Selasa, 23 Oktober 2012

dr. Made Dwi Yoga Bharata SpB-KBD

Awalnya, ia bercita-cita menjadi insinyur elektro. Selain hobi mengotak-atik perangkat elektronik, “Sahabat saya dari kecil juga sama hobinya,” kenang dr. Made Dwi Yoga Bharata SpB-KBD. Saat penerimaan mahasiswa baru melalui jalur PMDK, ternyata ia diterima di Fakkultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.
“So, saya jadi dokter sampai sekarang.” Baginya, melihat pasien yang ditolongnya sembuh dan tersenyum, merupakan kebahagiaan tersendiri. “Senyum mereka membuat saya bersemangat untuk terus bekerja, sampai sekarang,” ujar dokter dengan  tiga anak ini (Evindya Vipascitadevi, Bagus Sastra, dan Omang Katyayana). Ia bersyukur dengan apa yang ia dapat sekarang, terlebih setelah menjadi ahli bedah, dan bertugas di beberapa rumah sakit di Pulau Dewata, Bali.
Bertemu orang baru, berkomunikasi dan bisa ngobrol dengan banyak orang dirasa sangat menyenangkan. Sejawat dokter cukup banyak, tapi kenalan pasiennya ribuan. “Kadang, pasien masih ingat, tapi saya sudah lupa. Kayak selebriti, dikenal banyak orang,” ia tertawa. Mengingat itu, kelelahan  setelah mengerjakan tindakan bedah hingga larut malam pun hilang.
Ia tertarik mendalami bidang bedah saat coass dan stage di bagian ilmu bedah. “Saya kagum dengan guru-guru saya. Mereka bisa mengatasi penyakit dengan berhadapan langsung dengan penyakitnya, yaitu dengan cara melakukan pembedahan,” ujarnya. “Ibaratkan, kita melihat permen dalam toples kaca. Kita bisa mengambil permen itu dan merasakan secara langsung.” Bahwa  penanganaan penyakit juga membutuhkan kompetensi bidang kedokteran lain, menjadi daya tarik tersendiri.
Mantan Kepala Puskesmas Muncan Lombok Tengah ini hobi main bilyar, sejak di SMP. “Saya diajak paman nonton kompetisi bilyar. Ingin mencoba dan akhirnya ketagihan, sampai sekarang” kenangnya. Ia biasa main bilyar di akhir pekan, ditemani dua anaknya yang juga hobi bilyar. Kadang-kadang, ia main dengan teman seprofesi.
Selain bilyar ia suka wisata kuliner. Menu favoritnya bakso. Bila ada simposium atau dinas luar kota, ia mencari tahu di mana lokasi bakso yang enak. Di Denpasar sendiri, langganannya adalah kedai Bakso KOMO. “Kayaknya belum ada tandingannya, selain dekat tempat kerja.”  (ant)