Jumat, 22 April 2011

Memahami “KESADARAN” Secara Science

Pahami BENAR Sebelum BERBAGI


Kesadaran merupakan salah satu topik yang paling sering menjadi perdebatan dalam dunia NLP dan Hypnosis. Para praktisi kedua disiplin ilmu tersebut acap kali mencoba memunculkan pandangan mereka akan Kesadaran. Nah, kali ini, saya mencoba mengajak para pembaca untuk melihatnya dari sudut pandang yang mungkin seharusnya menjadi dasar pijakan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam berargumen.

Pemahaman mengenai apa yang disebut sebagai kesadaran menjadi sangat penting. Karena disamping mengenai definisi dan deskripsi kesadaran, sangat diperlukan keseragaman metode sehingga didapatkan cara yang obyektif dalam menentukan tingkat kesadaran.

Apa yang disebut sebagai sadar sering kali diartikan sebagai suatu sikap dan tanggapan makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, terhadap lingkungannya. Martin (1949) dan Bailey (1957) menggambarkan sadar ini sebagai awareness (pengenalan atau pengertian). Jasper (1948) mengaitkan sadar dengan kemampuan meraba rasakan keadaan pada suatu saat tertentu dan Ishii (1972) menyatakan bahwa seseorang dikatakan dalam keadaan ‘sadar’ bila ia dapat mengenal lingkungannya dan secara otomatis dapat memberikan tanggapan terhadap segala rangsangan yang dihadapinya.

Definisi kesadaran sendiri sulit dibatasi dengan jelas atau dirinci secara kuantitatif, mengingat bahwa penilaian tingkat kesadaran diperoleh berdasarkan kesan pengamatan pada sikap dan tingkah laku subyek semata, serta juga sering kali faktor psikologis subyek ikut berpengaruh.

Istilah Kesadaran mengandung 2 (dua) komponen fisiologi, yaitu : Content (isi Kesadaran) dan Arousal (keadaan Bangun). Content (isi Kesadaran) merupakan gabungan dari fungsi kognitif otak (content of consciousness) dan afek mental. Sedangkan arousal lebih menampilkan sikap bangun (wakefullness).
Seseorang yang Bersikap seperti orang tidur dan tingkah laku nya tidak memberikan Respon terhadap Rangsangan Eksternal dikualifikasikan sebagai “Tidak Sadar”. Begitu juga sebalik nya, seperti “Tidur” dan Memberikan “Respon Rangsangan Eksternal” dikualifikasikan sebagai “Sadar”.



Tingkat Kesadaran
Secara sederhana, tingkat kesadaran dapat di bagi atas Kesadaran Normal, Somnolen, Sopor, dan Koma. Dimana, indikasi dari masing-masing tingkat kesadaran tersebut adalah sebagai berikut :
  • Somnolen : Suatu Kondisi dimana saat seseorang Tampak mengantuk dan Kesadaran dapat Pulih Penuh bila di Rangsang.
  • Sopor : Suatu Kondisi dimana saat seseorang Mengalami rasa mengantuk yang dalam dimana masih dapat di Bangunkan dengan rangsangan yang kuat namun Kesadarannya segera Menurun lagi.
  • Koma : Suatu Kondisi dimana seseorang pada keadaan Tidak ada Gerakan Spontan, tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsangan nyeri bagaimanapun Kuat nya.

Gangguan Kesadaran Akut
Disaat seorang Hipnotis ataupun NLPers ingin mengkondisikan kliennya pada trance tertentu maka dia melakukan induksi dengan berbagai macam tekhnik induksi. Dan klaimnya dikatakan bahwa induksi tersebut berhasil membawa klien masuk ke dalam kondisi trance yang diinginkan. Apakah hal tersebut benar? Dan apakah istilah-istilah yang sering digunakan selama ini adalah benar ditilik dari science? Sebagai contoh adalah Confusional state, dimana cara ini membuat bingung suyet hypnosis sehinga dia mudah dialihkan pada fokus pikirannya menjadi fokus pikiran yang dimasukan oleh hipnotis dengan kata-katanya (sugesti). Sepertinya hal ini adalah hal benar dan fisiologis. Padahal kondisi yang dimaksudkan secara science adalah kondisi patologis atau tak wajar dan dengan kelainan atau gangguan tertentu.

Confussional state adalah keadaan dengan gangguan Fisiologi yang Luas dan Akut. Hampir selalu di ikuti dengan Reduksi/Penurunan atau gangguan dari isi (content) kesadaran secara menyeluruh serta reduksi arousal yang minimal. Kondisi ini di kategorikan sebagai gangguan Kesadaran Berkabut (clouded conciousness).

Kesadaran Berkabut adalah istilah yang diterapkan untuk keadaan penurunan wakefullness, atau awarness dimana bentuk minimalnya juga mencakup keadaan hipereksitabilitas dan hiperiritabilitas yang terjadi bergantian dengan drowsiness (rasa kantuk tidak normal pada siang hari). Kelainan utamanya adalah pada pemusatan perhatian (attention) serta paling tidak didapatkan adanya disorientasi yang minimal, sehingga sering kali responnya terhadap persepsi sensorik salah, khususnya persepsi visual. Walaupun tidak mengalami disorientasi, proses pikirnya tidak cepat dan tidak tepat, bahkan terjadi salah interpretasi rangsangan sehingga sulit untuk mengikuti perintah.

Pada saat kita memperhatikan seseorang pada kondisi tertentu, suyet dikondisi trance kedalaman tertentu sepertinya dapat diperintahkan untuk melakukan tindakan atau perilaku tertentu sesuai dengan perintah melalui kata-kata (sugesti) yang disampaikan. Kondisi ini sering digunakan untuk stage hypnosis (penerapan hipnosis untuk hiburan) karena adanya respon persepsi sensorik yang salah, khususnya visual. Misal pada saat seseorang mempersepsikan visual sepatu yang dilihatnya adalah telepon atau air susu adalah air untuk mandinya.

Sekarang mari kita fahami bersama apakah benar seseorang dapat dimasukan kedalam kondisi ini. Dari penjelasan ini sangat jelas bahwa saat seseorang dalam kondisi sadar tidak pernah dapat dimasukan dalam kondisi ini karena dia masih dapat mengikuti perintah, sedangkan salah satu syaratnya disini adalah tidak atau sulit untuk mengikuti perintah.
Delirium adalah suatu keadaan mental abnormal yang dicirikan adanya disorientasi, ketakutan, iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulus sensorik, dan sering kali di sertai dengan halusinasi visual. Tingkah laku yang demikian biasanya menempatkan seseorang di suatu alam yang tak berhubungan dengan lingkungannya, bahkan kadang sulit mengenali dirinya sendiri. Keadaan ini dapat juga diselingi oleh suatu lucid interval. Biasanya delirium menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks, sistematis serta berlanjut sehingga tak ada kontak sama sekali dengan lingkungannya serta secara psikologis tidak mungkin dicapai oleh pemeriksa. Kondisi umumnya talkative (bicaranya keras), ofensif, curigaan dan agitatif. Keadaan ini timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebih dari 4-7 hari, namun salah persepsi dan halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-minggu terutama pada kondisi alkoholik atau berkaitan dengan penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delirium biasanya tampil pada gangguna-gangguan toksik dan metabolic sususunan saraf seperti keracunan atropine yang akut, sindroma putus obat (alcohol-barbiturat), porfiria akut, uremia, gagal hati akut, ensefalitis, penyakit vaskuler kolagen. Berkaitan dengan penetapan praktis dari terminology Clouded Conciusness dan delirium yang keduanya mempunyai gangguan arousal yang ekuivalen, maka umumnya kedua istilah tersebut dipersamakan.

Obtundation secara harfiah berarti keadaan mental yang tumpul atau kaku. Didunia medis istilah ini diaplikasikan pada penderita-penderita yang mengalami reduksi alertness ringan sampai moderat, yang disertai kurangnya perhatian terhadap lingkungan. Biasanya mempunyai respons psikologis yang lebih lambat terhadap rangsangan, tidurnya lebih banyak serta diselingi dengan drowsiness.

Stupor merupakan suatu keadan tidur dalam atau sikap yang unresponsive dan hanya dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat dan berulang. Segera setelah rangsangan hilang, penderita akan tidur lagi. Kebanyakan kondisi ini mengalami disfungsi serebral organic. Diagnosis bandingnya adalah skizofrenia katatonik atau reaksi depresi yang hebat, dimana tampilannya mirip.

Dari penjelasan diatas juga dapat dijelaskan dan difahami tak mungkin seseorang dapat diturunkan kondisi kesadaran dengan suatu perintah dari kata-kata (sugesti) karena pemusatan perhatiannya masih bagus dan orientasinya juga bagus jadi tak mungkin salah dalam persepsi sensorik visual, kecuali orang tersebut mau-maunya persepsi visualnya disalah-salahkan oleh dirinya sendiri. Berarti kondisi ini adalah kondisi yang diinginkan dan dimauin oleh orang yang mau melakukannya.

Ada berbagai patokan untuk menilai tingkat kesadaran, skala-skala tesebut antara lain Jouvet (1969), Edinburg Coma Scale (Sugira et al, 1973), Glasgow Coma Scale (Tesdale dan Jennett, 1974), Subcznki (1975), Munich Coma Scale (Brinkmann et al., 1978), Maryland Coma Scale (Salcman et al, 1981), Bene’s Scale (1981), Glasgow-Liege Coma Scale (Born et al, 1982), Comprehensive Level of Conciousness Scale (Stanezak et al, 1984), Responsivness Level Scale RLS 85 (1988)

SKALA KOMA GLASGOW
Skala koma Glasgow adalah skala untuk menilai Tingkat Kesadaraan seseorang yang banyak dipakai karena kemudahan dalam menilai kesadaran seseorang. Skala ini menilai 3 (tiga) hal, yaitu : Mata, Verbal (bicara), dan Gerakan Motorik.

Skala koma Glasgow adalah skala neurologis yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesadaran. Skala ini mula-mula dikembangkan sehubungan dengan penentuan gradasi dan prognosa cedera kepala traumatika, tetapi tampaknya sering juga diaplikasikan pada keadan-keadaan gangguan kesadaran lainnya (non-traumatika). Di Indonesia sebagian besar bidang bedah saraf dan institusi perguruan tinggi, menerapkan perhitungan skala ini pada kondisi kesadaran menurun. Namun yang sering menjadi masalah dalam penetapan penilain ini ragam status klinis yang bervariasi, perbedaan antar pemeriksa, konsiderasi praktek sehari-hari seperti: kesulitan menilai respons verbal pada pasien yang sedang diintubasi, penilaian respons mata pada pasien dengan hematom palpebral yang besar dan sebagainya.

GLASGOW COMA SCALE (GCS) DEWASA
Respons Nilai Respons (membuka) mata
Spontan                                                             4
Berdasarkan Perintah Verbal                              3
Berdasarkan Rangsang Nyeri                             2
Tidak Memberi Respons                                    1
 Respons Motorik
Menurut Perintah                                              6
Melokalisir Rangsang Nyeri                              5
Menjauhi Rangsang Nyeri                                 4
Fleksi Abnormal                                               3
Ekestensi Abnormal                                         2
Tidak Memberi Respons                                  1
 Respons Verbal
Orientasi baik                                                   5
Percakapan kacau                                            4
Kata-kata kacau                                              3
Mengerang                                                       2
Tidak Memberi Respons                                   1

Dari data diatas maka penilaian yang dilakukan untuk menilai kesadaran seseorang adalah dengan menyesuaikan ke-3 variabel pada GCS. Skala tertinggi dimana seseorang dalam keadaan sadar penuh adalah 15 yang merupakan hasil dari penjumlahan dari penilaian Respon Mata = 4, Respon Motorik = 6, Respon Verbal = 5. Dan kondisi seseorang dengan Kesadaran terendah adalah 3, yang didapat dari penjumlahan dari penilaian Respon Mata = 1, Respon Motorik = 1, Respon Verbal = 1

Dari GCS ini mari kita telaah sebentar kondisi seseorang yang dikatakan trance hypnosis setelah di induksi dengan berbagai jenis induksi, apapun itu jenis induksinya.
Respon Mata : 3-4 Karena mata suyet dapat dibuka dengan spontan ataupun dengan perintah Respon Motorik : 6 Menurut perintah Respon Verbal : 5 Orientasi baik Total GCS : 14-15 Artinya kondisi suyet berada dalam kondisi SADAR PENUH dan Tidak dalam Kondisi di Kuasai. Respon Membuaka Mata & Motorik yang dilakukan mau dilakukan karena adanya perintah bukan berarti suyet dikuasai tapi dengan kesadaran Penuh suyet mau menuruti dan mengikuti apa yang diperintahkan (sugesti).

Penutup
Sering kali, kita sebagai pembelajar dan pengajar dengan mudahnya menerima mentah-mentah suatu materi pembelajaran tanpa kemudian menelaah lebih lanjut apa yang menjadi dasar suatu ilmu. Akan menjadi lebih berbahaya lagi bila hal yang belum kita pahami dengan jelas, kemudian diturunkan kepada orang lain yang mungkin kemudian juga akan menurunkannya kepada orang lain.

Demikian paparan singkat dari sudut pandang science mengenai kesadaran, sehingga sekarang para pembaca mampu menggali berbagai fenomena kasus “kejahatan hipnotis” yang sering terjadi dan akan terjadi. Apakah benar para korban “tidak sadar” saat hal itu terjadi? Ataukah ada perasaan sungkan untuk menolaknya? Ataukah justru memang ingin?
Semoga bermanfaat.

Banjarmasin, 12 April 2011
Pukul : 19.00 WITA