Senin, 16 Mei 2011

SYARAT PEMBERIAN ANESTESI UMUM PADA PEMBEDAHAN DARURAT

PRESENTASI KASUS ANESTESI
Disusun Oleh Mohamad Fikih
SMF ANESTESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

BAB I
PENDAHULUAN

Untuk operasi yang direncanakan secera elektif tersedia waktu berhari-hari untuk pemeriksaan klinik dan laboratorium, serta persiapan operasinya. Teknik anestesi dapat direncanakan dalam keadaan tidak terburu-buru. Jalan dan luasnya operasi sudah dapat direncanakan, waktu untuk operasi elektif terdapat di pihak ahli anestesi. (1)
Pada bedah gawat darurat, faktor waktu yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepada tugas dengan waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai kompromi antara pendekatan ideal dan kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk menunjang intervensi bedah gawat darurat ini. (2)
Banyak bedah gawat darurat masih dapat ditangguhkan pelaksanaannya selama 1 jam atau lebih untuk persiapan yang lebih baik, kecuali keadaan di bawah ini : (1, 2)

1. Kegawatan janin
2. Perdarahan yang tidak terkendalikan
3. Gangguan pernafasan yang sangat berat
4. Cardiac arrest
5. Emboli arterial
Bila keadaan umum pasien yang kurang baik, manfaat untuk segera dibedah harus dipertimbangkan terhadap risiko penangguhan yang digunakan untuk persiapan yang lebih baik demi keuntungan pasien. Tindakan bedah darurat yang kecil dapat membawa risiko anestesi besar yang tidak terlihat dengan jelas pada permulaan. Penilaian klinis yang baik, serta kemampuan untuk mengenal dan mempersiapkan diri untuk situasi-situasi yang berbahaya serta menentukan jenis anestesi yang digunakan adalah sangat berharga. Walaupun dokter anestesi biasanya dibantu oleh perawat anestesi untuk memelihara perakatan dan pengadaan obat, namun ahli anestesi tetap bertanggung jawab agar peralatannya tetap terpelihara dan berfungsi baik. (1, 2)
Pasien-pasien yang membutuhkan anestesi untuk operasi gawat darurat akan lebih sulit bagi ahli anestesi, yang harus mempersiapkan dan menanggulangi masalah yang ada, karena pasien ini tidak dipersiapkan lebih dahulu dan tidak dalam keadaan ideal. Keadaan patologis yang mungkin ada harus ditanggulangi dengan cepat sebelum anestesi misalnya kekurangan cairan, tetapi bila terdapat infeksi maka penaggulangan dilakukan dalam waktu yang terbatas karena bila terlalu lama akan mengganggu kondisi pasien. Biasanya makin berat keadaan pasien, makin besar risiko yang berhubungan dengan anestesi spinal, sehingga dipilih tehnik anestesi umum. (1, 2, 3)
Pada penulisan referat ini akan dibahas syarat yang harus dipenuhi pada pemberian anestesi umum pada pembedahan darurat supaya risiko yang dihadapi dapat minimal sekali.

BAB II
PEMBAHASAN

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal adalah : hipotonik, analgesik dan relaksasi otot. Metode anestesi umum dilihat dari cara pemberian obat adalah : inhalasi dan intravena. (4)
Masalah-masalah anestesi umum untuk pembedahan darurat yang harus diperhatikan oleh ahli anestesi adalah : (1, 2)
1. Lambung terisi penuh
2. Hipotensi
3. Kegagalan pernafasan
4. Tamponade kardiak
5. CNS (Central Nervous System)
Masalah tersebut diatas harus dapat dihindari atau diminimalisasikan oleh ahli anestesi agar dapat dicapai suatu keberhasilan dalam melakukan pembedahan darurat dan mengurangi risiko akibat dari pemberian anestesi umum, syarat pemberian anestesi umum harus memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas, dan pasien harus sudah dalam keadaan stabil hemodinamikanya.
a. Pencegahan Aspirasi (1, 2, 3)
Untuk mencegah terjadinya aspirasi dari isi lambung dapat dilakukan cara :
- Posisi head down selama trakea tidak diintubasi. Posisi head down juga setelah trakea diintubasi, kecuali bila ada trauma kapitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
- Tube nasogastrik diisap bersih lalu dilepas sebelum diinduksi, dipasang kembali setelah intubasi dan cuff dipasang.
- Siapkan suction yang kuat, bekerja baik dan kateter besar.
- Induksi : head up crash intubation (40°) untuk tenaga yang sudah trampil intubasi. Penderita dengan trauma maksilofasial yang sukar jalan nafasnya dan berdarah terus-menerus jangan memakai cara ini. Periode head up dilakukan sependek mungkin agar perfusi otak tidak terganggu.
Bila fasikulasi selesai cepat relaksasi rahang, cepat intubasi, pasang cuff, kembali head down, nafas buatan. Selama intubasi dan cuff belum terpasang, jangan berikan nafas buatan kecuali intubasi gagal, segera robah head down dan beri nafas buatan untuk mengatasi hipoksia.
Intubasi head down merupakan pilihan lainnya jika cara head up tidak dapat dilakukan. Bila perlu penderita tidur miring dulu, baru ditelentang waktu akan laringoskopi. Pada cara intubasi diatas tetap ada saja pasien yang muntah dan aspirasi masif. Pada trauma maksilofasial atau kesulitan jalan nafas pertimbangkan intubasi sadar. Boleh spray lidokain 2% pada lidah dan faring, tetapi jangan kena plika vocalis. Diazepam 0,1 - 0,2 mg/kg iv dapat diberikan untuk mengurangi stres penderita dan memudahkan intubasi.

b. Obat-obat anestesi umum yang digunakan pada pembedahan darurat (1, 2, 3, 4)
- Oksigenasi 10 L/menit selama minimal 3 menit
- Pentotal 3 - 5 mg/kg BB, suksinilkoline 1 - 2 mg/kgBB (jangan terlalu sedikit suksinilkoline). Kompresi krikoesofageal dilakukan saat ini, bila terlalu pagi justru merangsang muntah.
- Diazepam 0,2 mg/kg BB iv sebagai pengganti pentotal bila tekanan darah labil atau pada penderita asma bronkiale, karena pentotal atau tiopental dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan hipotensi akibat depresi pusat motor dan henti nafas karena depresi pusat pernafasan.
- Ketamin 1 - 2 mg/kg BB pada penderita dengan shock atau trauma status III asalkan tidak ada kenaikan tekanan intrakranial.
- Metode prelurarisasi dapat saja digunakan asalkan semua cara-cara tersebut diatas tidak dikurangi atau diubah
- Hilangnya kesadaran akan disertai penurunan tonus simpati dan hipotensi. Karena itu sedapat mungkin jangan mulai anestesi, bila volume replacement masih belum cukup
- Lidokain spray tidak dipakai untuk plika vocalis trakea, karena refleks protektif jalan nafas tidak boleh hilang, kecuali pada pembedahan intrakranial.
- Halotan disertai suplement narkotik intra vena merupakan alternatif lain dan merupakan obat pilihan untuk toraktomi bila hemodinamik mengijinkan. Karena halotan menyebabkan relaksasi uterus, hatri-hati dengan bahaya hemoragia post partum pada SC, forceps ekstraksi dan lain-lain.
- Ketamin selain untuk induksi juga dapat dipakai sebagai obat maintenance (IV ½ - 1 mg/kg BB tiap 10 - 15 menit). Merupakan pilihan yang baik pada keadaan dimana gangguan hemodinamik tidak dapat diatasi sebelum/selama pembedahan. Kecuali untuk penderita dengan kenaikan tekanan intrakranial/kraniotomi, sebab ketamin menaikkan tekanan intra kranial.
- N2O2 O2 dipakai hanya untuk kraniotomi dengan tambahan pentotal atau diazepam, droperidol smua diberikan secara intra vena.
- Untuk torakotomi mutlak dipakai O2 100%
- Relaksan dipakai dalam kombinasi dengan salah satu obat anestesi diatas. Dosisnya diatur agar tidak terjadi 100% blok supaya reversal nanti mudah. Prostigmin, Atropin dengan perbandingan 2 : 1 dalam satu semprit disuntikkan iv perlahan-lahan (2 - 3 menit).
Untuk kraniotomi diberikan suksinilkoline (100 mg iv pada orang dewasa), pada waktu kepala akan dibalut dan ekstubasi. Nafas buatan diberukan secara perlahan-lahan, awasi kemungkinan regurgitasi, bila perlu dipakai tube nasofaring. (2, 3)
Setelah nafas spontan kembali, reversal diberikan untuk menghilangkan sisa relaksan, siap suction yang kuat. Kecuali pada kraniotomi maka semua ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar/cukup sadar untuk menjaga jalan nafasnya dari aspirasi. Minimal bisa melakukan head lift selama 5 detik setelah obat relaksasi otot diberi anti dotum. (2)
Penderita dengan penyakit-penyakit khusus sebagai penyulit dari masalah bedahnya sering dijumpai seperti : (1, 2, 3)
1. Penyakit jantung koroner
Usahakan oksigen demand tidak meningkat oleh infeksi, gelisah, nyeri dan eksitasi. Usahakan tekanan darah tetap stabil seperti pada waktu sadar atau dapat turun atau naik ± 10 - 20 mmHg. Monitoring EKG dengan mengawasi segmen ST, arah T dan timbulnya aritmia yang berbahaya.
2. Penyakit jantung dekompensasi
Usahakan depresi myokard seringan mungkin dengan menghindari halotan konsentris tinggi. Usahakan tekanan darah tidak turun banyak. Pada mitral stenosis yang sempit, takikardi dapat memacu timbulnya dekompensasi. Usahakan nadi senormal mungkin pasang CVP kateter dan digitalisasi cepat preoperasi harus diusahakan.
3. Diabetes mellitus
Periksa kadar gula darah, korelasikan dengan reduksi urin yang sedang menetes dari kateter. Kadar diusahakan 150 - 200 mg%, jangan berusaha membuat normal.
4. Asma bronkiale
Anamnesis yang teliti tentang berapa berat penyakitnya, seberapa sering serangan, obat apa yang biasa dipakai. Beri aminofilin IV, kadang penambahan oradexon 1 ampul iv dapat membantu. Jangan intubasi sebelum refleks hilang, pentotal suksinil kurang tepat disini. Kalau bisa anestesi didalamkan dengan halotan sampai refleks jalan nafas hilang, baru diintubasi. Ekstubasi juga dilakukan sebelum refleks timbul lagi, posisi tetap head down.

BAB III
KESIMPULAN

Masalah-masalah yang ada pada pembedahan darurat adalah bahaya terjadinya aspirasi dari lambung yang berisi, gangguan pernafasan, gangguan hemodinamik, dan kesadaran yang tidak selalu dapat diperbaiki sampai optimal serta terbatasnya waktu untuk persiapan mencari data dan perbaikan fungsi tubuh. Penundaan pembedahan akan membahayakan jiwa atau penyebabkan kehilangan anggota badan.
Oleh sebab itu pelaksanaan operasi harus segera dilakukan dengan menggunakan anestesi umum dan harus memperhatikan syarat-syarat pemberian anestesi umum seperti stabilisasi hemodinamik, mencegah terjadinya aspirasi isi lambung dan obat-obat anestesi umum yang sesuai dengan kondisi operasi yang akan dilakukan. Apabila syarat-syarat tersebut sudah dapat terpenuhi maka pembedahan darurat dapat dilakukan dan risiko pasca anestesi dan pembedahan dapat dihindari seminimal mungkin.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Zuhardi, T.B, Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 3-5

2. Rahardjo, E., Rahardjo, P., Sulistiyono, H., Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 6-9.

3. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi, EGC, 1994, Jakarta.

4. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Anestesiologi, 1989, Jakarta