Minggu, 01 Maret 2009

Karsinoma Payudara

 

Sekitar dua abad yang lalu, penyakit infeksi menduduki urutan pertama sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sejak pertengahan abad 19, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kualitas hidup manusia maka pola penyakit juga berubah. Penyakit pembuluh darah dan kanker mulai menggeser kedudukan penyakit infeksi.

Di Amerika Serikat, 20 % dari kematian disebabkan oleh karena kanker. Setengah dari kematian akibat kanker ini disebabkan oleh tiga macam yang tersering yaitu paru, payudara dan kolorektal. Meskipun statistik dan prevalensi penyakit kanker di Indonesia tahun 2000 mendatang akan seperti pola penyakit di negara-negara maju. Karena itu mulai saat ini perlu dipersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi tahun 2000 yang akan datang (Ampi Retnowati, 1990).

Cara terbaik untuk menghadapi masalah kanker adalah dengan pencegahan atau setidaknya dengan deteksi dini. Sayangnya pasien kanker sering datang ke dokter dengan kondisi yang sudah parah (stadium lanjut), karena pada stadium dini belum dirasakan gejala yang mengkhawatirkan. Untuk kasus demikian keberhasilan penyembuhan tergantung pada keberhasilan penanganan selanjutnya (Ampi Retnowati, 1990).

Salah satu cara untuk menjalankan program penemuan dini penyakit kanker secara terpadu, adalah dengan menimbulkan motivasi sudah berhasil maka diagnosis dini dapat dilakukan oleh tenaga medis (Anon, 1992).

Tujuan akhir penemuan dini penyakit kanker adalah untuk memperbaiki angka kematian hidup serta angka penyembuhan sehingga harapan hidup penderita kanker yang ditemukan pada stadium dini menjadi lebih baik (Tjindarbumi, 1985).

Kanker hingga saat ini merupakan salah satu penyakit yang ditakuti, karena banyak orang yang mengidap kanker berakhir dengan kematian. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa penderita-penderita yang datang ke dokter atau rumah sakit sering kali dalam keadaan terlambat, sehingga penyakit sudah stadium lanjut. Oleh karena itu dokter atau rumah sakit tidak dapat berbuat banyak terhadap penderita-penderita kanker. Sampai saat ini umumnya hanya penderita kanker pada stadium dini yang dapat disembuhkan (Maria L, Sartono, 1990).

Ada wanita yang tidak berani menyentuh atau meraba-raba bagian tertentu dari tubuhnya. Maka akan kesukaran untuk tiap bulannya memeriksa payudaranya sendiri untuk menemukan kelainan-kelainan. Ada juga wanita-wanita yang tidak mau melakukan ini oleh karena takut menemukan sesuatu. Selain pemeriksaan sendiri itu penting dilakukan secara teratur, ini juga membuktikan bahwa ada tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri (Sri Moersadik, 1981).

A. KANKER PAYUDARA

Kanker payudara menduduki tempat nomor dua dari insiden semua tipe kanker di Indonesia, baik menurut Penyelidikan Bagian Patologi Universitas Indonesia maupun registrasi yang terbaru dari “Proyek Penelitian Registrasi Kanker di RSCM Juli 1975-Maret 1978 (Hanifa Wiknjosastro, 1994).

Neoplasma ini 90 % berasal dari epitel ductus lactiferus dan sisanya 10% dari epitel duktus terminal. Pertumbuhan tumor dimulai pada duktus kemudian meluas pada jaringan stroma yang sering disertai pembentukan jaringan ikat padat, klasifikasi dan reaksi radang. Kemudian tumor mengadakan invasi membentuk konfigurasi jari ke arah fasia dan membuat perlengketan, sedang ke arah kulit menimbulkan kongestif pembuluh getah bening yang membuat gambaran kulit mirip dengan kulit jeruk (Peau d’orange) yang lambat laun dapat ulserasi pada kulit (Bani, 1995).

B. FAKTOR RISIKO

Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses kejadian kanker payudara (Gani, 1995) :

1. Orang tua (ibu) pernah menderita karsinoma payudara terutama pada usia relatif muda.

2. Anggota keluarga, kakak atau adik menderita karsinoma payudara.

3. Sebelumnya pernah menderita karsinoma pada salah satu payudara.

4. Penderita tumor jinak payudara.

5. Kehamilan pertama terjadi sesudah umur 35 tahun.

Pada laki-laki juga terdapat kelainan pertumbuhan misalnya Ginekomasti. Faktor kelainan pada kelainan ini adalah (R. Sjamsuhidayat, 1997) :

1. Pada pria usia lebih dari 65 tahun, terutama orang gemuk.

2. Penyakit hari, seperti kanker atau sirosis hati.

3. Karsinoma testis.

4. Tumor anak ginjal.

5. Pada hipertiroidisme.

6. Pada orang yang menderita kanker paru.

7. Pada pubertas.

8. Pada pemakai obat-obatan misalnya :

- Estrogen.

- Testoteron.

- Antihipertensi.

- Digitalis.

- Simetidin.

- Diazepam.

- Amfetamin.

- Kemoterapeutik kanker.

C. GAMBARAN KLINIS

Kanker payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut (Johan Kurniada, 1997) :

1. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.

2. Tarikan pada kulit di atas tumor.

3. Ulserasi atau koreng.

4. Peau’d orange.

5. Discharge dari puting susu.

6. Asimetri payudara.

7. Retraksi puting susu.

8. Elovasi dari puting susu.

9. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.

10. Satelit tumor di kulit.

11. Eksim pada puting susu.

12. Edema.

Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit payudara

Tanda atau Gejala

Interpretasi

a.  Nyeri

 

-  Berubah dengan daur menstruasi

Penyebab fisiologi seperti pada tegangan pramenstruasi atau penyakit fibrokistik

-  Tidak tergantung daur menstruasi

Tumor jinak, tumor ganas atau infeksi.

b.  Benjolan di payudara

 

-  Keras

Permukaan licin dan fibroudenoma atau kista

 

Permukaan keras, berbenjol atau melekat pada kanker atau inflamasi non-infektif

-  Kenyal

Kelainan fibrokistik

-  Lunak

Lipoma

c.  Perubahan kulit

 

-  Bercawak

Sangat mencurigakan karsinoma

-  Benjolan kelihatan

Kista, karsinoma, fibroadenoma besar

-  Kulit jeruk

Di atas benjolan : kanker (tanda khas)

-  Kemerahan

Infeksi jika panas

-  Tukak

Kanker lama (terutama pada orang tua)

d.  Kelainan puting atau aerola

 

-  Retraksi

Fibrosis karena kanker

-  Infeksi baru

Retraksi baru karena kanker (bidang fibrosis karena pelebaran duktus)

-  Eksoma

Unilateral : penyakit paget (tanda khas kanker)

e.  Keadaan cairan

 

-  Seperti susu

Kehamilan atau laktasi

-  Jernih

Normal

-  Hijau

Perimenopause

 

Pelebaran duktus

 

Kelainan fibrolitik

f.  Hemoragik

Karsinoma

 

Papiloma Intraduktus

A. PENEMUAN DINI

Penemuan dini merupakan upaya penting dalam penanggulangan karsinoma payudara. Sebagian besar tumor payudara ditemukan oleh penderita sendiri. Hal ini dapat diartikan bahwa ukuran tumor lebih besar bahkan sudah sampai tingkat inoperable. Di berbagai rumah sakit di Indonesia, kira-kira 65-80 % karsinoma payudara stadium inoperable (Gani, 1995).

Untuk menemukan penyakit lebih awal dikembangkan berbagai metoda sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI/SARARI)

Pemeriksaan payudara sendiri dilakukan setiap bulan secara teratur. Bagi wanita masa reproduksi, pemeriksaan dilakukan 5-7 hari setelah haid berhenti dengan pola pemeriksaan tertentu. Apabila teraba nodul atau benjolan segera dikonsultasikan pada dokter keluarga untuk pemeriksaan sendiri secara teratur kesempatan menemukan tumor dalam ukuran kecil lebih luas. Menurut penelitian para ahli, pemeriksaan payudara sendiri (SADARI/SARARI) sangat bernilai dalam penemuan dini karsinoma payudara (Gani, 1995).

Pentingnya memeriksa sendiri payudara tiap bulan terbukti dari kenyataan bahwa kanker payudara ditemukan sendiri secara kebetulan atau waktu memeriksa diri sendiri. Wanita-wanita yang sudah berpengalaman dalam memeriksa diri sendiri dapat meraba benjolan-benjolan kecil dengan garis tengah yang kurang dari satu sentimeter. Dengan demikian bila benjolan ini ternyata ganas dapat diobati dalam stadium dini. Dan kemungkinan sembuh juga lebih besar.

Walaupun kanker payudara jarang terjadi pada usia dua puluhan, tetapi lebih bijaksana jika seorang wanita mulai umur itu membiasakan untuk memeriksa payudara sendiri satu bulan sekali, keuntungan memeriksa diri sendiri di usia muda ialah bahwa ia dapat belajar meraba payudaranya dan bentuknya. Tiap kelainan yang timbul dapat segera diketahui.

Hari-hari yang paling baik memeriksa payudaranya ialah hari-hari pertama sesudah haid karena payudaranya mengendor, jika ada benjolan-benjolan dengan mudah dapat diraba. Jika wanita sudah menopause, sebaiknya menentukan satu hari tertentu untuk pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya usia juga berarti meningkatnya kemungkinannya mendapat kanker payudara. Penting sekali untuk meneruskan pemeriksaan payudara sendiri ini sampai usia lanjut (Sri Moersodik, 1981).

Pemeriksaan payudara dibagi dalam dua tahap, yaitu :

- Memperlihatkan.

- Meraba.

Memperlihatkan Payudara Sendiri

Untuk melihat dengan jelas sendiri di depan cermin, dengan lengan menggantung ke bawah, yang perlu diperhatikan adalah :

- Perbedaan di kedua payudara.

- Benjolan-benjolan, kerutan-kerutan, lekukan-lekukan atau lipatan kecil dari kulit.

- Perubahan dari puting susu dan apakah keluar cairan (kadang-kadang menjadi basah).

- Perbedaan dengan pemeriksaan yang lalu.

Dengan tangan ke atas perhatikan cermin :

- Perubahan payudara.

- Perubahan di puting susu.

- Benjolan-benolan, kerutan-kerutan, lekukan-lekukan atau lipatan-lipatan kecil di kulit yang menghilang atau timbul oleh karena lengan ditarik ke atas.

Meraba Payudara

Dilakukan sambil berbaring, periksa satu payudara dahulu, baru yang lainnya. Jika mulai dari payudara yang kanan, di bawah pundak kanan diletakkan bantal kecil atau handuk yang dilipat. Tangan kanan berada di bawah kepala. Pemeriksaan dilakukan dengan tangan kiri.

Untuk memeriksa payudara bagian dalam cara meraba dilakukan dengan jari-jari yang lurus dan rapat. Mulai dengan bagian atas payudara yang dekat dengan tulang dada dengan gerakan berputar menjurus ke puting susu, lalu ke bawah sedikit dengan gerakan berputar ke jurusan puting susu dan seterusnya sampai ke bagian bawah payudara. Sekarang daerah sekitar puting susu diraba dengan teliti apakah ada :

- Benjolan-benjolam atau bagian-bagian yang terasa kaku.

- Terasa seperti ada tali ke jurusan puting susu.

- Kelainan dibandingkan dengan pemeriksaan terakhir.

Membedaki atau menyabun payudara memperlicin kulit hingga memudahkan perabaan.

Untuk memeriksa bagian luar, lengan kanan diluruskan di samping tubuh. Dengan jari tangan kiri yang lurus dan rapat membuat gerakan-gerakan berputar dari puting susu sampai tepi bawah payudara. Mulai lagi dari puting susu sampai ke tepi bawah payudara yang lebih tinggi dan seterusnya. Terakhir diperiksa lekukan ketiak kanan, lengan kanan diangkat sedikit ke atas dan dengan ujung jari-jari tangan kiri diraba apakah ada benjolan-benjolan atau bagian-bagian yang tebal.

Sesudah memeriksa payudara kanan dan ketiak kanan dengan cara yang sama payudara dan ketiak kiri diperiksa dengan tangan kanan dan dimulai pada bagian dalam dari payudara kiri lalu bagian luar. Perhatikan juga perbedaan-perbedaan kedua payudara (Sri Moersodik, 1981; Johan Kurniada, 1997).

2. Pemeriksaan Payudara Secara Klinis (SARANIS)

Dokter umum merupakan ujung tombak penanggulangan kesehatan masyarakat, mempunyai kesempatan luas menemukan tumor payudara lebih awal. Kesempatan ini mungkin terwujud, apabila pada wanita berusia lebih dari 40 tahun atau golongan resiko tinggi, walaupun dia datang karena penyakit lain, dilakukan pemeriksaan fisik payudara secara klinis (SARANIS) oleh dokter, bidan atau paramedis wanita yang terlatih dan trampil. Keikutsertaan bidan atau paramedis merupakan cara yang baik untuk menerobos kendala “budaya malu” diperiksa dokter pria yang sering terjadi di klinik atau puskesmas. Dokter spesialis kandungan sering menemukan tumor payudara lebih awal (Gani, 1995).

Cara pemeriksaan payudara SARANIS sebaiknya dilakukan sistemis dan berurutan mulai dari inspeksi sampai dengan palpasi sebagai berikut :

1. Pasien duduk melintang di atas tempat duduk periksa, pakaian dibuka setinggi pusat dan tangan tergantung santai. Dengan cermat diamati semetrisasi dan perubahan bentuk kedua payudara.

2. Kedua tangan diangkat ke atas kepala, sambil mengamati semetrasi dan perubahan gerakan payudara. Adanya tarik pada kulit merupakan pertanda kemungkinan karsinoma. Untuk melihat lebih jelas tarikan pada kulit, massa tumor ditekan diantara dua jari sambil memperhatikan kemungkinan karsinoma. Untuk lebih jelas tarikan pada kulit, massa tumor ditekan diantara dua jari sambil memperhatikan kemungkinan dimpling sign sebagai pertanda adanya tarikan pada kulit yang menutupi tumor.

3. Palpasi kelenjar getah bening dilakukan dengan lengan pasien diletakkan santai di atas tangan pemeriksa.

4. Palpasi leher terutama daerah supraklavikuler dilakukan dengan leher dalam keadaan fleksi untuk mengetahui kemungkinan pembesaran getah bening.

5. Pada posisi supine, kedua payudara dipalpasi sistematis mulai dari pinggir sampai pada puting susu, palpasi lebih intensif dari area kuadran lateral atas karena di area ini lebih sering ditemukan karsinoma. Nodul lebih jelas teraba di atas kulit disapukan sabun sambil dipalpasi.

Palpasi dilakukan dengan telapak jari yang dirapatkan. Palpasi payudara diantara dua jari tangan lurus dihindari, karena dengan cara ini kelenjar payudara normalpun teraba seperti massa tumor.

Kadang-kadang saling menekan puting payudara diantara dua jari keluar cairan jernih atau campur darah. Pada keadaan demikian dianjurkan untuk membuat sedian sitologi imprin basah ataupun laring (air dry smear) (Gani, 1995).

Pemeriksaan klinis payudara pada usia 20-39 tahun dilakukan tiap 3 tahun sekali sedangkan pada usia 40 tahun atau lebih dilakukan tiap tahun setiap benjolan pada payudara harus dipikirkan adanya kanker, sampai dibuktikan bahwa benjolan itu bukan kanker (Teguh Aryandono, 1997).

3. Pemeriksaan Mamografi

Mammografi adalah foto rontgen payudara dengan mempergunakan peralatan khusus. Cara ini sederhana dan dapat dipercaya untuk menemukan kelainan-kelainan di payudara (Sri Moersodik, 1981) tidak sakit dan memerlukan kontras (Gani, 1995). Mammografi mampu mendeteksi karsinoma payudara ukuran kecil, lebih kecil dari 0,5 cm bahkan pada tumor yang tidak teraba (unpalpable tumor). Cara ini dapat dipergunakan untuk scrining massal terutama golongan resiko tinggi. Tujuan utama pemeriksaan mammografi adalah untuk mengenali secara dini keganasan payudara.

Indikasi Pemeriksaan Mammografi

a. Kecurigaan klinis kanker payudara.

- Baik dengna rasanyeri atau tanpa rasa nyeri.

- Dirasakan oleh pasien, sedankgn dokter pemeriksa belum dapat merabanya.

b. Adanya benjolan payudara.

c. Dalam follow up setelah mastektomi, deteksi primer kedua dalam payudara yang lain.

d. Setelah “Breast Conserving Treatment” deteksi kekambuhan atau primer kedua.

e. Adenokarsinoma-metastasis dari primer yang tidak diketahui.

f. Adanya rasa tidak enak pada payudara.

g. Pada pasien-pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk mendertia keganasan payudara.

h. Pembesaran kelenjar axila yang meragukan.

i. Penyakit Paget dari puting susu.

j. Pada penderita denan Cancerphonia.

k. Program skrening.

4. Peranan Ultrasonografi (USG) pada Tumor Payudara

Pemeriksaan tumor payudara dengan USG mulai dikembangkan oleh Wild dan Roid pada tahun 1952 dan saat ini pemeriksaan dengan USG sudah semakin populer dan berkembang pesat.

Keuntungan pemeriksaan dengan USG, adalah :

a. Tidak menggunakan sinar pengion, jadi tidak ada bahaya radiasi.

b. Pemeriksaannya bersifat non-invasif, relatif mudah dikerjakan dengan cepat dan cepat dipakai berulang-ulang dengan biaya relatif murah.

Ultrasonografi biasanya untuk membedakan tumor solid dengan kista dan untuk menentukan metastasis pada hati (Gani, 1995). USG dapat bermanfaat dalam mendiagnosa kista, bukan untuk tumor-tumor padat (Teguh Aryando, 1997). USG berperan terutama untuk payudara yang padat, yang biasanya ditemukan pada wanita muda, jenis payudara ini kadang-kadang sulit dimulai dengan mammografi.

USG juga dapat bermanfaat dalam membedakan jenis tumor solid atau kistik, yang gambarannya pada mammografi hampir sama. Walaupun demikian, mikro-kalsifikasi tidak dapat ditemukan dengan USG. Pembesaran kelenjar axila juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan USG. Keuntungannya terutama untuk deteksi pembesaran kelenjar axila yang sulit diraba secara klinik. (Daniel Makes, Gregg M. Goy Lord et al, 1989).

5. Computerized Tomography (CT)

Akhir-akhir ini pemeriksaan tumor payudara dengan CT telah berkembang tetapi biaya pemeriksaan yang cukup tinggi, bahaya radiasi dan penggunaan kontras merupakan limitasi pemeriksaan CT.

Untuk tumor ganas payudara biasanya gambaran CT sebelum dan sesudah penyuntikkan zat kontras akan berbeda. CT juga unggul untuk melihat penyebaran tumor ganas ke jaringan retromaria dan melihat destruksi dinding thoraks. Di samping itu juga bermanfaat untuk penetapan jenis penyinaran dalam rencana radioterapi pasca bedah.

B. DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

Dengan mengamati sifat dan perilaku suatu penyakit yang berhubungan antara pengaruh jejas dan reaksi tubuh melalui pengamatan penyakit dari segala seginya, maka diagnosa dapat ditegakkan, dengan tetap mengingat definisi penyakit yang merupakan proses dinamik, sehingga pemeriksaan sesaat hanyalah merupakan suatu fragmen monomental dari proses yang berlaku, yang pada saat berikutnya dapat mengalami perubahan-perubahan lagi (Andoko Prawiro Atmojo, 1987).

I. Pemeriksaan Klinik

Pada pemeriksaan klinik dilakukan langsung pada penderita dengan pertumbuhan neoplasmanya, menurut cara-cara yang lazim dilakukan juga terhadap penyakit lain pada umumnya :

a. Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara lansung atau melalui perantara sepengetahuan orang terdekat lain, tentang penyakit dan penderitanya (Andoko Prawiro Atmodjo, 1987). Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan utama dari penderita. Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada pertumbuhan selanjutnya akan timbul keluhan sakit. Pertumbuhan cepat tumor merupakan kemungkinan tumor ganas. Batuk atau sesak nafas dapat terjadi pada keadaan dimana tumor metastasis pada paru. Tumor ganas pada payudara disertai dengan rasa sakit di pinggang perlu dipikirkan kemungkinan metastasis pada tulang vertebra. Pada kasus yang meragukan anamnesis lebih banyak diarahkan pada indikasi golongan resiko (Gani, 1995).

Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sesudah haid dan dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak seperti kista retensi atau tumor jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri. Bahkan kanker payudara dalam tahap permulaanpun tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke sekitar sudah mulai (Hanifa Wiknjosastro, 1994).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan cara gentle dan tidak boleh kasar dan keras. Tidak jarang yang keras menimbulkan petechlenecehymoses dibawah kulit.orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran (Hanifa Wiknjosastro, 1994) inspeksi.

Harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan sesudah itu dengan tangan ke atas, dengan posisi pasien duduk. Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit (Hanifa Wiknjosastro, 1994).

Dapat dilihat :

- Puting susu tertarik ke dalam.

- Eksem pada puting susu.

- Edema.

- Peau d’orange.

- Ulserasi, satelit tumor di kulit.

- Nodul pada axilla (Zwaveling, 1985).

Palpasi

Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila ke belakang, dari subklavikular ke arah paling distal (Hanifa Wiknjosastro, 1994).

Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 telapak jari. Palpasi lembut dimulai dari bagian perifer sampai daerah areola dan puting susu.

II. Pemeriksaan Sitologi Kanker Payudara

Dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :

- Pemeriksan sekret dari puting susu.

- Pemeriksaan sedian tekan (Sitologi Imprint).

- Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).

III. Biopsi

Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering dipergunakan untuk diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan anestesi lokal ataupun umum tergantung pada kondisi pasien. apabila pemeriksaan histopatologi positif karsinoma, maka pada pasien kembali ke kamar bedah untuk tindakan bedah terapetik.

Terapi

Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnosis klinis dan histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil.

1. Bedah Kuratif

· Mastektomi radikal

- Mastectomi radikal menurut Halsted : jaringan payudara dengan kulit dan putingya + kedua m. pektoralis + semua limfonodi aksilla (saat ini operasi tersebut hampir tidak pernah dilakukan lagi).

- Mastektomi radikal modifikasi : jaringan payudara + kulit dan puting + semua limfonodi axilla.

- Ablasio mamae : jaringna payudara dengan jaringan kulit dan puting.

· Breast Conservasing Treatment : segmental mastectomy (exsisional biopsi dengan tepi yang lebar) + diseksi Inn aksilla + radioterapi untuk jaringan payudara. Dibeberapa senter, terapi radiasi hanya terdiri radiasi eksterna, disenter lain dikombinasikan dengan brachyterapi. BCT hanya mungkin pada kanker payudara yang kecil tanpa metastase jauh.

2. Hormonal atau kemoterapi

- Terapi Hormonal paliatif dapat diberikan sebelum kemoterapi, karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma mamae peka terhadap hormonal.

Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pra menopause dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan aminoglutetimid.

- Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang uji reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar axilla yang berisi metastasis.

- Terapi radiasi : lokoregional atau untuk mengendalikan metastase jauh (seperti metastase tulang yang nyeri).

Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor sudah tak mampu-angkat. Tumor disebut tak mampu angkat bila mencapai tingkat T4 misalnya ada perlengketan pada dinding thoraks dan kulit.

Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supra klavikula diradiasi. Tetapi penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfodem akibat rusaknya kelenjar ketiak supra klavikula.

3. Pembedahan paliative

Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan. Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya saja tampak soliter, padalah sebenarnya sudah menyebar, sehingga pengangkatan tumor residif tersebut tidak berguna.

4. Kombinasi dari penanganan di atas

Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasienyang telah menderita metastasis secara sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain (CMF (Cyclofosfamide, Methotrexate, Fluorouracil atau Vinkristin dan Adriamisin (VA), atau 5 Flyorouracil, Adriamisin (Adriablastin), dan Sikklofosfamid (FAC)).

Pada kanker payudara stadium lanjut, sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas hidup.

Pada penderita yang sudah di operasi (mastektomi) akan timbul reaksi psikologik yang cukup tinggi dan juga setelah operasi mereka akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya menyisir rambut, menyapu atau juga membawa beban yang ringan/berat (menggendong anak). Bila mereka tidak kita berikan perhatian ini sangat berat dirasakan oleh penderita.

Disini peran serta keluarga dalam mendampingi dengan memberikan perhatian dalam fisioterapi dan psikologis penderita.

Fisioterapi diberikan sesuai dengan akibat dari cacat mastektominya, misalnya karena akibat dari mastektomi penderita akan mengalami kesulitan dalam menggunakan kedua tangannya, kita berikan kepercayaan pada mereka untuk beraktivitas. Kemudian kita ikutkan dalam suatu organisasi wanita yang pernah mengalami operasi angkat payudara, dimana disana mereka akan bertukar pengalaman dan beraktivitas, berkreasi, berkarya dengan menghasilkan suatu karya yang dapat dinikmati orang lain.

Ini akan memberikan rasa percaya diri mereka dalam melanjutkan kehidupannya.

 

Kesimpulan

Dengan melihat perjalanan neoplasia payudara seiring dengan stadium yang dilalui maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa deteksi dini kanker payudara dpat dikembangkan metode pemeriksaan payudara sendiri, pemeriksaan payudara secara klinis, pemeriksaan mamografi, pemeriksaan USG dan Computerized tomografi. Sedangkan diagnosis kanker payudara dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinik, pemeriksaan sitologi dan biopsi.

DAFTAR PUSTAKA

Ampi Retnowardani, 1990. Pemandu Tumor dan Peranannya dalam Diagnosis dan Penanganan Tumor Ganas, Medika, Juni; (6) 16 : 478-479.

Andoko Prawior Atmojo, 1987. Patologi Neoplasia dan Neoplasma, Fak. Kedokteran UNAIR, Surabaya, 84-88.

Anon, 1992. Pentingnya Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker, Medika, Maret; (13) : 11-12.

Daniel Makes, 1986. Peranan Radiodiagnostik Konvensional dan “Imaging” pada Tumor Payudara dan Karsinomaserviks, 141-149, Tumor Ganas pada Wanita, Fak. Kedokteran, UI, Jakarta.

Gani, W.T., 1995. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia, EGC, Jakarta, 25-50.

Hanifa Wiknjosastro, 1994. Ilmu Kandungan, 472-795. Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawiroharjo, Jakart.

Marina L. Sartono, 1990. Mungkinkan Kanker Menjadi Penyakit Turunan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Medika, Maret; (3) 16 : 245.

Sjamsuhidayat dan Wim de Joing, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Revisi ed. EGC, Jakarta, 534-555.

Sri Moersodik, 1981. 100 Pertanyaan Mengenai Kanker Wanita Sejahtera, Jakarta, 51-60.

Teguh Aryando, 1997. Prinsip Oncologi dan Kanker Payudara. Hand out Bedah Tumor, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Tjindarbumi, R., Muh. Djakaria & Gunawan, 1985. Breast Cancer, Problem And Management in Indonesia, 107-109, Asian Cancer Conference of the APFOCC, Jakarta.

Zwaveling, A., 1985. Tumor Payudara, PN Balai Pustaka, Jakarta, 385-400.