Rabu, 16 Maret 2011

GENERAL ANESTESI PADA LAPAROSCOPI APPENDICTOMI

ABSTRAK
Anestesi umum (general anestesia) adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia. Untuk mewujudkan trias anestesi berupa hipnotika, anestesia/analgesia, dan relaksasi dapat diberikan obat anestesi tunggal maupun kombinasi. Pada kasus ini, Seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak kemarin pagi.  Pada awalnya rasa nyeri dirasakan di ulu hati lalu pindah ke daerah sekitar pusar lalu bertambah nyeri terutama di perut kanan bawah.  Pasien merasakan mual, tidak muntah dan nafsu makan menurun.  Pasien mengeluh demam sejak 1 hari yang lalu.  BAB terakhir kemarin siang sebanyak dua kali, tidak diare. Pada pasien ini didiagnosis appendicitis akut, status ASA I dengan general anestesi.

KASUS
Seorang pasien laki-laki berumur 23 tahun datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak kemarin pagi.  Pada awalnya rasa nyeri dirasakan di ulu hati lalu pindah ke daerah sekitar pusar lalu bertambah nyeri terutama di perut kanan bawah.  Pasien merasakan mual, tidak muntah dan nafsu makan menurun.  Pasien mengeluh demam sejak 1 hari yang lalu.   BAB terakhir kemarin siang sebanyak dua kali, tidak diare.  Pasien tidak mengeluhkan gangguan BAK, BAK lancar, tidak ada rasa nyeri pada saat BAK, warnanya kuning seperti biasa, tidak disertai darah. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan pada pola Bab, tidak ada perubahan pada besarnya kotorannya, pasien juga merasakan puas setelah buang air besar, tidak ada rasa penuh.  Tidak ada riwayat nyeri serupa sebelumnya.  Pasien telah dipuasakan.
Diagnosis
Appendicitis Acute Status ASA I dengan general anestesi.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada kasus ini dengan Laparoscopi Appendictomi
Pada saat preoperatif Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum operasi dimulai. Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 88 x/menit, RR 18 x/menit, suhu afebris.
Pada saat premedikasi diberikan Petidin 100mg per IM dan Midazolam 5 mg per IV
Pada saat induksi Induksi diberikan Propofol 100mg per iv dan Succinylcholine 50 mg per iv
Selama operasi berlangsung pasien diobservasi tekanan darah, nadi dan pernapasannya. Pasien diberi anestesi inhalasi berupa halotane 0,5 %, N2O dan O2.  Nadi rata-rata 96 x/menit, operasi berlangsung selama 90 menit. Kemudian diberi Injeksi ketorolac 30 mg per iv dan Injeksi terfacef(seftriakson) 2 gram per iv
Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
Program post operasi pada kasus ini yaitu awasi vital sign dan kesadaran, pasien diposisikan tidur terlentang tanpa bantal sampai sadar, jika pasien sudah sadar penuh boleh minum secara bertahap,terapi lain-lain sesuai dokter bedah jika emergensi lapor dokter anestesi.


DISKUSI
Pada kasus di atas, akan dilakukan tindakan laparoskopi appendiktomi dengan general anestesi dan teknik GETA.  Dipilihnya jenis anestesi ini dikarenakan pada laparoskopi dengan menggunakan gas (Insuflasi CO2), jika menggunakan tehnik Regional Anestesi akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien karena iritasi peritoneal langsung yang menimbulkan rasa sakit selama laparoskopi, karena CO2 membentuk asam karbonat saat kontak dengan permukaan peritoneum sehingga menyebabkan rasa sakit pada pundak.  Selain itu selama prosedur laparoskopi pasien biasanya diposisikan tredelenburg atau reverse tredelenburg, jika menggunakan RA, perubahan posisi ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien.
Pada tindakan laparoskopi diperlukan relaksasi otot (agar organ abdomen tidak keluar dan terjadi relaksasi) sehingga diperlukan muscle relaxant, muscle relaxant ini bekerja pada otot lurik kemudian terjadi kelumpuhan otot pernafasan, otot interostalis, abdominalis, dan relaksasi otot-otot ekstremitas, pasien tidak dapat bernafas spontan, karena otot pernafasan lumpuh, perlu control nafas, perlu tehnik anestesi yang menjamin zat anestesi inhalasi serta N2O dan O2 masuk ke trakhea 100% dan dianestesi dengan GETA.
Pada kasus di atas, saat premedikasi digunakan petidin dan midazolam.  Petidin merupakan golongan narkotika, dengan sifat analgetik kuat,  tujuan diberikan petidin ini untuk mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.    Petidin mempunyai durasi yang lebih pendek dari morfin, dan memiliki efek minimal pada pernafasan. Midazolam merupakan obat penenang (transquilaizer) yang memiliki sifat antiansietas, sedatif, amnesik, antikonvulsan dan relaksan otot skelet.  Dosis midazolam yaitu 0,025-0,1 mg/kgBB (5mg/5cc). Dengan awitan aksi iv 30 detik, efek puncak 3-5 menit dan lama aksi 15-80 menit.
Induksi diberikan Propofol dan succinylcholine. Propofol merupakan suatu obat hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anestesi yang cepat dengan aktivitas eksitasi minimal (contohnya mioklonus).  Propofol diberikan dengan dosis 2-2,5 mg/kgBB (200mg/20cc) dengan awitan aksi 40 detik, dengan efek puncak 1 menit dan lama aksi 5-10 menit.  Succinylcholine merupakan suatu relaksan otot skelet depolarisasi beraksi ultrapendek.  Succinylcholine tidak mempunyai efek terhadap kesadaran, ambang nyeri atau serebrasi dan tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos.  Dosis iv 0,7-1 mg/kgBB (200mg/10ml) dengan awitan aksi 30-60 detik, efek puncak 60 detik dan lama aksi 4-6 menit.
Saat durante operasi diberikan atracurium dan ketorolac.  Atrakurium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi (long acting), diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan mula kerja yang cepat. Relaksasi otot ini dimaksudkan untuk membuat relaksasi otot selama berlangsungnya operasi, menghilangkan spasme laring dan refleks jalan napas atas selama operasi, memudahkan pernapasan terkendali selama anestesi.
Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB intravena.  Awitan aksi <3 menit, efek puncak 3-5 menit dan lama aksi 20-3 menit.  Sehingga setelah 30 menit diberikan injeksi atracurium, sebagai rumatan.
Ketorolac merupakan obat antiinflamasi non steroid (NSAID) memperlihatkan aktivitas analgesik, antiinflamasi dan antipiretik.  Ketorolac menghambat sintesis prostaglansin dan dapat di anggap sebagai analgesik yang bekerja secara perifer.  Digunakan sebagai analgesik selama laparoskopi berlangsung.
Maintenance
a)     N2O dan O2
N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C.
NH4 NO3 → 2H2O + N2O (reaksi dalam suhu 240°C)
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai  O2 minimal 25 %.Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya.3
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti. 3

b)Halothane
Halothane mempunyai sifat hipnotik kuat, relaksasi cukup, namun analgetik kurang baik.  Halothane mempunyai keunggulan tidak merangsang saluran nafas, salvias tidak banyak, bronkodilator serta waktu pemulihan cepat.  Halothane mempunyai MAC 0,87%.
Pada kasus ini, respirasi dikontrol dengan menggunakan ventilator.  Dan menggunaan system close, ini berarti  halothane + O2 + N2O yang dihirup pasien, lalu di ekspirasi menjadi CO2 dan diikat oleh sodalime( CaCO3) menghasilkan H2O+O2+panas.  Lalu bersama halothane + O2 + N2O, O2 yang dihasilkan dari reaksi CO2 dan sodalime kembali dihirup oleh pasien lagi.
Setelah operasi selesai, diberikan Ketorolac per drip sebagai obat analgetik untuk menghilangkan rasa sakit pasca operasi.


KESIMPULAN
Pada kasus di atas, dilakukan tindakan laparoskopi appendiktomi dengan general anestesi dan teknik GETA.  Dipilihnya jenis anestesi ini dikarenakan pada laparoskopi dengan menggunakan gas (Insuflasi CO2), jika menggunakan tehnik Regional Anestesi akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien karena iritasi peritoneal langsung yang menimbulkan rasa sakit selama laparoskopi, karena CO2 membentuk asam karbonat saat kontak dengan permukaan peritoneum sehingga menyebabkan rasa sakit pada pundak.  Selain itu selama prosedur laparoskopi pasien biasanya diposisikan tredelenburg atau reverse tredelenburg, jika menggunakan RA, perubahan posisi ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien.


REFERENSI
1.     Yao, F.S.F, Artusio, Anesthesiology, Problem Oriented Patient Management. Lippincott Williams and Wilkins, USA. 2001
2.      Omoigui, sota. 1997.  Buku saku obat-obatan anestesia.  Jakarta:EGC
3.     Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4th edition. McGraw Hill. New York. 2006.

PENULIS
Yayu Sudarwaty, Program profesi Pendidikan Dokter. Bagian Ilmu Anestesi & Reanimasi. RSUD Wirosaban, 2010.
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=GENERAL+ANESTESI+PADA+LAPAROSCOPI+APPENDICTOMI