Senin, 10 September 2007

Penatalaksanaan Anastesi Pada SC

Seksio sesarea berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko morbiditas dan mortalitas ibu dibandingkan pada persalinan vaginal.11 Kematian ibu akibat risiko operasi caesar itu sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan. Serikat pada tahun 1965 sampai dengan 1978 dilaporkan bahwa angka kematian ibu terjadi satu di antara 1.635 operasi (Petitti 1983), dan ditegaskan bahwa hanya setengah dari kematian tersebut benar-benar disebabkan langsung dari operasi caesar.1,2

Sebagai contoh tahun 1988 Sachs melaporkan, penyebab langsung hanya 7 dari 27 kematian pada lebih dari 121.000 kasus operasi caesar yang dilakukan di Massachusetts tahun 1976-1984. Meskipun ada yang menyebutkan angka kematian ibu adalah 22 per 100.000 untuk seluruh kasus operasi caesar, untuk kematian langsung akibat operasi ini hanya 5,8 per 100.000 kasus.2
Memang ada pendapat bahwa trauma lahir jauh lebih kecil pada operasi caesar dibanding persalinan per vaginam, akan tetapi tetap harus diingat bahwa operasi caesar berisiko pada ibunya.13
Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi caesar adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10 persen dari seluruh angka kematian ibu.2
Risiko komplikasi :
1. Komplikasi ibu : perdarahan banyak, infeksi, perlekatan organ-organ pelvis pascaoperasi.
2. Komplikasi janin : depresi susunan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obatan anestesia (fetal narcosis).1,13
Tahun 1973 di Inggris terdapat 50 kematian ibu. Kebanyakan kematian ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50% diantaranya karena aspirasi isi lambung. Tabun 1980 di Inggris terdapat 29 kematian ibu dengan anestesi umum, 16 orang di antaranya disebabkan aspirasi isi lambung, sedangkan yang 11 orang mengalami cardiac arrest karena kesukaran intubasi. Dengan anestesi regional ibu masih dalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada, sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi regional ini bebas daripada obat-obat yang mempunyai efek depresi terhadap janin.4
A. DEFINISI
Seksio sesarea adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Definisi ini tidak termasuk apabila mengeluarkan bayi dari rongga perut pada kasus-kasus ruptur uteri maupun pada kehamilan abdominal. Seksio sesarea terjadi pada sekitar 5-25% dari seluruh persalinan.2,3,11,13
Syarat Seksio sesarea :
1. Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai sectio cesarea, meskipun pengeluaran janin juga dilakukan per abdominam.
2. Berat janin di atas 500 gram.
Indikasi Seksio sessrea :
Prinsip : 1) keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan/atau
2) keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per vaginam secara fisiologis.
1. Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, riwayat obstetri jelek, riwayat seksio sesarea sebelumnya, dan permintaan pasien.
2. Indikasi janin : kelainan letak(malpresentasi dan malposisi), prolaps talipusat, gawat janin.
Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu syok / anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan kelainan kongenital mayor yang berat.4,13

B. TEKNIK SEKSIO SESAREA
Dikenal beberapa teknik dalam melakukan seksio sesarea dan terdapat kecenderungan untuk menyederhanakan teknik seksio sesarea untuk lebih mengurangi kehilangan darah selama operasi serta lama waktu operasi 11
1. sectio cesarea transperitonealis profunda :
Irisan dinding abdomen
Irisan vertikal linea mediana dibawah pusat merupakan irisan yang dapat dibuat dengan cepat.insisi abdomen vertikal di garis median (atau dapat juga horisontal mengikuti garis kontur kulit di daerah suprapubik). Irisan dibuat cukup panjang sehingga bayi dapat dikeluarkan tanpa kesulitan yang berarti, namun panjang irisan hendaknya disesuaikan dengan perkiraan ukuran bayi.2 Irisan pada linea mediana biasanya berhubungan dengan skor nyeri yang lebih tinggi dan membutuhkan analgetik lebih banyak dibandingkan dengan irisan transversal.3,11,13
Selain irisan pada linea mediana, dikenal juga irisan transversal. Metode Pfannenstiel, Maylard dan Joel-Cohen merupakan metode seksio sesarea yang menggunakan irisan transversal pada dinding abdomen. Irisan Pfannenstiel meliputi irisan transversal semi lengkung (curved) setinggi 2 jari diatas tulang simfisis pubis, muskulus rektus dipisahkan secara tumpul dan peritoneum parietale diiris pada linea mediana. Irisan Maylard hampir sama dengan metode Pfannenstiel namun muskulus rektus dipotong secara transversal menggunakan pisau bedah. Irisan ini dapat dipilih pada kasus-kasus prelengketan akibat irisan Pfannenstiel pada operasisebelumnya. Irisan Joel-Cohen meliputi irisan transversal yang lurus setinggi 3 cm diatas tulang simfisis dan diperdalam lapis demi lapis secara tumpul, bila perlu digunakan gunting, bukan pisau.kemudian plica vesicouterina digunting dan disisihkan, kemudian dibuat insisi pada segmen bawah uterus di bawah irisan plica yang kemudian dilebarkan secara tumpul dengan arah horisontal Irisan Joel-Cohen berhubungan dengan waktu operasi yang lebih singkat serta berkurangnya febris postoperatif.3,11,13
Irisan transversal (Pfannenstiel) lebih dianjurkan pada seksio sesarea karena memberikan penutupan yang lebih baik, nyeri postoperasi lebih sedikit dan memberikan hasil akhir yang secara kosmetik lebih bagus dibandingkan irisan linea mediana.
Irisan dinding uterus
Pada umumnya irisan pada uterus dibuat pada segmen bawah rahim secara transversal (irisan Kerr) maupun secara vertikal (irisan Krönig). Segmen bawah uterus relatif kurang vaskular dibandingkan korpus uteri, sehingga diharapkan perdarahan yang terjadi tidak seberat dibandingkan pada sectio cesarea cara klasik. Irisan lain yaitu irisan klasik, merupakan irisan vertikal pada korpus uteri hingga ke fundus dan irisan ini jarang digunakan.3,11,13
Irisan pada segmen bawah rahim mempunyai keuntungan yaitu hanya membutuhkan sedikit pembebasan kandung kemih dari myometrium. Apabila irisan meluas ke lateral maka perlukaan dapat mengenai satu atau kedua pembuluh darah uterus oleh karena itu penting untuk membuat irisan pada uterus cukup luas untuk mengeluarkan bayi tanpa membuat robekan lebih lanjut. Apabila diperlukan perluasan irisan lebih dianjurkan secara tumpul untuk mengurangi jumlah kehilangan darah, insidensiperdarahan postpartum dan kebutuhan transfusi selama seksio sesarea. Perluasan secara tumpul juga mengurangi risiko laserasi pada bayi. Irisan vertikal rendah dapat diperluas hingga ke fundus pada kasus-kasus dimana diperlukan ruang yang lebih luas. Pembebasan kandung kemih yang lebih luas sering diperlukan untuk menjaga agar irisan tersebut tetap berada pada segmen bawah rahim. Apabila irisan vertikal meluas ke bawah dapat terjadi perlukaan menembus serviks hingga ke vagina atau kandung kemih.3,11
Irisan transversal pada segmen bawah rahim lebih dianjurkan karena lebih mudah untuk ditutup, terletak pada lokasi yang paling jarang untuk terjadi ruptur pada kehamilan berikutnya dan tidak menyebabkan perlengketan dengan usus maupun omentum.3,11,13
2. sectio cesaria klasik :
Insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi uterus juga vertikal di garis median. Irisan klasik biasanya dikerjakan pada keadaan-keadaan dimana segmen bawah rahim tidak dapat terpapar dengan jelas karena ada perlengketan dengan kandung kemih akibat operasi sebelumnya, atau terdapat mioma pada daerah segmen bawah rahim maupun karsinoma serviks yang invasif. Beberapa indikasi lain yaitu letak lintang dengan janin yang besar, pada beberapa kasus plasenta previa anterior, pada beberapa kasus dengan bayi yang sangat kecil terutama pada presentasi bokong dimana segmen bawah rahim masih tebal, dan pada beberapa kasus obesitas maternal dimana uterus bagian atas lebih mudah untuk ditampilkan.3,11,13
Irisan klasik (vertikal) dapat menghindari perluasan ke lateral yang berbahaya dan memberikan ruang yang cukup lebar untuk mengeluarkan janin.Dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan insisi di segmen bawah uterus misalnya akibat perlekatan pasca operasi sebelumnya atau pasca infeksi, atau ada tumor di segmen bawah uterus, atau janin besar dalam letak lintang, atau plasenta previa dengan insersi di dinding depan segmen bawah uterus. . Kerugiannya adalah dapat terjadi perdarahan yang cukup parah karena jaringan segmen atas korpus uteri sangat vaskular, kemungkinan terjadi perluasan ke kandung kemih dan vagina serta berisiko untuk terjadinya ruptur uterus pada kehamilan berikutnya.3,11,13
Penutupan dinding uterus
Dinding uterus dapat dijahit 1 lapis (single layer) maupun 2 lapis (double layer). Di Inggris, penutupan dinding uterus dengan 2 lapis lebih banyak dikerjakan (96% kasus). Penutupan dinding uterus 1 lapis dengan jelujur terkunci membutuhkan waktu operasi yang lebih singkat dan lebih sedikit jahitan hemostatik yang diperlukan.2,7 Apabila masih terdapat perdarahan dapat dipertimbangkan untuk jahitan hemostatik tambahan dengan jahitan angka-8 untuk mengontrol perdarahan yang persisten.3,11,13
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan tidak adanya risiko perioperatif maupun jangka panjang terhadap penutupan uterus 1 lapis. Morbiditas ibu lebih rendah, jumlah darah yang hilang lebih sedikit, hemostasis yang lebih baik, dan penyembuhan luka uterus yang lebih baik. Persalinan vaginal setelah seksio sesarea (VBAC) dengan penutupan uterus 1 lapis relatif aman.3,11,13
Penutupan peritoneum
Penutupan peritoneum (viserale dan parietale) merupakan bagian dari prosedur standar pembedahan dan bertujuan untuk mengembalikan bentuk anatomi, mendekatkan jaringan dan mengurangi infeksi dengan membentuk sawar anatomik. Di Inggris, penelitian baru-baru ini melaporkan bahwa 66% dokter bedah tidak menutup peritoneum parietale.7 Lapisan peritoneum yang baru akan terbentuk dalam beberapa hari setelah irisan ditutup.3,11,13
Teknik nonclosure peritoneum ini biasanya digunakan pada metode operasi Misgav Ladach. Pada metode ini jendalan darah dibersihkan dari kavum abdomen tetapicairan amnion tidak diaspirasi karena cairan amnion mempunyai efek bakteriostatik. Konsekuensi tidak diaspirasinya cairan amnion keluar dari kavum abdomen dapat memperlambat timbulnya peristaltik pasca operasi.6,8 Nonclosure peritoneum pada seksio sesarea mempersingkat lama operasi, mengurangi kebutuhan analgetik pasca operasi, mengurangi komplikasi pasca operasi serta pulihnya fungsi usus lebih cepat dibandingkan dengan peritoneum yang dijahit (closure peritoneum), dengan demikian masa pulih pasien akan lebih cepat. Peritoneum yang dibiarkan terbuka tidak meningkatkan risiko terjadinya perlengketan, dehisensi luka maupun lama pulih luka.3,11,13
3. sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean hysterectomy).3,13
4. sectio cesarea transvaginal.3,13

C. KOMPLIKASI SEKSIO SESAREA
Setiap tindakan operasi caesar punya tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus bekas operasi sebelumnya-dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul-sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada kandung kemih dan usus. Cedera ini tak jarang cukup berat.1,2,13
Walau pun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut sebagai embolus. Jika embolus mencapai pembuluh darah pada jantung, timbul gangguan pada jantung dan paru-paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas secara tiba-tiba. Akibat-nya adalah kematian mendadak pada ibu.2,13
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi caesar adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas pascaoperasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pascaoperasi disebabkan oleh infeksi (infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, dan luka operasi).nyeri bila buang air kecil, luka operasi bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis (infeksi yang sangat berat). Bila mencapai keadaan sepsis, risiko kematian ibu akan tinggi sekali.2
Tanda-tanda infeksi antara lain demam tinggi, perut nyeri, kadang-kadang disertai lokia berbau, Hal-hal yang memudahkan terjadinya (faktor predisposisi) komplikasi antara lain persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita anemia, hipertensi, sangat gemuk, gizi buruk, sudah menderita infeksi saat persalinan, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain pada ibu seperti ibu penderita diabetes mellitus (sakit gula). Antibiotik profilaksis dapat menurunkan terjadinya risiko infeksi pada operasi.2

II. TEKNIK ANESTESI
Dalam kondisi ibu dan fetus normal, GA dan RA yang dilakukan dengan terampil hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk bedah Cesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya mengikuti proses kelahiran bayi mereka, dan memberikan pengobatan rasa sakit pascaoperasi yang lebih baik.10

A. BLOK SPINAL (SUBARAKHNOID)
Pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarkhnoid untuk menghasilkan blok spinal telah lama digunakan untuk seksioa sesarea, dan untuk persalinan vaginal wanita normal dengan paritas kecil. Pertama kali iadikemukakan oleh J Leonard Corning yang menyuntikkan kokain ke dalam ruangan subaraknoid pada tahun 1885. Kemudian Bier pertama mencoba untuk pembedahan pada tahun1899 dan Kreis melakukan tehnik ini untuk menghilangkan nyeri persalinan pada tahun 1900. 4,5,12
Pada tahun 1979 di Amerika Serikat analgesia subaraknoid dan epidural adalah teknik yang sering dilakukan (62%) pada tindakan seksio cesaria dan analgesia subaraknoid menjadi pilihan nasional. 4
Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai kelainan paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan. 9
Spinal anesthesia punya banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok anestheti yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah diketahui dengan baik; analgesia dapat diandalkan; sterilitas dijamin pengaruh terhadap bayi sangat minimal; pasien sadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi; dan tangisan bayi yang baru dilahirkan merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu. disertai jalinan psikologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak dan penyembuhan rasa sakit pasca operasi yang ditawarkan oleh morfin neuraxial, potensi untuk hipotensi dengan teknik ini merupakan risiko terbesar bagi ibu. 4,5,10
1. Perubahan kardiovaskuler pada ibu
Yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaituserabut saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus (serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akan terjadi penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi arterial, arteriol dan post-arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik diblok dua sampai empat segmen dikranial dermatom sensoris yang diblok.4
Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya serat simpatis yang mengalami denervasi. Bila terjadi hanya penurunan tahanan tepi saja, akan timbul hipotensi yang ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan curah jantung akan timbul hipotensi berat.4
Perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani seksio cesaria dengan blok subaraknoid telah diselidiki oleh Ueland. Pada posisi terlentang terjadi penurunan rata-rata tekanan darah dari 124/72 mmHg menjadi 67/38 mmHg; penurunan rata-rata curah jantung 34% (dari 5400 menjadi 3560 ml/menit) dan isi sekuncup 44% (62 menjadi 35 ml). Sedangkan denyut jantung mengalami kenaikan rata-rata 17% (90 menjadi 109 kali/menit). Pengaruh pengeluaran bayi terhadap hemodinamik menunjukkan kenaikan rata-rata curah jantung 52% (2880 ml/menit) dan isi sekuncup 67% (42,2 ml); sedangkan denyut jantung menurun 11 kali/menit, disertai kenaikan rata-rata tekanan sistolik 21,8 mmHg, diastolik 6,3 mmHg, kenaikan tekanan vena sentral dari 4,9 menjadi 6,75 cm H2 O. Keadaan ini disebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam sirkulasi utama akibat kontraksi uterus.4
Menurut laporan Wollmann setelah induksi pada pasien yang berbaring lateral tanpa akut hidrasi sebelumnya, tekanan arteri rata-rata turun dari 89,2 ± 3,3 menjadi 64,0 ± 3,6 mm-Hg, tekanan vena sentral rata-rata turun dari 6,0 ± 0,9 menjadi 2,0 ± 0,9 cm H2 O. Setelah bayi lahir tekanan arteri rata-rata menjadi 86,0 ± 13 mmHg dan tekanan vena sentral menjadi 12,6 ± 2,0 cm H2 O (hipotensi yang telah diatasi dengan akut hidrasi memakai 1000 ml cairan dekstrosa 5% di dalam laktat atau Ringer). Pasien tersebut diblok setinggi T2 — T6. 4
2. Pengaruh terhadap bayi
Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri terhadap bayi dapat diabaikan. Menurut Giasi pemberian 75 mg lidokain secara intratekal akan menyebabkan kadar obat 0,32 mikrogram/ml di dalam darah pasien. Protein plasma dan eritrosit akan mengikat 70% lidokain di dalam darah. Selain itu efek uterine vaskular shunt akan menyebabkan lebih sedikit lagi konsentrasi lidokain di dalam bayi. Bonnardot melaporkan, konsentrasi morfin di dalam bayi sangat kecil bilamana diberikan secara intratekal sebanyak 1 mg morfin untuk mengurangi rasa nyeri karena persalinan. Penyebab utama gangguan terhadap bayi pasca seksio cesaria dengan analgesia subaraknoid yaitu hipotensi yang menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia maternal. Besarnya efek tersebut terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya hipotensi. 4,5
Penurunan arus darah uterus akan sesuai dengan penurunan tekanan darah rata-rata. Bila tekanan darah rata-rata turun melebihi 31%, arus darah uterus turun sampai 17%. Sedangkan penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50%, akan disertai dengan penurunan arus darah uterus sebanyak 65%. 4
Banyak penulis melaporkan efek hipotensi terhadap bayi berupa perubahan denyut jantung, keadaan gas darah, skor Apgar dan sikap neurologi bayi. Gambaran deselerasi lambat denyut jantung bayi terjadi bila tekanan sistolik mencapai 100 mmHg lebih dari 4 menit bradikardia selama 10 menit, atau tekanan sistolik mencapai 80 mmHg lebih dari 4 menit.4,10
Beberapa penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami hipotensi karena analgesia subaraknoid pada tindakan seksio cesaria, sering dijumpai bayi dengan skor Apgar yang rendah serta interval mulai menangis yang panjang.4
Menurut Moya skor Apgar yang rendah ditemukan pada ibu yang mengalami penurunan tekanan sistolik, yang mencapai 90 - 100 mgHg selama 15 menit. Beberapa penyelidik mengemukakan bahwa bayi yang baru dilahirkan sedikit lebih asidotik pada pasien yang mengalami hipotensi. Faktor lamanya hipotensi lebih besar pengaruhnya daripada besarnya hipotensi, terutama pada pasien yang menderita diabetes. 4,5
Dalam studi epidemiologis pada 5.806 kelahiran Cesar, Mueller dkk menyimpulkan bahwa fetal asidosis meningkat secara signifikan setelah anestesia spinal, dan hipotensi arterial maternal sejauh ini merupakan masalah yang paling umum dijumpai. Prevalensi asidosis fetus dengan RA untuk bedah Cesar diyakinkan dalam studi yang lain. Namun, asidosis tidak berkaitan dengan skor Apgar dan merupakan indikator hasil yang buruk. pH arteri umbilical rendah mencerminkan asidosis respiratorik maupun metabolik, sedangkan kelebihan basa mencerminkan komponen metabolis saja. Hanya kelebihan basa yang berkaitan dengan neonatal outcome, nilai kurang dari –12mmol.L-1 memiliki hubungan dengan encephalopati sedang sampai berat dari bayi yang baru lahir. Namun, pencegahan hipotensi bermanfaat untuk meminimalkan pengaruh terhadap status asam-basa neonatal. 10

B. ANATOMI PUNGGUNG UNTUK SPINAL ANASTESI
Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung
bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4—5 interspace.
Lapisan jaringan punggung yang dilalui pada waktu penusukan yaitu :
Kutis  Subkutis  Ligamentum supraspinosus  Ligamentum interspinosus  Ligamentum flavum  Ruang epidural  Duramater  Ruang subarakhnoid. 4,6,11

C. I. INDIKASI KONTRA ABSOLUT
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia. 6
II. INDIKASI KONTRA RELATIF
1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis.6

D. PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesi umum. daerah sekitar suntikan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolanprocesus spinosus. selain itu diperhatikan hal-hal dibawah ini :
1. Informed consent (izin dari pasien)
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang, punggung, dan lain lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hemotokrit, PT (prothrombin time) dan PTT (partial thromboplastin time). 6

E. TEKNIK SPINAL ANESTESI
— Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.
— Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.
— Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.
— Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut penderita.
— L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema jaringan.
— Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.
— Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.
-- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2 % 2-3 ml
— Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.
— Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain
5% sebanyak 1,25 - 1,5 cc.
— Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.
— Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.
— Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit
pertama, selanjutnya tiap 15 menit.
— Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg dibanding semula, efedrin diberikan 10 - 15 mgl.V.
— Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik, sehingga tidak perlu diberikan metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual dan muntah-muntah yang mengganggu
operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.
—Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa ke ruangan, dapat diberikan sedatif atau hipnotika.6,9
Pada penusukan mungkin yang keluar bukan liquor tapi darah, sebab di bagian anterior maupun posterior medulla spinalis terdapat sistim arteri dan vena. Apabila setelah 1 menit liquor yang keluar masih belum jernih sebaiknya jarum dipindahkan ke segmen yang lain. Bila liquor tidak jernih, sebaiknya anestesi spinal ini ditunda dan dilakukan analisa dari liquor. Adapun jarum yang dipakai paling besar ukuran 22, kalau mungkin pakai jarum 23 atau 25. Makin kecil jarum yang kita pakai, makin kecil kemungkinan terjadinya sakit kepala sesudah anestesi (post spinal headache). Obat spinal anestesi yang paling menonjol adalah tetrakain dan dibukain, yang mempunyai efek kuat dan kerjanya lebih lama.6,7,9

E. KOMPLIKASI PADA ANALGESIA SPINAL
1. Hipotensi
Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen blokade midthoracic yang tidak dapat dihindari dan tidak diinginkan. Berkurangnya venous return (peningkatan kapasitas vena dan pengumpulan volume darah dari kaki) dan penurunan afterload (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) menurunkan maternal mean arterial pressure (MAP), menimbulkan nausea, kepala terasa melayang dan dysphoria, dan berkurangnya perfusi uteroplacental. Jika MAP ibu dipelihara, maka gejala pada ibu dapat dihindari dan uteroplacental perfusion tetap baik.3,4,5,6,7,9,10
Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100 mmHg, atau penurunannya lebih dari 30 mmHg dari pada sebelum induksi) dapat mencapai 80%. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh karena Pada posisi pasien terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava inferior dan aorta oleh masa uterus (beratnya kurang lebih 6 kg). 90% pasien yang mengalami kompresi parsial tidak menunjukkan gejala hipotensi. Keadaan ini disebabkanoleh mekanisme kompensasi dengan kenaikan venokonstriktor neurogenik. Sedangkan 10% sisanya dapat menderita hipotensi berat (tekanan sistolik bisa sampai 70 mmHg); dan hampir 75% mengalami gangguan darah balik, sehingga curah jantung berkurang sampai 50%. 6,7,9
2. Blokade spinal Total
Blokade spinal total dengan paralisis respirasi dapat mempersulit analgesia spinal. paling sering, blokade spinal total merupakan akibat pemberian dosis agen analgesia jauh melebihi toleransi oleh wanita hamil. hipotensi dan apnoe cepat timbul dan harus segera diatasi untuk mencegah henti jantung. pada wanita tidak melehirkan uterus dipindahkan ke lateral untuk mengurangi kompresi aortakaval. ventilaasi yang efektif diberikan melaului tuba trackhea kalau mungkin.,untuk melindungi aspirasi. kalau wanita tersebut hipotensif, cairan intravena diberikan dan efedrin mungkin membantu untuk meninggikan curah jantung. peninggian tungkai akan meningkatkan aliran balik vena dan membantu memulihkan hipotensi harus disediakan persiapan untuk resusitasi jantung kalau terjadi henti jantung.3
3. Kecemasan dan Rasa sakit
Setiap orang yang ada diruang operasi harus selalu ingat bahwa wanita yang berada dibawah analgesia regional tetap sadar.harus hati-hati sekali berbicara dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perawtan ibu dan janinnya,sehingga ibu tersebut tidak menginterpretasikan ucapan ucapan atau tindakan tindakan tersebut sebagai indikaasi bahwa ia dan janinnya dalam bahaya, atau kesejahteraan kurang diperhatikan. wanita tersebut biasanya menyadari setiap manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap perast sebagai perasaan yang tertekan. ia merasa tidak enak terhadap manipulasi -manipulasi diatas blkokade spinal total sering kali, derajat penghilang rasa nyeri dari analgesia spinal tidak adekuat. dalam keadaan ini, langkah penghilang rasa nyeri yang dapat diberikan sebelum persalinan dengan memberikan 50 sampai 70 persen nitrogen oksida dengan oksigen. segera setelah pengkleman tali pusat berbagai macam teknik dapat dilakukan untuk memberikan analgesia yang efektif. morfin, meperidin, atau fentanil yang diberikan secara intravena paada waktu ini sering memberikan analgesia dan euforia yang bagus sekali saat operasi selesai.3
4. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi)
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges dianggap merupakan faktor utama timbulnya sakit kepala. kiranya, kalau wanita tersebut duduk atau berdiri volume cairan serebrospinal yang berkurang tersebu menimbulkan tarikan pada struktur-struktur sistem saraf pusat yang sensitif rasa nyeri. kemungkinan komplikasi yang tidak menyenangkan ini dapat dikurangi dengan menggunakan jarum spinal ukuran kecil dan menghindari banyak tusukan pada meninges. membaringkan wanita tersebut datar pada punggungnya selama beberapa jam, telah dianjurkan untuk mencegah nyeri kepala pascaspinal, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa prosedur ini sangat efektif. hidarasi yang banyak telah dikalim bermanfaat, tertapi tidak ada bukti penggunaan yang mendukung. pemakaian blood patch cukup efektif. beberapa mL darah wanita tersebut tanpa antikoagulan disuntikan secara epidural ditempat pungsi dural tersebut. salin yang disuntikan serupa dalam volume yang lebih besar juga telah diklaim menghilangkan sakit kepala penyokong abdomen dapat dikurang dengan cara menggunakan jarum spinal ukuran kecil, korset atau ikat perut tampaknya menghasilkan mengurangi sakit kepala, tetap berbaring selama 24 jam pascaoperasi. Dan nyeri kepala tersebut membaik jelas pada hari ketiga dan menghilang pada hari kelima.3,7
5. Disfungsi kandung kencing
Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dan pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah persalinan. akibatnya, distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas, terutama kalau telah dan masih diberikan volume cairan intravena yang banyak. kombinasi dari (1) infus seliter atau lebih lebih cairan, (2) blokade saraf dari analgesia epidural atau spinal, (3) efek antidiuretik oksitosin yang diinfuskan setelah lahir dan kemudian dihentikan, (4) rasa sakit akibat episiotomi yang besar, (5) kegagalan menemukan distensi ksndung kencing pada wanita tersebut secepatnya, dan (6) kegagalan menghilangkan distensi kandung kencing dengan cepat dengan kateterisasi, sangat mungkin mengakibatkan disfungsi kandung kencing yang cukup menyulitkan dan infeksi kandung kencing.3
6. Oksitosin dan hipertensi
Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovin (Ergotrate) atau metilergonovin (Methergin) yang disuntikan setelah persalinan, sangat sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal atau epidural.3
7. Arakhnoiditis dan meningitis
Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan dalam alkohol, formalin, pengawet atau pelarut lain yang sangat toksik. jarum dan kateter sekarang jarang dibersihkan secara kimiwai sehingga dapat digunakan kembali. sebagai gantinya, digunkan perlengkapan sekali pakai, dan praktek sekarang ini, ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang sekali terjadi meningitis dan arakhnoiditis.3

F.PENATALAKSANAAN
Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya dilakukan evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaiknya tidak melakukan teknik ini kalau pasien dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menjurus hipovolemia selama persalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang mengalami sindroma hipotensi terlentang yang manifes pada waktu persalinan. Pencegahan dapat dilakukan dengan (1) hidrasi akut dengan larutan garam seimbang , (2) pengangkatan dan penggeseran uterus ke sebelah kiri abdomen, (3) pada tanda pertama menurunnya tekanan darah setelah hidrasi segera diberikan vasopresor intra vena, dan (4) pemberian oksigen.3,4,9,10
1. Hidrasi akut
Sebelum induksi harus dipasang infus intravena dengan kanula atau jarum yang besar, sehingga dapat memberikan cairan dengan cepat. Hidrasi akut dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 - 1500 ml tidak menimbulkanbahaya overhidrasi; tekanan darah, denyut jantung dan nadi dalam batas-batas normal .Menurut Wollman pemberian cairan kristaloid sebanyak 1000 ml hanya menaikkan tekanan vena sentral sebanyak 2 cm air dan nilainya masih dalam batas normal.4,9
Akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan cairan kristaloid yang tidak mengandung dektrosa. Karena menurut Mendiola, infus dekstrosa 20 g/jam atau lebih sebelum melahirkan menimbulkan hipoglikemia pada bayi 4 jam setelah dilahirkan. Ini disebabkan karena pankreas bayi yang cukup umur akan menaikkan produksi insulin sebagai reaksi atas glukosa yang melewati sawar an . Kenepp melaporkan bahwa terjadi asidemia laktat pada bayi yang dilahirkan yang mendapat hidrasi akut dengan cairan dektrosa 5%. Keadaan ini disebabkan oleh hipotensi, insufisiensi plasenta, dan atau terjadi glikolisis dalam keadaan hipoksia.4,9
2. Mendorong Uterus ke kiri
Usaha yang digunakan untuk mempertahankan perfusi uteroplacenta mencakup posisi miring lateral kiri. Dengan mendorong uterus ke kiri paling sedikit 10° dapat dihindari bahaya kompresi vena kava inferior dan aorta, sehingga dapat dicegah sindroma hipotensi terlentang.4,9
Menurut Ueland mengubah posisi pasien dari terlentang menjadi lateral dapat menaikkan isi sekuncup 44,1%, menurunkan denyut jantung sebanyak 4,5%, dan menaikkan curah jantung 33,5%. Maka pasien yang akan dioperasi harus dibawa pada posisi miring. Dan kalau pada observasi fungsi vital terjadi manifestasi sindroma hipotensi terlentang yang tidak dapat dikoreksi dengan mendorong uterus ke kiri, hal ini merupakan indikasi kontra tindakan analgesia regional.4,9
3. Pemberian Vasopresor : Efedrin
Pencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke kiri dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai 50-60%. Pemberian vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai untukpencegahan maupun terapi hipotensi pada pasien kebidanan.4
Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini resisten terhadap metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT), menimbulkan aksi yang berlangsung lama. efedrin meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan naadi melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta. meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2. efedrin mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus. dieliminasi dihati, dan ginjal. namun, memulihkan aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau spinal pada pasien hamil. Efek puncak : 2-5 menit, Lama aksi : 10-60 menit. Interaksi/Toksisitas: peningkatan resiko aritmia dengan obat anetesik volatil, dipotensiasi oleh anti depresi trisiklik, meningkatkan MAC anestetik volatil.8
Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikan kontraksi miokar, curah jantung, tekanan darah dampai 50%, tetapi sedikit sekali menurunkan vasokonstriksi pembulu darah uterus. Menurut penyelidikan Wreight, efedrin dapat melewati plasenta dan menstimulasi otak bayi sehingga menghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.4
Guthe menganjurkan pemberian efedrin 25 - 50 mg IM sebelum dilakukan induksi. Ini dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai 24%. Tetapi cara ini sering menimbulkan hipertensi postpartum karena efedrin bekerja sinergistik dengan obat oksitosik.s
Penggunaan profilaksis ephedrine dalam suatu studi dan penggunaan terapi dalam studi yang lain kemungkinan ikut mengakibatkan fetal asidosis. Demikian pula, penggunaan ephedrine dikaitkan dengan nilai pH arterial umbilical yang lebih rendah saat dibandingkan dengan phenylephrine dalam suatu kajian sistematis. Literatur tersebut memperdebatkan vasopressor misalnya, ephedrine atau phenylephrine, yang lebih cocok untuk mengatasi hipotensi selama anestesi spinal pada Sectio Caesaria. Kontroversi terjadi pada etiologi fetal asidosis apakah hal tersebut karena pengaruh metabolis stimulasi-ß dalam fetus atau perfusi uteroplacenta yang kurang baik karena kegagalan darah yang tersita pada bagian splanchnic untuk meningkatkan preload Pemilihan obat vasopressor mungkin kurang penting dibanding menghindari hipotensi. 4,9
Penulis lain menganjurkan pemberian efedrin cara intravena kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi penurunan tekanan darah 10 mmHg; dosisnya 10 mg yang diulang sampai tekanan darah kembali ke awa1. Bayi yang dilahirkan dengan cara ini mempunyai skor Apgar sangat baik; pemeriksaan pH dan base-excessnya dalam batas normal, dan sikap neurologi bayi setelah 4 - 24 jam dilahirkan sangat baik.4
4. Pemberian Oksigen
Pada akhir kehamilan akan terjadi kenaikan alveolar ventilationoksigen sekitar 20% atau lebih. Hal ini mengakibatkan turunnya sampai 70%, untuk mengimbangi kenaikan konsumsi pCO2 sampai 30 - 32 mmHg. Pada persalinan hiperventilasi terjadi lebih hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan konsumsi oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabila terjadi hipoventilasi baik oleh obat-obat narkotika, anestesi umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia yang berat.
Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :
— turunnya FRC sehingga kemampuan paru-paru untuk menyimpan
0 2 menurun.
— naiknya konsumsi oksigen
— airway closure
— turunnya cardiac output pada posisi supine.
Maka mutlak pemberian oksigen sebelum induksi, dan selama operasi. Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat karena :
(a) memperbaiki keadaan asam-basa bayi yang dilahirkan,
(b) dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode hipotensi,
(c) sebagai preoksigenasi kalau anestesia umum diperlukan.4,9