Senin, 19 Juli 2010

Batuk Mengamuk

Salah satu tulisan yang mengambil narasumber saya di Femina

http://www.femina-online.com/issue/issue_detail.asp?id=646&cid=2&views=27

Batuk seperti polusi, ada di mana-mana. Di negara empat musim misalnya, batuk terkait dengan musim tertentu. Pada musim semi, batuk terjadi akibat tebaran serbuk bunga. Pada musim dingin, batuk juga terjadi karena banyaknya kasus influenza. Di negara tropis seperti Indonesia, batuk bisa terjadi sepanjang tahun. Cermati batuk yang Anda alami, supaya penanganannya tepat dan tak berlebihan, seperti yang diungkapkan dr. Arifianto dari RSCM dan Yayasan Orang Tua Peduli berikut ini.

TERSEDAK, ALERGI ATAU PENYAKIT?
Batuk, sama halnya seperti lendir yang keluar dari hidung, bersin, air mata yang mengalir ketika mata terkena debu, bahkan kotoran yang keluar dari telinga, merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menghalangi dan mengeluarkan penyebab penyakit (virus, bakteri, kuman), serta benda asing lainnya (debu, kotoran, makanan). Ketika benda asing tersebut masuk, saraf akan memberi sinyal pada otot tubuh untuk mengeluarkan ‘benda’ tersebut. Maka, terjadilah batuk.

Jadi, kalau Anda mengalami batuk, jangan dulu panik kalau-kalau Anda kena flu, atau lainnya. Batuk itu ternyata alami, kok. Batuk tanpa disertai demam atau sesak napas biasanya terjadi karena tersedak, terkena asap rokok, atau alergi. Batuk timbul akibat terangsangnya reseptor batuk yang tersebar di banyak lokasi tubuh, mulai dari saluran napas (hidung, trakea, bronkus), sampai di luar lokasi saluran napas (lambung dan telinga). Batuk pada luar lokasi saluran napas, misalnya, bisa terjadi ketika seseorang sedang membersihkan telinga dengan kapas telinga.

Namun, di sisi lain, batuk juga menjadi tanda atau gejala dari suatu penyakit tertentu. Infeksi virus seperti influenza misalnya, juga memiliki gejala batuk. Bahkan, infeksi bakteri tuberkulosis, infeksi saluran napas seperti pneumonia, juga bergejala batuk. Batuk juga bisa berarti adanya keganasan/kanker yang mendorong reseptor batuk di batang paru-paru.

Anda perlu curiga bahwa batuk yang Anda alami merupakan gejala dari penyakit ketika batuk tersebut disertai tanda lain, seperti sesak napas atau demam. Sesak napas (dyspnea) dapat timbul oleh beberapa sebab, seperti asma, penggumpalan darah pada paru-paru, atau pneumonia. Sementara demam, terjadi karena zat-zat yang merangsang hipotalamus (pusat pengendalian suhu tubuh dan sekresi hormon) menghasilkan pirogen (zat penyebab demam). Bila terjadi infeksi atau zat asing masuk ke dalam tubuh, maka sistem pertahanan tubuh akan melepaskan pirogen. Pelepasan pirogen ini memicu produksi prostaglandin E2 (molekul lemak yang berfungsi sebagai hormon, berperan dalam pengaturan detak jantung), yang kemudian meningkatkan temperatur. Pada penyakit tuberkulosis misalnya, Anda akan mengalami demam di malam hari dan batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu.

Batuk karena alergi merujuk pada reaksi hipersensitivitas yang dimunculkan oleh tubuh. Hipersensitivitas pada setiap orang ini berbeda-beda kadarnya. Sebagai contoh, jika A terpapar 100 debu, maka akan muncul reaksi alergi seperti batuk. Sementara pada B, baru terpapar 10 debu saja sudah langsung batuk-batuk, ditambah bersin-bersin.

“Anda justru harus khawatir ketika ada benda asing masuk ke dalam tubuh dan tubuh tidak memberikan reaksi. Itu tandanya sistem pertahanan tubuh Anda gagal merespons atau menghalau ‘musuh’ ini, dr. Arifianto menjelaskan.

OBAT BATUK, KAPAN PERLU?
Tidak ada orang yang betah mengalami batuk-batuk selama berhari-hari. Leher rasanya tidak nyaman, belum lagi orang-orang di sekitar, rata-rata menjauh karena tidak ingin udara di sekitar mereka tercemar. Tak heran, kalau leher gatal, rasanya ingin, deh, cepet-cepet minum obat.

Tapi, kini, setelah Anda tahu bahwa batuk tak selamanya tanda suatu penyakit, Anda perlu mengubah cara menanganinya. Dalam kasus alergi, yang perlu dilakukan adalah mengenali pencetusnya dan menghindari supaya tidak timbul gejala.

Kalau alergi karena debu atau tungau, ya, Anda harus rajin membersihkan rumah. Pada batuk yang penyebabnya adalah infeksi bakteri seperti tuberkulosis dan pneumonia, maka obatnya adalah antibiotika. Nah, pada influenza yang penyebabnya adalah infeksi virus, batuk ini tidak perlu diobati, karena bisa sembuh sendiri.

Lalu, bagaimana dengan obat batuk yang sangat beragam jenisnya, dan mudah ditemui di apotek maupun toko obat?

Obat batuk masuk dalam kategori over the counter drug, atau dengan kata lain, obat bebas. Menurut dr. Arifianto, produsen obat memang menciptakan label obat batuk untuk berbagai jenis batuk, seperti batuk berdahak, batuk kering, dan batuk alergi. “Padahal, obat ini sama saja, tujuannya adalah untuk menghentikan batuk, kata dr. Arifianto.

Obat anti batuk yang mengandung zat antitusif ditujukan untuk menekan refleks batuk, sehingga setelah minum obat, batuk diharapkan berhenti. Padahal, batuk yang terjadi adalah karena tubuh berusaha mengeluarkan lendir serta bakteri/virus/debu yang masuk. “Dengan adanya zat antitusif, pengeluaran ‘benda berbahaya’ ini akhirnya ikut dihambat. Akibatnya, justru virus/bakteri tersebut masuk ke saluran napas, napas menjadi sesak dan pemulihan penyakit jadi lebih lama, dr. Arifianto menjelaskan.

Konsumsi obat penekan refleks batuk disarankan pada keadaan-keadaan tertentu, misalnya batuk-batuk yang terkait penyakit kanker. Seperti batuk lainnya, batuk jenis ini juga terjadi karena refleks. Obat batuk yang mengandung antitusif akan berperan menekan reseptor batuk. Sehingga, penderita kanker tidak perlu terbatuk-batuk, dan diharapkan akan merasa lebih ringan.

Selain antitusif, Anda mengenal jenis obat batuk mukolitik dan ekspektoran, keduanya merupakan pengencer dahak. Dalam beberapa penelitian yang ditujukan pada anak-anak, ternyata tidak ada bedanya antara anak yang mendapatkan obat batuk ekspektoran dan yang tidak. Yang terjadi justru efek samping obat, serta risiko polifarmasi (mengonsumsi beberapa jenis obat yang sebenarnya tidak perlu).

Jadi, yang perlu dilakukan ketika Anda mengalami batuk adalah mengatasi penyebabnya, bukan mengatasi batuknya. Bayangkan ketika Anda mengalami batuk, pilek, panas, dan diare, lalu Anda dengan bebasnya mengonsumsi berbagai obat,

yaitu obat batuk, obat pilek, obat penurun panas dan obat antidiare. Padahal, penyebabnya ‘hanyalah’ infeksi virus yang akan sembuh sendiri.

Jika batuk disertai demam, yang diizinkan adalah memberi antipiretik (penurun panas) ketika suhu telah mencapai di atas 38,5ยบ C. Setelah itu, minum air putih banyak-banyak untuk mengencerkan dahak. Bila batuk belum juga mereda atau menimbulkan sesak napas dan mengi (khas asma), hubungi dokter untuk mengetahui penyebabnya secara pasti. Jika telah diketahui penyebabnya, dokter akan memberikan antibiotik untuk penyakit tuberkulosis misalnya, atau inhalasi pada asma.


Penulis: Prilia Herawati

[Dari femina 26 / 2010]