang telah diterima untuk seminoma dan teratoma ialah orkidemtomi diikuti pengawasan dengan menggunakan teknik imaging dan pertanda tumor dalam serum. Kekambuhan yang terjadi kemudian diobati dengan pemberian kemoterapi. Apabila penderita tetap hidup dalam jangka waktu dua tahun setelah pemberian lengkap kemoterapi tanpa adanya proses kekambuhan, penderita dinyatakan telah sembuh.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, Tumor Genitalia Pria, www.satumed.com

Coup. A.J., Traktus Genitalia Pria, (Patologi umum dan sistemik, Ed. Sarjadi), EGC, Ed. 2 Jakarta, 2000.

Purnomo, B.B., Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Ed. 2, Jakarta. 2003.

Piehl. EJ., Gangguan Sistem Reproduksi Pria (Patofisiologi, Ed: Price, S.A. Wilson, L.M). EGC. Ed. 2, Jakarta, 1999.

Robbins S., Kumar V., Buku Ajar Patologi I, EGC, Ed. 2 Jakarta, 2003.

Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Ed. 2, 1997.

Tjidarbumi, Tumor/Onkologi, (Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Ed: Reksoprodjo, S, dkk), Bagian Bedah Staf Pengajar Universitas Indonesia, Ed. 2 Jakarta, 2000.

Umbas, R., Tumor Ganas dalam Bidang Urologi, (Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Ed: Reksoprodjo, S, dkk), Bagian Bedah Staf Pengajar Universitas Indonesia, Ed. 2 Jakarta, 2000.

Underwood, Neoplasi (Patologi Umum dan Sistemik, Ed : Sarjadi), EGC Ed. 2 Jakarta, 2000.