Sabtu, 30 Agustus 2008

EVALUASI BASAL PIHAK ISTRI UNTUK PERSIAPAN TRB

Oleh
Dr IB Putra Adnyana, SpOG

Pendahuluan

Teknologi telah mengambil bagian begitu penting dalam kehidupan manusia termasuk didalamnya menyangkut masalah-masalah disekitar reproduksi.Saat ini Teknologi Reproduksi Bantu (TRB/ART) telah menjadi alternatip yang cukup menjanjikan bagi pasangan-pasangan yang mengalami masalah infertilitas.
Dengan semakin berkembang dan majunya ilmu dan teknologi kedokteran ,sebagian besar penyebab infertilitas telah dapat diatasi dengan pemberian obat atau operasi,sebagian lagi ternyata perlu ditangani dengan teknik rekayasa reproduksi yang dikenal sebagai teknik reproduksi yang dibantu (Assisted Reproduction Techniques/ART) yang meliputi :Inseminasi buatan, Pembuahan Buatan seperti Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT),Tandur Alih Zigot Intra Tuba (TAZIT),Fertilisasi Invitro(FIV) ,Injeksi Spermatozoa Intra Sitoplasma (ISIS),atau dengan rekayasa reproduksi terbaru yaitu pertunasan (KLONING).

Fertilisasi Invitro (FIV) merupakan salah satu teknik hilir pada penanganan infertilitas.Teknik ini diadakan untuk memperbesar kemungkinan kehamilan pada pasangan infertil yang telah menjalani pengobatan fertilitas lainnya tetapi tidak berhasil.Ini berarti FIV merupakan muara dari penanganan infertilitas.

Machklon dkk1,mengatakan bahwa tahun-tahun terakhir ini,data-data yang ada menunjukkan bahwa perlu dilakukan evaluasi ulang bagaimana kita menentukan indikasi dalam program FIV ini.Telah diketahui bahwa banyak sekali faktor-faktor yang turut menentukan kesempatan untuk berhasil dari suatu program FIV,serta masih ada faktor-faktor lain yang hingga saat ini belum dapat dijelaskan.Protokol standar FIV yang pada umumnya digunakan diberbagai senter di dunia masih tergolong relatif mahal dan tidak terlepas pula dari berbagai macam risiko,serta angka kegagalannyapun masih cukup tinggi.Dengan demikian adalah menjadi suatu tanggung jawab,jika kita menawarkan teknologi ini,harus berdasarkan atas suatu indikasi tepat,evaluasi basal pihak istri maupun suami yang efisien dan lengkap.Sehinga dalam hal ini evaluasi basal untuk persiapan TRB memiliki peranan yang sangat penting dalam turut meningkatkan keberhasilan penerapan teknologi ini.

Pasangan infertil harus dilihat sebagai satu kesatuan dimana masing-masing pihak,baik istri maupun suami bersama-sama turut memberikan kontribusi terhadap potensi infertilitas dari pasangan tersebut.Dengan demikian evaluasi terhadap pasangan infertil tidak bisa mengabaikan salah satu pihak,namun keduanya harus diikut sertakan.Pada kesempatan ini kami akan mengulas mengenai evaluasi basal pihak istri untuk persiapan TRB khususnya FIV.


EVALUASI BASAL PIHAK ISTRI UNTUK PERSIAPAN TRB

Beberapa senter reproduksi dan organisasi seprti UCSF (University of California San Fransisco Center for Reproductive Health,2002 ),SISMER (Sisieta Italiana Studi di Medicina Reproduzione,2002),RMA (Reproductive Medecine Associates of New Jersey,2002).Sher Instituet for Reproductive Medecine 2002,Obstetrics and Gynecology Infertility Program –The University of Chicago,2002, PRA (Pennsylvania Reproductive Associates ,2002),Infertility and Gynecologic Endocrinology Clinic-Departement of Obstetrics and Gynecology-University Cantonal Hospital – Switzerland,2002 , IFV Servoces Of Monasf IVF Queensland 2002,ICSI Institute for Clinical Systems Improvement 2001),RCOG (Royal College of Obstetricians and Gynaecologists,1998) serta WHO (World Health Organitation,1993 ) telah mencoba untuk menetapkan prosedur standarnya masing-masing yang secara berkala diperbaharui dalam hal evaluasi yang kritis dengan berbagai pemeriksaan serta penanganan pada pasangan infertil.Tiap-tiap senter reproduksi mempunyai kriteria masing-masing yang dapat berbeda satu dengan lainnya,yang mana hal ini pada umumnya tergantung pada asas manfaat atau untung rugi,ketersediaan fasilitas alat atau prosedur diagnostik test, masalah biaya serta juga dikaji atas dasar eviden base.Pendekatan terhadap masalah infertilitas memerlukan suatu evaluasi basal yang efisien dan lengkap.Evaluasi harus dimulai dengan anamnesa tentang riwayat penyakit yang terperinci ,pemeriksaan fisik dan laboratorium yang lengkap terhadap kedua pasangan dan pemeriksaan khusus sesuai dengan faktor –faktor yang mempengaruhi infertilitas.1,2,3

Anamnesa : 12,3,4

Riwayat penyakit yang diderita:
ªApakah ada penyakit yang dapat berbahaya bila penderita ini hamil , seperti
Tuberkulosis,nefritis,penyakit jantung,hipertensi ,asma bronkhial.
ªPenyakit atau faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesuburan misalnya hypo/hyperthyroid,diabetes melitus ,obesitas dan lainnya.
ªRiwayat pembedahan yang telah pernah dialami terutama didaerah panggul seperti:appendektomi,pembedahan tuba.
ªRiwayat kehamilan sebelumnya,apakah pernah abortus dengan komplikasi atau
abortus provokatus,kehamilan ektopik.

Kebiasaan :
ªKebiasaan merokok dan mengkomsumsi alkohol
ªObat-obatan yang biasa dipakai
ªKontrasepsi yang dipakai : IUD, Pil atau suntikan.

Keadaan haidnya:
ªBagaimana siklus haidnya ,teratur atau tidak (oligo menorhea / poli menorhea )
ªApakah ada dismenorhea



Pemeriksaan fisik 2,3

ªUmum : ¨ Apakah ada kelainan bentuk tubuh.
¨ Jerawat yang banyak atau bulu-bulu halus pada wajah yang
meningkat , kemungkinan dapat disebabkan oleh kadar androgen yang
tinggi.
¨ Kelenjar tiroid harus dipalpasi
¨Pada palpasi abdomen harus diperhatikan adanya bekas pembedahan yang
lalu atau adanya benjolan pada daerah pelvis.
¨Tanda-tanda seksual sekunder harus dinilai dengan cara skala Tanner.
Rambut aksila dan pubis yang sedikit atau tidak ada sama sekali mungkin menunjukkan defisiensi gonadotropin seperti Androgen insensitivity syndrome atau gangguan produksi hormon steroid seks seperti syndrome Tunner.

ªPemeriksaan pelvis

¨Pemeriksaan pelvis sudah harus dilakukan sejak kunjungan pertama
kali.Berbagai kelainan pada vagina ,servik dan uterus dapat dengan mudah diketahui dengan pemeriksaan pelvik seperti :kelainan kongenital yang berupa tidak adanya vagina (MRKH syndrome),hymen imperforata,septum vagina.

¨Pada palpasi bimanual ,evaluasi harus dilakukan terhadap ukuran ,bentuk, posisi dan mobilitas uterus serta ada tidaknya perasaan tidak nyaman.Pada perabaan struktur adneksa dan parametrium,dicari ada tidaknya pembesaran ovarium.Adanya nodul pada ligamen uterosakral dapat diindikasikan adanya endometriosis.

¨Pemeriksaan dengan spekulum akan mudah mengevaluasi penampakan servik.Kultur mikrobiologi dari sekrit vagina yang abnormal atau apusan servik untuk pemeriksaan Chlamydia dianggap perlu karena telah diketahui bahwa Chlamydia berperan penting pada patogenesis PID.

Pemeriksaan laboratorium 1,2,3,5

Umum:
¨Periksa darah lengkap ( Hb,lekosit,trombosit,PCV ,factor pembekuan )
¨Gula darah,urin lengkap,fungsi ginjal, fungsi hati.
¨Biak usap puncak vagina :bakterologik,jamur,parasit.

Tambahan yang dianggap perlu :
¨Untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul akibat penyakit-
penyakit yang dapat mempengaruhi buah kehamilan,maka
dianggap perlu untuk melakukan pemeriksaan tertentu antara
lain : - serologic VDRL dan TPHA
- HIV
- HCV,HBV (HbsAg)
- Rubella test
- Toxoplasma
- Cytomegalovirus
- Herpes virusGonococcus, mycoplasma hominis dan chlamydia thrachomatis
- Inkompabilitas ABO/Rh


Tidak semua senter melakukan pemeriksaan seperti diatas.RCOG hanya merekomendasikan pemeriksaan Rubella.Wanita yang seronegatip harus diberikan vaksinasi terhadap Rubella dan wanita tersebut dianjurkan untuk tidak hamil dulu selama satu bulan setelah imunisasi,karena telah diketahui bahwa infeksi maternal pada usia kehamilan 8 – 10 minggu dapat menyebabkan abnormalitas janin sampai 90 %.

Pemeriksaan imunologis dalam evaluasi basal ini dikatakan perlu untuk dilakukan pada kasus-kasus tertentu dimana wanita dengan masalah infertilitasnya ini sebelumnya memiliki riwayat “pregnancy lost “ yang berulang.Pemeriksaan yang diperlukan biasanya adalah Antiphospholipid antibodies (APA),Antithyroid antibodies (ATA).6


Pemeriksaan khusus

Sesudah anamnesa ,pemeriksaan fisik dan laboratorium dilengkapi, maka harus diencanakan sejumlah pemeriksaan untuk menilai faktor-faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan TRB/FIV.Hal ini dilakukan dengan menilai faktor ovarium (ada tidaknya ovulasi) ,faktor tuboperitoneal,faktor uterus dan faktor serviks.

Walaupun ada banyak pemeriksaan yang direkomendasikan untuk evaluasi basal terhadap pasangan infertil ,namun perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk melakukan pemeriksaan ini,yaitu apakah hasil dari pemeriksaan tersebut bernilai atau bermanfaat terhadap penanganan pasien ataukah hanya membuang-buang biaya saja.

Faktor ovarium ( evaluasi ada tidaknya ovulasi ) 2,3,7

Ada tidaknya ovulasi dapat dievaluasi dengan :

Metode tradisional

· Siklus menstruasi;
Wanita dengan siklus menstruasi spontan dan teratur setiap bulannya antara 21 – 35 hari secara klinis merupakan tanda-tanda dari adanya ovulasi .Sebaliknya siklus menstruasi yang kacau seperti oligomenorhea atau polimenorhea ,mencurigakan adanya anovulasi.Dysmenorhea juga sering dihubungkan dengan adanya ovulasi.Penderita yang tiap bulannya mengalami dysmenorhea primer diduga bahwa penderita ini ada ovulasi.Walaupun sebagian besar wanita dengan siklus menstruasi yang teratur dan spontan dikatakan berovulasi,namun ada sekitar < 10 % tidak disertai ovulasi ,oleh karena itu perlu dikonfirmasikan dengan pemeriksaan Basal Bodi Tempratur,Transvaginal Sonografi atau dengan pemeriksaan hormonal.

· Basal Bodi Tempratur:
Dengan memakai termometer khsusus,yang dipakai pada saat basal ( setiap bangun tidur ),setiap hari selama tiga siklus haid akan nampak bahwa pada saat ovulasi tempratur badan akan menurun dan sesudah itu akan naik lagi lebih tinggi dari saat semula ,kurang lebih 0,5 ° C dan keadaan ini akan bertahan terus ( tidak akan turun lebih rendah dari semula ) sampai saat haid berikutnya dan begitu tempratur turun terjadilah haid untuk bulan itu.Gambaran tersebut menunjukkan bahwa ada ovulasi (biphasik ). Sebaliknya gambaran tempratur yang tidak jelas ada penurunan dan kenaikan ( monophasik ) berarti tidak ada ovulasi.Namun demikian Basal Bodi Tempratur dikatakan prediktor yang buruk untuk mendeteksi adanya ovulasi.

· Perubahan epitel skuamosa vagina :
Adanya perubahan proporsi epitel vagina akibat peningkatan konsentrasi estrogen dimana proporsi epitel superfisial akan lebih banyak dari pada proporsi epitel basal maupun intermediate, menunjukkan adanya ovulasi.Metode ini,pada beberapa tahun sebelumnya masih bermanfaat untuk memonitor adanya ovulasi,namun saat ini metode ini tidak banyak digunakan lagi.

·Perubahan mukus serviks.
Selama 15 – 20 tahun yang lalu pemeriksaan mukus serviks dikatakan bermanfaat untuk memonitor adanya ovulasi.Pemeriksaan ini mempunyai kemampuan yang terbatas dalam hal menentukan saat terjadinya ovulasi.Mukus serviks mulai berubah dengan cepat ketika kadar estrogen mulai meningkat,tetapi setelah kadar estrogen menetap ,maka tidak lagi terjadi perubahan yang bermakna pada mukus serviks.Sehingga metode inipun sudah tidak banyak digunakan lagi.

Metode terkini

Dewasa ini,evaluasi terhadap ada tidaknya ovulasi dilakukan dengan kombinasi antara ultrasonografi terhadap ovarium dan endometrium dengan pemeriksaan kadar serum hormon seperti LH,FSH,Progesteron dan Estrogen.

Pemerikasaan ultrasonografi
:
Pemeriksaan ultrasonografi untuk memonitor perkembangan folikel telah didemonstrasikan oleh Hackeloer pada tahun 1979.Terdapat hubungan langsung antara peningkatan ukuran folikel dengan konsentrasi estrogen pada ovulasi yang terjadi secara spontan.Semenjak itu banyak dukungan yang menyatakan hal yang sama ,baik pada siklus yang distimulasi maupun tidak.Pemeriksaan ultrasonografi ini merupakan metode yang cepat ,mudah ,tidak invasif dan tidak ada efek negatif terhadap oosit maupun terhadap organ reproduksi.Telah dengan jelas diketahui bahwa vaginal ultrasonografi lebih baik dari pada abdominal.Hal ini dikarenakan pada vagial ultrasonografi,jarak antara probe dan ovarium lebih pendek,resolusi probe yang lebih tinggi dan masih tetap dapat diterima oleh pasien.Untuk memonitor adanya perkembangan folikel dan adanya ovulasi diperlukan pemeriksaan vaginal ultrasonografi secara serial.Adanya ovulasi pada pemeriksaan vaginal ultrasonografi akan ditandai dengan hilangnya folikel secara komplit,berkurangnya ukuran folikel,bentuk folikel yang ireguler,meningkatnya jumlah cairan di kavum douglas,serta hiperechogenic dari endometrium.( double layered atau triple-line pattren :outer echogenic and inner hypoechoic).Disamping itu perkembangan terkini ultrasonografi telah memungkinkan penilaian non invasif terhadap organ-organ pelvik menjadi lebih akurat.Transvaginal color dan pulsed Dopler USG telah menjadi suatu alat penting dalam menilai perfusi uteroovarian selama siklus menstruasi dan juga dalam program FIV.Dengan alat USG ini dapat dideteksi antara lain 3,8 : kelainan-kelainan kongenital, Uterin fibroids ,Hidrosalping ,Ovarian cyst/policystic ovarium,Endometrioma.

Pemerikasaan hormonal 3,9

Pemeriksaan hormonal yang mengarahkan bahwa ovulasi telah terjadi dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara tera radioimunologik terhadap kadar FSH,LH,Estrogen dan progesteron.

Tabel 1.Pedoman normal hormon serum untuk siklus ovulatorik
Fase siklus ovulasi
Jenis satuan ______________________________________________

Praovulasi ovulasi pascaovulasi

FSH mUI/ml 5 – 20 15 – 45 5 – 12
LH mUI/ml 5 –15 30 – 40 5 – 15
Estrogen pg/ml 25 – 75 200 – 600 100 – 300
Progesteron ng/ml < 5 5 – 8 10 – 30

Untuk kepentingan mengetahui ada tidaknya ovulasi, WHO menganjurkan pemeriksaan mid luteal serum progesteron, dimana darah serum diambil satu minggu sebelum menstruasi berikutnya dengan hasil yang diharapkan adalah > 18 ng / ml.

Pemeriksaan hormonal ,disamping untuk menentukan ada tidaknya ovulasi ,juga merupakan indikator penting yang harus dilakukan selama proses TRB / FIV.Manfaat utama dari pemeriksaan hormon ini adalah :
- Identifikasi siklus yang tepat untuk induksi ovulasi
- Untuk memonitor kemajuan dari proses induksi ovulasi.
- Individualisasi protokol induksi ovulasi.
- Mengatur waktu yang tepat untuk pengambilan oosit.
- Untuk mendiagnosis kehamilan
- Untuk mengevaluasi stadium awal kehamilan



Tabel 2.Standard Hormon Analysis Protocol for ART Patiens
Tabel 2.Standard Hormon Analysis Protocol for ART Patiens


Days of menstrual Cycle
Hormon Tested

Day 3
E 2,FSH,LH

Day 4 – 12
E 2

Day 10 – 14
E 2 ,Progesteron,LH

Day 14 – 28
Progesteron,LH

Day 28
hCG,Progesteron,E 2

Day 28 – 70
hCG,Progesteron


(Dikutip dari pustaka No 9)

Pemeriksaan kadar FSH pada hari ke 3 atau ke 5 siklus haid merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan dimulainya stimulasi ovulasi.Kadar FSH ini sekaligus juga sebagai suatu indikator dari “follicular reserve “.9 Nilai basal dari FSH dan LH keduanya adalah merupakan biomarker dari respon ovarium.Pengukuran kadarnya pada hari ke 3 atau ke 5 siklus haid memiliki nilai prediksi yang sangat kuat dalam menentukan apakah suatu siklus secara spesifik akan memberikan respon terhadap stimulasi.Penelitian menunjukkan bahwa luaran akan lebih baik jika kadar FSH sama dengan atau lebih rendah dari kadar LH pada hari ke 3 atau ke 5.Wanita yang mempunyai kadar FSH basal lebih tinggi dari 10 – 15 mIU/ml akan memiliki kumungkinan keberhasilan stimulasi ovarium yang rendah.Pasien dengan kadar FSH nya yang meningkat ,maka foliker yang matur ( minimal Æ 16 mm ) kemungkinan akan lebih sedikit.9

Pemeriksaan lainnya yang sanat penting dalam menentukan respon ovarium adalah pemeriksaan Estradiol ( E 2 ) serum pada hari ke 3 atau ke 5 siklus haid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar E 2 pada hari ke 3 atau ke 5 lebih besar dari 50 pg/ml menunjukkan adanya respon yang buruk.Sama halnya dengan FSH ,penurunan jumlah folikel biasanya terjadi pada wanita dengan kadar E 2 yang tinggi.Penelitian lain menganjurkan bahwa Estradiol sebaiknya dievaluasi bersama-sama FSH dalam hal untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai “ follicular reserve “ pasien.9

Pemeriksaan kadar LH juga berhubungan dengan respon yang buruk dari ovarium (poor response ).Bila pada hari ke 3 pemerikasaan didapatkan kadar LH yang kurang dari 3 mIU/ml,itu berarti prognose yang buruk untuk siklus TRB tersebut.Rasio antara FSH dan LH juga merupakan hal penting untuk dinilai.Jika nilai rasionya lebih besar dari 3 ,biasanya dihubungkan dengan angka kegagalan yang tinggi.7

Satu lagi hormon yang penting diperiksa sehubungan dengan ovulasi adalah Prolaktin.Bila pada pemeriksaan basal ,kadar prolaktin didapatkan lebih dari 20 ng/ml maka dikatakan sebagai hiperprolaktinaemia.Hiperprolaktinaemia dijumpai 15 % pada wanita yang anovulatori dan hal ini dikaitkan dengan adanya inhibisi secara langsung terhadap steroidogenesis ovarium.10

Faktor tuboperitoneal

Penilaian terhadap patensi tuba merupakan suatu hal yang penting,oleh karena masaah tuba terjadi pada kurang lebih 25 – 30 % pasien wanita yang infertil.7.Peranan infertilitas karena faktor tuba terhadap keberhasilan TRB dilaporkan oleh Templeton dan kawan-kawan pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa wanita infertil karena faktor tuba mempunyai angka implantasi yang lebih rendah dari pada wanita infertil karena faktor yang tak terjelaskan (unexplained infertility),walaupun tidak ada perbedaan angka kelahiran hidup antara kedua grup.Banyak faktor yang mempengarhi keberhasilan TRB pada kasus infertil karena faktor tuba seperti umur,kwalitas stimulasi ovulasi,kwalitas dan jumlah tandur alih embrio ,reseptivitas endometrium dan yang terpenting dari semua itu adalah penyebab dari kerusakan tuba dan adanya hidrosalping.Csemiczky dan kawan-kawan menunjukkan bahwa kerusakan tuba yang berat dihubungkan dengan angka kehamilan yang rendah dari wanita yang menjalani program FIV/ET.Pasien dengan kerusakan tuba yang minimal didapatkan mempunyai angka “take-home baby “ persiklus yang lebih tinggi ( 48 % ) dari pada pasien dengan kerusakan tuba yang berat ( 6 % ).8 Ditemukan juga bahwa wanita dengan kerusakan tuba yang berat mempunyai respon ovarium yang buruk.Juga pada wanita dengan kerusakan tuba yang berat akan memerlukan lebih banyak jumlah ampul gonadotropin per siklus serta kadar Estrogen yang rendah sebelum petik ovum. Pada tahun terakhir ini ,telah banyak didiskusikan apakah adanya hidrosalping akan mempengaruhi angka keberhasilan FIV dan juga apakah perbaikan dengan pembedahan dari didrosalping sebelum FIV meningkatkan angka kehamilan atau tidak.Suatu studi meta analisis yang mempublikasikan 15 penelitian retrospektip dengan membandingkan 5592 pasien ,menunjukkan akibat negatip terhadap angka kehamilan,angka implantasi dan angka kelahiran hidup pada wanita infertil karena faktor tuba dengan hidrosalping yang menjalani program FIV dari pada wanita infertil tuba tanpa hidrosalping.8 Suatu penelitian acak prospektip multi senter yang melibatkan 204 pasien menunjukan bahwa salpingektomi dapat direkomendasikan untuk wanita yang mengalami hidrosalping bilateral yang terlihat membesar saat ultrasonografi.Hidrosalping dengan diameter lebih dari 3 Cm sebelum kontrol ovarium stimulasi (COH) ,akan menjadi lebih besar selama stimulasi ovarium dan masuknya kembali cairan tuba kedalam rongga endometrium dapat menghalangi implantasi embrio melalui efek mekanik,kimia dan toksik pada endometrium.12 Beberapa peneliti mengemukakan bahwa salpingektomi sebelum FIV dapat merusak respon ovarium,namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti ,tapi pengangkatan satu atau kedua tuba dapat mengganggu aliran darah ovarium.Peneliti lain menyatakan bahwa tidak ada pengurangan respon ovarium pada wanita yang mengalami bilateral salpingektomi.3 Nackley dan Muasher menyimpulkan bahwa pengangkatan hidrosalping memberikan angka keberhasilan yang meningkat pada program FIV,karena terbukti terjadi peningkatan yang dramastis dari reseptivitas endometrium.12




Histerosalpingografi (HSG)

Penilaian terhadap patensi tuba merupakan suatu hal yang penting,oleh karena masalah tuba terjadi pada kurang lebih 30 % dari pasien-pasien infertil.Cara yang paling banyak dipakai untuk menilai patensi tuba adalah hysteroslpingografi (HSG).Pemeriksaan ini dikerjakan pada fase proliferasi yaitu pada hari ke 7 – 10 dari siklus haid. HSG ini dapat digunakan untuk mengetahui patensi tuba dengan ketepatan yang tinggi,lokalisasi pembuntuan tuba,keadaan kavum uteri dan juga keadaan lumen tuba.Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk mengetahui anatomi tuba ,faktor peritonium dan keadaan patologi yang lain didaerah panggul seprti endometriosis.12 Pemeriksaan ini hanya memberikan perkiraan kasar struktur dan kwalitas tuba.Pada beberapa kasus ,dengan pemeriksaan ini tampak ada hambatan pada tuba,namun pada faktanya tuba masih dapat berfungsi dengan normal.Kadang-kadang sumbatan ini dapat disebabkan oleh spasme tuba atau akumulasi dan hambatan dari mukus .Sekalipun tujuan dari HSG bukan sebagai terapi,namun seringkali dengan menyuntikkan larutan kontras,tekanan cairan tersebut pada tuba akan menyebabkan material yang menyumbat tuba tersebut akan tersingkirkan.Hal ini juga ditunjang dengan ditemukannya sejumlah kasus yang menjadi hamil setelah dilakukan prosedur HSG,tanpa diikuti penanganan lainnya yang lebih lanjut.3 .Institute For Clinical System Improvement (ICSI) menganjurkan bahwa dalam penanganan infertilitas maka indikasi HSG adalah : untuk kepentingan diagnosis dan evaluasi terhadap infertilitas; pasien dengan riwayat penyakit yang lalu meningkatkan risiko gangguan pada tuba (PID,Septic abortion, pembedahan tuba,kehamilan ektopik); adanya abortus berulang; inseminasi donor sesudah 3 –6 siklus tanpa ada kehamilan; riwayat pembedahan pada uterus (myomektomi,eksisi septum ); perdarahan uterus yang abnormal.

Laparoskopi

Penilainan yang lengkap terhadap rongga pelvis sebenarnya membutuhkan suatu prosedur laparoskopi..Visualisasi rongga pelvis dengan laparoskopi tidak hanya diperlukan untuk menilai patensi tuba ,tapi juga untuk menentukan apakah ada perlekatan pada adneksa.2,3,14 Prosedur laparoskopi untuk diagnostik sebaiknya menjadi langkah terakhir dari evaluasi terhadap penderita dengan infertilitas.Jika tidak ditemukan adanya penyebab yang jelas dari infertilitas dengan prosedur diagnostik lainnya ,baru kemudian laparoskopi dilakukan.Apakah laparoskopi dijadikan prosedur rutin atau tidak pada wanita dengan infertilitas,hingga saat ini masih menjadi topik perdebatan para ahli dan klinikus.2,3,13 Di beberapa senter,pada umumnya laparoskopi dilakukan jika ditemukan hasil HSG yang abnormal,kecuali kalau ada riwayat apendiks perforasi,tubo-ovarian abses dan pembedahan pada daerah abdominopelvik sebelumnya.Laparoskpi hingga saat ini masih merupakan” Gold Standard “ untuk penilaian yang akurat terhadap patensi tuba,mengetahui bentuk anatomi tuba,faktor peritonium,mengetahui keadaan uterus,ovarium,dan hubungan antara organ genetalia,kelainan lain misalnya endometriosis.Sekalipun demikian ,prosedur laparoskopi ini masih mempunyai kerugian antara lain seperti :pasien mungkin perlu rawat inap,memerlukan general anastesi,angka komplikasi 1-2 % ( infeksi post operasi,trauma pada usus dan pembuluh darah ),untuk mengetahui patensi tuba ketepatannya masih kalah dibanding HSG,dan tidak dapat untuk mengetahui keadaan kavum uteri dan lumen tuba .13

Salpingoskopi dan Faloposkopi.

Kedua tehnik ini merupakan tehnik baru yang diperkenalkan untuk menilai patensi tuba.3 Karena tidak memungkinkan untuk memasukkan probe ke tuba falopii melewati kavum uteri,maka keadaan ini dapat diatasi dengan tehnik faloposkopi yang dituntun secara histeroskopi.Dengan menggunakan metode ini dimungkinkan untuk menilai seluruh panjang tuba.Alternatip lainnya untuk menilai tuba adalah dengan cara salpingoskopi yaitu alat dimasukkan melalui ujung fimbrie yang dituntun lewat laparoskopi.3 Perlu disadari bahwa metode konvensional yang menggunakan HSG atau laparoskopi untuk menilai infertilitas tuba ternyata tidak cukup adekuat,karena angka false positip dan false negatipnya yang tinggi.Prosedur faloposkopi memungkinkan untuk melakukan visualisasi langsung pada endosalping dan jika ada oklusi tuba dapat terdeteksi serta secara langsung dikoreksi lewat prosedur tindakan ini.Metode ini juga sekaligus dapat mendeteksi kelainan-kelainan tuba lainnya yang bersifat obstruktip.Akurasi diagnosis pasien dengan prosedur faloposkopi ini sangat membantu dalam menentukan tindakan yang tepat.Sekalipun demikian,oleh karena alasan biaya,hingga saat ini sebagian besar senter infertilitas ,kedua metode ini belum dijadikan suatu prosedur rutin untuk menilai patensi tuba pada pasien infertil,namun hanya digunakan sebatas kepentingan penelitian.3,14

Faktor uterus

Faktor uterus adalah faktor yang jarang dijumpai sebagai penyebab infertilitas,oleh karenanya pemeriksaannya tidak khusus ditujukan untuk faktor ini kecuali bila sudah jelas adanya tanda klinis bahwa ada kelainan di uterus.Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Biopsi endometrium, HSG,laparoskopi atau dengan histeroskopi.3


Biopsi endometrium:3

Biopsi endometrium dapat dilakukan secara poliklinis tanpa anastesi,dengan memakai kuret kecil yang khusus dirancang untuk maksud ini tanpa perlu dilatasi serviks.Saat yang tepat adalah pada fase sekresi,yaitu sekitar 5-7 hari sebelum hari haid berikutnya.Endometrium pada fase sekresi adalah akibat sekresi korpus luteum setelah terjadi ovulasi.Fase luteal yang pendek atau inadekuat kadan-kadang dapat juga terjadi pada wanita yang infertil.Jadi seharusnya tidak ada penanganan yang valid untuk Luteal Phase Deficiency (LPD),oleh karena itu pada beberapa senter ,biopsi endometrium ini tidak menjadi prosedur rutin untuk pemeriksaan pada pasangan infertil.Pemeriksaan ini dapat dipakai selain untuk penilaian ovulasi.juga untuk pemeriksaan histologik lainnya,misalnya untuk biakan terhadap tuberkulosis,dan menilai adanya hiperplasia endometrium.Terkadang dapat dijumpai adanya hiperplasia fokal meskipun siklus itu berovulasi berdasarkan hasil peneraan hormon progesteron plasma pada pertengahan fase luteal.

Histeroskopi:

Prosedur pemeriksaan ini berbeda dengan laproskopi oleh karena tidak membutuhkan insisi dinding abdomen.Serviks didilatasi dan kavum uteri diisi dengan cairan.Histeroskopi dilakukan lewat serviks sehingga dapat dilakukan penilaian terhadap kanalis servikalis dan kavum uteri.3 Di beberapa senter laparoskopi dilakukan bersamaan dengan histeroskopi.Histeroskopi memungkinkan untuk mendiagnosis dan menangani adanya perlekatan intra uteri (sinechia uteri ) serta dapat membedakan fibroid submukosa dari polip endometrium.Histeroskopi diangap sebagai metode yang terbaik untuk mendeteksi kelainan-kelainan di dalam kavum uteri,karena merupakan satu-satunya alat yang dapat memvisualisasi kavum uteri.Sekalipun demikian,hingga saat ini belum ada bukti yang mendukung bahwa semua wanita infertil memerlukan prosedur histeroskopi,oleh karena itu dianjurkan jika dapat,histeroskopi ini hanya dilakukan pada kasus-kasus dimana sangat dicurigai adanya kelainan-kelainan pada uterus atau serviks,juga termasuk pada pasien-pasien degan riwayat kesulitan yang berulang pada tindakan embrio transfer.3

Percobaan tandur alih embrio (Embrio Transfer trial /ET trial))

Pelaksanaan tandur alih embrio merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi angka implantasi dan angka kehamilan selain faktor reseptivitas endometrium dan kwalitas embrio.Tujuan dari tandur alih embrio adalah meletakkan embrio secara atraumatik ke fundus uteri pada temapt dimana implantasi terjadi secara maksimal.Tandur alih percobaan pada siklus sebelum pelaksanaan FIV ,terutama pada pertengahan siklus sangat diperlukan untuk menilai arah dan panjangnya rongga rahim.Tatacara ini dapat meminimalkan trauma dinding rahim pada siklus FIV nantinya,yang sesungguhnya dapat memperbesar laju kehamilan.Mansour 15 mengevaluasi 335 pasien yang menjalani percobaan tandur alih embrio atau tanpa percobaan tandur alih embrio pada siklus sebelum pelaksanaan FIV,ternyata pada saat tandur alih embrio didapatkan 50 ( 29,8 %) mengalami kesulitan pada kasus yang tidak didahului dengan percobaan tandur alih embrio.Pada kasus yang didahului dengan percobaan tandur alih embrio didapatkan angkan kehamilan sebesar 22,8 % dan angka implantasi sebesar 7,2 % dibandingkan dengan kasus yang tidak didahului dengan percobaan tandur alih embrio ternyata angka kehamilannya hanya 13,1 % ,dan angka implantasinya sebesar 4,3 %.Oleh karena bervariasinya anatomi dari serviks dan uterus ,maka percobaan tandur alih embrio akan memberikan banyak manfaat seperti dapat diketahuinya arah serviks dan uterus,dalamnya rongga rahim dan ada tidaknya stenosis.Pada kasus stenosis dimana terjadi kesulitan melakukan percobaan tandur alih embrio,maka menempatkan laminaria selama 1 bulan sebelum pelaksanaan siklus FIV akan sangat membantu.15






Faktor serviks

Faktor serviks melipui 5 – 10 % dari penyebab infertilitas pada pihak istri.Dimana faktor ini dapat berupa : malposisi,sumbatan pada kanalis servikalis ( atresia,polip serviks,stenosis karena trauma ),lendir serviks yang abnormal yang dapat disebabkan oleh hormonal,infeksi dan reaksi immune antibodi.Faktor –faktor tersebut dapat diketahui dengan pemeriksaan klinis (periksa dalam pervagianm,inspikulo,sonde uterus),pemeriksaan lendir serviks,post coital test dan pemeriksaan immunologi.2,3,13

Post Coital tes merupakan metode klinis untuk melihat bagaimana interaksi antara lendir serviks dan spermatozoa .Sebaiknya dilakukan sedekat mungkin dengan saatnya ovulasi.Post coital test hingga saat ini masih mendapat tempat dalam manajemen infertilitas,namum manfaat serta validitasnya masih menjadi pertanyaan.Beberapa ahli bahkan ada yang mengatakan bahwa pemeriksaan ini dapat menjadi sumber tres bagi pasien dan pada beberapa kasus ada yang menjadi penyebab dari disfungsi seksual.Oleh RCOG ,pemeriksaan Post coital test ini tidak direkomendasikan menjadi prosedur rutin bagi pasangan infertil.2,3,13 Pemeriksaan ini hanya dianjurkan pada pasangan-pasangan yang dicurigai dengan disfungsi seksual atau pasangan prianya tidak ada sampel semen untuk analisa sperma. Penggunaan PCT sangat bervariasi luas di negara-negara Eropa Barat.Dari 145 senter infertilita,hanya 68 % yang menggunakan PCT sebagai standar pemeriksaan.Dari 29 senter infertil di Inggris ,hanya 48 % yang menggunakan sebagai prosedur rutin. Bahkan menurut Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI),PCT seharusnya dihilangkan dan tidak dijadikan prosedur standar lagi dari suatu evaluasi dasar infertilitas.Kesimpulan ini dibuat atas dasar : hubungannya sangat terbatas dengan infertilitas,standarisasi acuan nilai normalnya sangat membingungkan ,kontroversi tentang tindak lanjut penanganannya ,meningkatnya penanganan dengan “empiric superovulation” dan inseminasi intra uterin, maka hal ini membuat PCT menjadi suatu prosedur yang berlebihan bahkan tidak berguna lagi.4

Di Klinik Bayi Tabung Rumah sakit Sanglah Denpasar,sampai bulan Agustus 2003 terdapat 32 pasangan infertil yang mengikuti program FIV. .Dari semua pasangan tersebut 53 % tergolong dalam infertil primer dan sisanya 47 % tergolong infertil sekunder.Semua pasangan tersebut telah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara lengkap.Termasuk juga pemeriksaan laboratorium rutin , USG Vagina ,hormonal basal dan percobaan tandur alih embrio .Hanya 70 % dilakukan pemeriksaan HSG dan 23 % dilakukan laparoskopi diagnostik










Daftar Pustaka.

1.Machklon NS,Pieter M,Fauser B.Indication for IVF treatment :From Diagnosis to Prognosis in Gardner DK,Weissman A,Howlwer CM,Shoham Z,eds.Textbook of Assisted Reproductive Techniques.Martin Dunitz Ltd. 2001: 393 – 400.
2.Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.The initial investigation and management ofthe infertil couple.London :RCOG 1998.
3.Gulekli B,Chid TJ,Tan SL.Initial investigation of the patien ( Female and Male) in Gardner DK,Weissman A ,Howles CM,Shoham Z,eds.Textbook of Assisted Reproductive Techniques.Martin Dunitz Ltd .2001: 402 – 412.
4.Campana A,de Agostini,Bischif P,Tawfik E.Mastorilli A.2001.Evaluation of Infertility.University of Cantonal Hospital.Switzerland : 1 – 6
5.Robert g Edward ,Steven A Brody,Evaluation and Treatmen of The Infertility women,Principle and Practice of Assisted Human Reproduction,W B Saunders.comp.1995 :195-228.
6.Sher Institute for Reproductive Medicine (SIRM).A Comprehensive Infertility Work-up.2002.1 – 4
7. Biraj Kalyan ,Monitoring of Ovulation Induction in Kamini A Rao,Peter R Brinsden ed, The Infertility Manual,2001:281-289.
8.Sadhana Desai,Partha ,Tubal Factor of Infertility and Assisted Reproduction,Kamini A Rao,Peter R Brinsden ed,The Infertility Manual,2001,208 – 212.
9.Ian SL,Biljan MM.Ultrasound in the investigation and management of infertility.2000.1 – 13
10.Diagnostic products Corporation.2002.Reproductive Endocinology;Medical conditions and disease states. 1- 5
11.Vinita Salvi,Galactrrhoea and Hyperprolactinaemia,Vr Walvekar,PH Anjaria,MJ Jassawalla,RJ Wani,second Edition, Reproductive Endocrinology ,2001,224-232.
12.Anne Clark,MPS,MB ChB,FRCOG ,Hydrosalpinx and Implantation ,11th World Congress on In Vitro Fertilization and Human Reproductive Genetics Postgraduate Course No 10,Sydney,1999
13.Institute for Clinical Sistems Improvement (ICS) Diagnosis and Management of infertility.2001.1 – 47.
14.Wong AYK,Walker SM .1999.Faloposkopy,aprerequiste to the proper assessment of tubal infertility.Hong Kong Med Journal (1999);5:76-81
15.William B Schoolcraft,Embrio transfer,in Gardner DK,Weissman a,Howles CM,Shoham Z ,eds.Textbook of Assisted Reproductive Techniques,Mantin Duitz Ltd.2001:623-626.