Minggu, 14 Desember 2008

FRAKTUR PATOLOGIS

Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, akan tetapi tulang juga merupakan bagian untuk susunan sendi dan di samping itu pada tulang melekat origo dan insertio dari otot-otot. Dengan demikian maka tulang dan kerangka merupakan segi yang sangat penting di dalam bidang orthopaedie. Banyak sekali penyakit-penyakit salah bentuk atau salah gerak yang disebabkan karena adanya kelainan-kelainan pada tulang. Pengetahuan yang jelas tentang kerangka dan tulang merupakan dasar yang kuat di dalam ilmu orthopaedie. Kita mengetahui bahwa tulang terbentuk dari jaringan-jaringan mesenchym. Kita mengetahui pula bahwa di dalam pembentukan tulang ini sangat dipentingkan zat-zat anorganik Ca, P, dan CO2 di samping zat-zat protein dan lemak. Kitapun mengetahui juga bahwa proses pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh vitamin D dan oleh hormon-hormon, diantaranya hormon Thyroid dan Pituitarin. Kita mengetahui pula bahwa sinar ultraviolet banyak berpengaruh dalam proses biokimia pertumbuhan tulang.

Proses pembentukan tulang (osteogenesis) ada beberapa macam diantaranya yaitu: (1) osteogenesis endesmalis, dimana tulang langsung terjadi dari dan didalam jaringan pengikat, tulang yang terjadi secara demikian disebut tulang desmal, contoh: pada tulang calvaria cranii (tulang atap tengkorak). (2) osteogenesis chondralis, dimana proses pembentukan tulang dari tulang rawan, proses chondralis ini terdiri dari: Osteogenesis perichondralis yaitu proses permulaan pembentukan tulang dari tepi tulang, contoh: pada tulang-tulang panjang. Osteogenesis enchondralis yaitu dimana proses pembentukan tulang berlangsung dari bagian dalam tulang, contoh: pada tulang-tulang pendek. Osteogenesis chondometaplastica yaitu proses pembentukan tulang berasal dari proses perubahan jaringan tulang rawan menjadi tulang, contoh: pada tulang mandibula.

Pada pertumbuhan tulang, suatu tulang tidak tumbuh membesar karena bertambah banyaknya jaringan tulang saja. Pada waktu pertumbuhan tulang maka akan selalu dibuat jaringan tulang yang baru, yang berlapis-lapis dan menempel pada jaringan tulang yang lama. Untuk menghindari jangan sampai tulang itu menjadi tebal dan berat maka diadakan usaha dari tubuh kita yaitu pada setiap penambahan jaringan tulang diikuti oleh penghancuran atau pengrusakan dan resobsi jaringan trulang yang telah ada, dimana jika disebelah luar terjadi jaringan tulang maka disebelah dalam terjadi resobsi.

Pada orang dewasa tampak tulang dan periosteum (selaput tulang) sama sekali dalam keadaan istirahat, akan tetapi apabila ada gangguan patologis atau penyakit, misal adanya fraktur (patah tulang) atau tulang luka, maka proses regenerasi dari tulang akan segera terbentuk, dimana sel osteoblas pada tulag yang terdapat pada periosteum dan pada sumsum tulang akan membentuk jaringan tulang spongiosa sehingga menutupi tulang yang patah atau yang luka, jaringan yang dibuat tadi disebut dengan callus. Callus ini mula-mula tebal, tetapi karena syarat-syarat mekanis maka terjadi lagi resobsi seperlunya sehingga callus mengempis, sehingga setelah beberapa tahun bekas patah atau luka tidak tampak lagi.

Pada perkembangan tulang memerlukan diit yang berimbang dengan baik dan berisi semua unsur makanan yang penting, khususnya memerlukan kalsium dan fosfor. Seorang dewasa memerlukan 1 gram kalsium sehari, kalsium didapat dari susu, keju, kubis, wortel, dan sayur-sayuran lainnya, sedangkan fosfor dapat diperoleh dari susu, kuning telur, dan sayuran hijau. Makanan yang mengandung vitamin D yang memperlancar absorbsi kalsium adalah penting untuk kalsifikasi tulang, kekurangan vitamin D dalam makanan pada anak akan menimbulkan penyakit riket, dimana absobsi kalsium tidak memadai sehingga proses kalsifakasi tulang terhamabat dan tulang menjadi lembek, pada orang dewasa kekurang itu menimbulkan osteomalasia. Diperkirakan bahwa lebih dari 90 % kalsium dalam tubuh berada dalam tulang dan gigi.

Meskipun tulang telah berhenti tumbuh, bukannya menjadi masif. Sel serta susunan kimianya terus-menerus diperbaharuhi dengan adanya pengaruh dari hormon-hormon dan tekanan berat badan serta kegiatanya. Jika seseorang diharuskan untuk istirahat penuh untuk jangka waktu yang panjang, maka beberapa unsur tulang akan terbawa masuk ke aliran darah, sehingga struktur tulang menjadi lemah. Pada osteoporosis, seluruh kerangka tubuh terutama tulang punggung terkena dengan akibat terjadinya pemendekkan tulang punggung dan kifosis (bongkok). Osteoporosis juga dapat terjadi pada tulang di sekitar sendi karena tertahan balutan gips untuk jangka waktu yang lama. Pada osteteititis atau penyakit paget pada tulang, sebuah tulang atau lebih dapat terkena penyakit tersebut sehingga cenderung mudah mengalami fraktur patologis.

Pada keadaan tertentu ketidakaseimbangan kadar kalsium dalam tulang, dapat mengakibatkantulang menjadi lunak dan membengkokatau sebaliknya menjadi padat dan keras. Pada umumnya ketidakseimbangan antara kalsium yang masuk ke tubuh kita dan kadarnya didalam tulang dijaga oleh kelenjar paratiroid.

Fraktur patologis adalah yang terjadi pada tulang yang telah melemah oleh kondisi sebelumnya. Kondisi yang paling sering bertanggung jawab atas fraktur patologis diantaranya metastasis keganasan atau multipel myeloma. Pada anak-anak, kondisi seperti osteogenesis imperfekta, osteoporosis atau defisiensi nutrisi (penyakit Paget, scurvy) bisa juga menyebabkan fraktur patologis. Bisa juga disebabkan oleh penyakit-penyakit jinak pada tulang yang menyebabkan kelemahan, seperti kiste, enchondroma, kiste aneurisma dan displasia fibrosa. Kelainan metabolik yang menyebabkan hilangnya sebagian besar substansi pada tulang seperti osteoporosis, osteomalasia, hyperthyroid juga menyebabkan lebih mudah fraktur.(2)

 

2.1. Definisi (3)

Fraktur patologis adalah fraktur akibat lemahnya struktur tulang oleh proses patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis, dan penyakit lainnya. Disebut juga secondary fracture dan spontaneous fracture.

2.2.Anatomi dan Fisiologi (4,5)

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.

Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.

Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat. Seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.

Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu :

· Biomekanik tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.

· Biomekanik lempeng pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.

· Biomekanik periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.

Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat yang konstan, lemah pada masa pertumbuhan anak-anak dimana lebih banyak terjadi pembentukan daripada absorpsi tulang. Proses-proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat dan untuk mencegah terjadi patah tulang.

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :

§ Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.

§ Deformitas yang progresif

Kerusakan permanen lempeng epifisis menyebabkan kependekan atau deformitas anguler pada epifisis.

§ Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

2.3.Etiologi (6)

Suatu fraktura yang terjadi pada tulang yang abnormal. Ini bisa :

- Kongenital : misalnya osteogenesis imperfekta, displasia fibrosa.

- Peradangan : misalnya osteomielitis.

- Neoplastik :

· benigna : misalnya enkhondroma

· maligna : primer, misalnya osteosarkoma, mieloma

sekunder, misalnya paru-paru, payudara, tiroid, ginjal, prostat

- Metabolik : misalnya osteomalasia, osteoporosis, panyakit Paget.

2.4.Diagnosa

2.4.1. Osteogenesis Imperfekta (1,7)

1. Golongan ini terdapat pada bayi yang lahir telah mati dengan tulang-tulang diseluruh kerangka mengandung fraktura-fraktura banyak sekali. Mayat bayi tadi seakan-akan merupakan suatu kantongan kulit yang berisikan pecahan-pecahan tulang.

2. Osteogenesis Imperfekta Infantilis : Pada jenis ini bayi masih lahir hidup, akan tetapi mengandung kelainan-kelainan berat diantaranya pada bayi ini juga terdapat beberapa fraktura. Bentuk kepala besar sedang tulang-tulangnya tidak kuat. Setiap kali tumbuh fraktura-fraktura baru, akhirnya anak tadi meninggal sesudah hidup 1 atau 2 tahun.

3. Osteogenesis Imperfekta Tarda : Pada jenis ini anak pada waktu lahir belum menunjukkan gejala-gejala yang menonjol. Setelah bayi tumbuh menjadi anak, misalnya pada umur 4, 5, 6 tahun, maka semakin jelas adanya gejala-gejala, berupa :

a. Tulang tumbuhnya terbelakang.

b. Selaput mata tidak putih tetapi biru.

c. Mudah timbul fraktura walaupun hanya dengan trauma yang sangat kecil.

d. Tulang kepala lebar pada kening kepala. Pada jenis ini anak mungkin dapat mencapai umur belasan tahun, akan tetapi kebanyakan dari mereka tidak akan hidup lama.

clip_image002

Osteogenesis Imperfekta jenis 1 tampak multiple fractures pada tulang-tulang panjang pada bayi yang lahir dalam keadaan meninggal.

2.4.1. Displasia Fibrosa (8)

Merupakan kelainan kongenital yang tak diketahui etiologinya. Bisa poliostotik atau monostatik. Terdapat proliferasi osteoklast dengan destruksi tulang dan diganti dengan jaringan fibrosa. Tak ada perubahan biokimia selain dari peningkatan fosfatase alkali. Bentuk monostatik lebih lazim mengenai femur, iga-iga, tibia dan tulang wajah. Sindroma Albright merupakan displasia fibrosa dengan lesi kulit berpigmentasi dan pubertas prekok atau perubahan endokrin lain oleh terkenanya regio sella.

2.4.2. Osteomielitis (9,10)

Osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik.

Fase akut ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Pada fase ini anak tampak sangat sakit, panas tinggi, pembengkakan dan gangguan fungsi anggota gerak yang terkena. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah yang meninggi dan lekositosis, sedang gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan.

Pada osteomielitis kronik biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak atau disertai terjadinya fistel. Pemeriksaan radiologik ditemukan suatu involukrum dan sequester.clip_image002[4]

     Brodie's abcess

2.4.1. Enkhondroma (7,8)

Merupakan tumor benigna sejati, terdiri dari sel-sel kartilago yang timbul pada tulang walau asalnya kartilago epifisis. Paling sering pada tulang panjang yang berukuran `pendek` pada tangan yang cenderung memasuki medulla dan dikenal sebagai enkhondroma. Kadang-kadang timbul pada tulang yang datar seperti pada ileum, yang menonjol kea rah luar membentuk suatu ekkondroma.

Secara klinis enkhondromata pada tulang tangan sering terlewatkan kecuali korteks yang menipis menyebabkan fraktura. Khondroma pada tulang panjang utama bisa menjadi khondrosarkoma bila mengalami perubahan menjadi ganas. Ini sebaiknya diduga jika tumor kartilago pada orang dewasa mulai membesar.

Massa kartilago multipel pada tulang panjang utama akibat kegagalan barisan kartilago epifisis menjadi tulang.clip_image002[8]

Tampak bayangan radiolusen pada falangs proksimal dan tengah jari IV, falangs proksimal jari V serta metacarpal IV dan V. Tulang-tulang tersebut sangat melebar karena ekspansi dan korteks menipis. Batas lesi tegas.

2.4.1. Osteosarkoma (7,8)

Gejala yang ditampilkan berupa nyeri yang bersifat tumpul dan menetap dan ini sebaliknya bisa menarik perhatian ke pembengkakan tulang. Kemudian karena pertumbuhan progresif dan destruksi tulang yang normal meningkat, bisa terjadi fraktura patologik. Penyebaran metastatik paru-paru tetapi kadang-kadang menyebar ke tulang yang lain.

Prognosa jelek, hanya kira-kira seperlima pasien dapat bertahan hidup untuk lima tahun.

clip_image002[10]

Osteosarkoma pada tibia proksimal.

Tampak tanda-tanda destruksi tulang dengan batas yang tidak tegas. Sebagian korteks tidak tampak lagi.

2.4.1. Mieloma Multipel (8,11)

Pasien biasanya orang dewasa usia pertengahan dan nyeri merupakan gejala yang lazim. Bisa berupa nyeri yang tersebar karena deposit tulang yang multipel atau timbul mendadak pada satu tempat, karena fraktura patologik terutama pada pinggang sebagai akibat kolapsnya korpus vertebrae. Kemudian destruksi sumsum tulang merah menyebabkan anemia berat.

clip_image001

Radiograph of the skull showing multiple punched-out lesions in a patient with multiple myeloma.

2.4.1. Rickets (1)

Rickets atau Rachitis adalah suatu penyakit kerangka yang telah lama dikenal, terutama di negeri Inggris.

Pada waktu ini semua penyakit kerangka yang disebabkan karena kurangnya zat anorganik terutama yang perlu dalam pertumbuhan tulang, digolongkan di dalam penyakit Rickets. Zat anorganik terutama terdiri dari Ca dan P. Metabolisme kedua zat ini di dalam pertumbuhan tulang sangat dipengaruhi oleh sinar ultraviolet. Dengan demikian kekurangan vitamin D menimbulkan kekurangan Ca dan P dan terjadi penyakit Rachitis. Malahan dalam bentuk klasik kekurangan vitamin inilah yang menjadi sebab penyakit Rickets. Di samping itu gangguan metabolisme Ca dan P juga disebabkan karena penyakit ginjal, sehingga demikian juga dapat timbul penyakit Rickets. Juga penyakit-penyakit pada usus dapat menimbulkan terganggunya pengambilan zat Ca dan P ke dalam darah sehingga dapat pula menimbulkan penyakit Rickets.

Umumnya secara klinis, penyakit Rickets digolongkan dalam 2 golongan, ialah :

2.4.1.1. Infantil Rickets

Ialah yang terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun.

2.4.1.2. Late Rickets

Yang terdapat pada orang-orang dewasa. Penyakit ini dinamakan juga Osteomalacia, yang berarti bahwa kerangka menjadi lunak.

 

clip_image002[12]

Rickets disease yang telah lanjut.

 

Pada infantile rickets acuta terdapat gejala-gejala sebagai berikut :

- Banyak keringat

- Tidak ada ketenangan pada waktu anak tidur

- Kelemahan pada anggota gerak

- Peradangan Catarrh

Pada anak yang menderita Rickets yang telah tenang terdapat gejala-gejala sebagai berikut :

- Kepala besar

- Perut membesar

- Dada sempit

- Pada tulang-tulang rusuk ada pembengkakan pada epiphyse, sehingga menimbulkan gejala-gejala klinik yang klasik yang kita kenal sebagai Tasbeh Rickets (Rickets Rosary)

- Pada tulang-tulang panjang juga ada pembengkakan pada epiphyse

- Pembengkakan dalam bentuk vara atau valga di dekat sendi

- Terlambatnya pembentukan gigi

- Terganggunya kekuatan otot-otot dan terlambat jalannya

- Pembesaran hati dan limpa

2.4.1. Osteomalasia (12)

Nama osteomalasia dan “rickets” termasuk sekelompok penyakit; gambaran pusatnya berupa terdapatnya perlambatan mineralisasi tulang baru karena proses ini menurun. Rickets timbul pada anak-anak dan secara klinis terdapat selama masa pertumbuhan serta mempengaruhi epifisis. Osteomalasia timbul pada orang dewasa setelah fusi epifisis.

Diagnosa biokimia dibuat atas pengukuran kalsium, fosfat dan fosfatase alkali. Biopsi tulang mungkin diperlukan dalam usaha menegakkan diagnosa.

Agar tulang dimineralisasi, harus terdapat vitamin D untuk mengabsorpsi kalsium. Kekurangan sinar matahari mencegah sintesa vitamin D dan malabsorpsi mencegah absorpsi dan metabolisme vitamin D.

Pada anak-anak, defisiensi menimbulkan retardasi pertumbuhan serta pembesaran tulang membranosa tengkorak dan epifisis, dengan berkembangnya iga menimbulkan “rickety rosary”. Pada orang dewasa, tulang cenderung melengkung atau fraktura.

clip_image002[14]

2.4.1. Osteoporosis (13)

Gejala klinis yang paling umum adalah nyeri dan kelainan bentuk yaitu fraktur, bagaimanapun banyak pasien yang terkejut bahwa tingginya badan berkurang karena fraktur tulang belakang yang asimptomatis. Fraktur yang paling sering terjadi di ruas tulang belakang bagian dada dan pinggang. Fraktur pada umumnya mendadak dan mungkin dipercepat oleh pergerakan yang mendadak, mengangkat berat, lompat, atau bahkan oleh trauma biasa. Nyeri biasanya menjengkelkan dan khas di lokasi fraktur, tetapi dapat menyebar ke abdomen atau panggul. Faktor yang tidak nyaman meliputi mengejan, batuk, membungkuk, atau duduk. Faktor yang mengurangi sakit meliputi berbaring dengan kaki dibengkokkan ke atas.

clip_image002[16]

 

Fraktur Kompresi (codfish vertebrae)

 

2.4.1. Penyakit Paget (1)

Penyakit ini dinamakan juga osteitis deformans dan walaupun gejala-gejalanya jelas, tetapi sebab musababnya belum diketahui. Penyakit ini dapat bersifat monostotic atau poliostotic. Monostotic ialah jika gejala-gejala terdapat pada satu tulang tertentu dan poliostotic jika gejala-gejala terdapat pada beberapa tulang dari tubuh. Pada tulang yang terkena penyakit ini terdapat tempat-tempat di mana ada perlunakan dan deformitas, di samping perluasan dan pertumbuhan tulang-tulang baru. Histopatologis pada tulang-tulang tadi terdapat jaringan granulasi dan sel osteoklast. Tulang-tulang terutama tulang panjang, dapat membengkok dan dengan demikian menyukarkan fungsi tubuh. Gejala-gejala tadi disertai rasa nyeri sehingga penderita pada umumnya terpaksa tinggal di tempat tidur. Penyakit ini hanya terdapat pada orang-orang yang telah dewasa.

clip_image002[19]

Penyakit Paget pada femur.

 

2.4.1. Tumor Tulang Sekunder (14,15)

clip_image002[21]

Metastatic renal cell carcinoma

 

Merupakan jenis tumor tulang ganas yang sering didapat. Kemungkinan tumor tulang merupakan tumor metastatik harus selalu difikirkan, pada penderita yang berusia lanjut. Pada usia dewasa/lanjut jenis keganasan yang sering bermetastase ke tulang ialah karsinoma payudara, paru-paru, lambung, ginjal, usus, prostat dan tiroid.

Sedang pada anak-anak ialah neuroblastoma. Penderita-penderita yang meninggal akibat karsinoma, pada pemeriksaan bedah mayat ternyata paling sedikit seperempatnya menunjukkan tanda-tanda metastase ke tulang. Sel-sel anak sebar mencapai tulang dengan melalui jalan darah, saluran limfe atau dengan cara ekstensi langsung. Sumsum tulang merupakan tempat yang subur untuk pertumbuhan sel-sel anak sebar, dengan demikian tulang vertebra, pelvis, iga dan bagian proksimal tulang-tulang panjang merupakan tempat yang paling sering dihinggapi oleh sel-sel anak sebar. Pada penderita dengan kemungkinan keganasan tulang metastatik, maka harus dilakukan pemeriksaan pada semua tulang misalnya dengan bone survey atau bone scan. Keluhan penderita yang paling menonjol ialah rasa sakit. Rasa sakit dapat diakibatkan oleh fraktur patologis. Dalam beberapa keadaan justru lesi metastatik di tulang yang terlebih dulu ditemukan dan didiagnosis, dimana hasil pemeriksaan mikroskopik menunjukkan suatu jenis neoplasma tulang metastatik yang kadang-kadang jaringan asalnya sulit ditentukan, sehingga harus dicari dengan cermat lokasi daripada tumor primernya.

Pada umumnya tumor metastatik akan mengakibatkan gambaran osteolitik, sedang pada metastase Ca prostat nampak gambaran osteoblastik/osteoklerosis. Kadar Ca meninggi karena terjadi pelepasan kalsium ke dalam darah akibat proses resorbsi osteoblastik pada tulang-tulang. Adanya pembentukan tulang reaktif ditandai oleh kadar fosfatase alkali yang meningkat. Pada metastase Ca prostat, kadar fosfatase asam meninggi.

2.1.Penatalaksanaan Fraktur Patologis

2.5.1. Osteogenesis Imperfekta (16)

Pada kasus-kasus yang lebih ringan tak diperlukan pengobatan spesifik. Fraktura yang terjadi akan menjalani jalan yang normal. Pada kasus-kasus yang lebih berat, kadang-kadang mungkin mengkombinasi koreksi deformitas dengan memperkuat tulang yaitu memasukkan pasak intrameduler di seluruh panjang tulang.

2.5.2. Displasia Fibrosa (8)

Pengobatan penyakit ini berupa biopsi lesi diikuti tindakan memadatkan defek ini dengan “bone chips”.

2.5.3. Osteomielitis (9)

Penatalaksanaan osteomielitis akut ialah :

a. Perawatan di rumah sakit.

b. Pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.

c. Pemeriksaan biakan darah.

d. Antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif (broad spectrum) diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral selama 3-6 minggu.

e. Immobilisasi anggota gerak yang terkena.

f. Tindakan pembedahan.

Banyak peneliti yang melakukan tindakan pembedahan seperti yang dilakukan oleh TRUETA dengan alasan :

a. Dapat menegakkan diagnosis dan untuk pemeriksaan sensitivitas.

b. Mengurangi gangguan vaskularisasi yang disebabkan oleh penekanan.

c. Mengurangi rasa sakit dengan melakukan dekompresi terhadap jaringan yang terinfeksi.

Pembedahan pencegahan ini tidak memberi hasil memuaskan dan tindakan bedah sebaiknya dilakukan bila telah teraba suatu abses.

Osteomielitis kronik tidak dapat sembuh sempurna sebelum semua jaringan yang mati disingkirkan. Antibiotika dapat diberikan secara sistemik atau lokal.

Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah :

a. Adanya sequester

b. Adanya abses

c. Rasa sakit yang hebat

d. Bila mencurigakan adanya perubahan kea rah keganasan (karsinoma epidermoid).

Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involucrum telah cukup kuat : mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

2.5.4. Enkhondroma (8)

Di tempat enkhondroma menyebabkan erosi kortikal tulang besar, sebaiknya dikuret ke luar dan kavitasnya diisi dengan “cancellous bone chips” tetapi biasanya tak memerlukan pengobatan. Fraktura spontan terjadi untuk merangsang pembentukan tulang baru, sehingga seringkali tak hanya terjadi “union” tetapi juga diikuti regresi tumor.

2.5.5. Osteosarkoma (17)

· Bergantung pada staging (dari Enneking) yaitu dinilai keganasan tumor dan kompartemen yang terkena metastasis dapat dilakukan limb salvage atau limb ablation/amputation.

· Eradikasi dengan mempertahankan anggota gerak.

- Reseksi tulang dan rekonstruksi.

- Pemberian kemoterapi, radioterapi, obat simptomatis.

· Eradikasi dengan amputasi.

- Amputasi, kemoterapi, radioterapi dan obat simptomatis (adjuvant therapy).

· Paliatif :

- Dengan pembedahan/amputasi, kemoterapi, obat simptomatis/ajuvan.

- Tanpa pembedahan, kemoterapi, obat simptomatis.

2.5.6. Mieloma Multipel (8)

Lesi lokal bereaksi baik terhadap radioterapi, yang pada kasus fraktura patologik tulang panjang bisa dikombinasi dengan fiksasi interna. Tindakan umum untuk memperpanjang usia berupa penggunaan obat sitotoksik misalnya siklofosfamid atau melfalan dan pemberian steroid dosis besar. Anemia bisa dikontrol dengan transfusi darah secara berulang.

2.5.7. Rickets (1)

Pertolongan yang harus diberikan pada penyakit Rickets terdiri dari 3 segi:

Kesatu :

Segi pencegahan dan pengobatan dengan pemberian vitamin D pada anak-anak kecil. Vitamin D ini dapat diberikan dengan misalnya memberikan minyak ikan. Selain itu pula diberikan Ultra Violet Therapie.

Kedua :

Segi pencegahan timbulnya salah bentuk. Segi ini dikerjakan untuk menjaga jangan sampai tulang lembek tadi menjadi bengkok, diantaranya dengan memberikan splints dan untuk membatasi anak-anak duduk, berdiri atau berjalan.

Ketiga :

Membetulkan salah bentuk. Ini dapat dikerjakan secara konservatif atau jika tidak berhasil dengan operatif.

2.5.8. Osteomalasia (12)

Dapat diberikan metabolit vitamin D yang aktif. Absorpsi kalsium diintestin meningkat dan kadar kalsium serum kembali normal serta terdapat penurunan kadar fosfatase alkali yang telah meningkat tinggi sebelumnya dan hormon paratiroid.

2.5.9. Osteoporosis (18)

Prinsip pengobatan pada osteoporosis adalah :

- Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yang dapat meningkatkan pembentukan tulang adalah : Na-fluorida dan steroid anabolik.

- Menghambat resorbsi tulang, obat-obatan yang dapat menghambat resorbsi tulang adalah : kalsium, estrogen, kalsitonin dan difosfonat.

Pencegahan terjadinya osteoporosis dapat dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak pada pertumbuhan/dewasa muda. Percegahan osteoporosis pada usia muda, mempunyai tujuan :

- mencapai massa tulang dewasa (proses konsolidasi) yang optimal

- mengatur makanan dan kebiasaan gaya hidup yang menjamin seseorang tetap bugar

contoh :

- diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)

- latihan teratur tiap hari

- hindari : makanan tinggi protein, minum alkohol, merokok, minum kopi, minum antasida yang mengandung aluminium

2.5.10. Penyakit Paget (12)

Nyeri dapat dihilangkan dengan analgesik. Tetapi penggunaan radioterapi ditolak karena ia kemudian bisa menyebabkan jeleknya penyembuhan fraktura dan bisa meningkatkan sarkoma.

Mithramisin merupakan antibiotika sitotoksik yang mempunyai efek langsung pada sel tulang. Telah dilaporkan untuk menghilangkan nyeri pada penyakit Paget dan untuk mengurangi fosfatase alkali serum. Tetapi menimbulkan efek samping gastrointestinal dan toksisitas.

Difosfonat telah diberikan per oral dan telah memperlihatkan perbaikan parameter biokimia penyakit ini tetapi dapat menginduksi osteomalasia.

Kalsitonin menghambat resorbsi tulang sehingga mengurangi penggantian tulang yang meningkat secara abnormal. Akibatnya aktivitas seluler menjadi lebih teratur dan terlihat juga penyembuhan dalam radiograf skelet. Kalsitonin diberikan subkutan untuk masa tertentu dan tak tercatat adanya efek samping yang serius. Sementara ini kalsitonin merupakan pengobatan penyakit Paget yang paling rasional.

2.5.11. Tumor Tulang Sekunder (14)

Terapi bersifat paliatif, karena penderita sudah berada dalam stadium lanjut. Terapi ditujukan pada jenis karsinoma primernya yang dapat berupa radioterapi, kemoterapi ataupun hormon terapi. Terapi dari segi bedah adalah terhadap fraktur patologis yang mungkin memerlukan fiksasi secara eksternal atau internal, agar supaya penderita dapat diimmobilisasi tanpa merasa kesakitan. Bila perlu dapat dilakukan fiksasi internal terhadap tulang-tulang ekstremitas sebelum tulang tersebut mengalami fraktur, jadi baru diperkirakan akan fraktur bila proses pada tulang dibiarkan berjalan terus (impending fracture).

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeharso, Penyakit-penyakit Orthopaedie dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedie, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1993, hal : 53-207.

2. Eisenberg, RL, Fractures and Joint Injuries in Diagnostic Imaging in Surgery, McGraw-Hill Book Company, New York, 1987, pp. 707.

3. Douglas, MA, Fracture in Dorland`s Illustrated Medical Dictionary, 28th Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1994, pp. 662.

4. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525

5. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta, 1994, hal 1175-80.

6. Aston, JN, Prinsip-prinsip Umum Cedera Tulang dan Sendi dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 31- 48.

7. Ekayuda, I, Tumor Tulang dan Lesi yang Menyerupai Tumor Tulang dalam Rasad, dkk, Radiologi Diagnostik, Gaya Baru, Jakarta, 2000, hal : 74-84

8. Aston, JN, Neoplasma dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 287-302.

9. Siregar, PUT, Osteomielitis dalam Reksoprodjo, S dkk, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 472-484.

10. DeGroot, H, Osteomyelitis, http://www.bonetumor.org, 1998,

11. Enitza D. George, M.D., and Richard Sadovsky, M.D., M.S. Multiple Myeloma: Recognition and Management, State University of New York Health Science Center Brooklyn, New York, http://www.aafp.org, 1999.

12. Aston, JN, Kelainan Metabolisme dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 315-322.

13. Lee S. Simon, MD, Osteoporosis: Etiology and Pathogenesis, Associate Professor of Medicine, Beth Israel Deaconess Medical Center, Harvard Medical School, Boston, Massachusetts, http://www.rheumatology.org, 2004.

14. Hutagalung, EU, Neoplasma Tulang dalam Reksoprodjo, S dkk, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta,1995,hal : 587- 600.

15. Brandser, EA, Pathologic Fracture, http://www.vh.org, 2005.

16. Aston, JN, Kelainan Kongenital dalam Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1983, hal : 207-221.

17. Nurhasan, Bedah Ortopedi dalam Standar Pelayanan Medik, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, 1998, hal : 65-97.

18. Pramudiyo, R, Osteoporosis dalam Noer, S, dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal : 202-211.