Senin, 17 September 2007

Kejang Demam Pada Anak

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya.Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Biasanya setelah anak berumur di atas 5 tahun bila panas tidak lagi menderita kejang, kecuali penyebab panas tersebut langsung mengenai otak. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.

DEFINISI

Kejang Demam Pada Anak
Adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh di atas 38 C, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.

Kejang Demam Sederhana
Adalah kejang yang terjadi pada umur antara 6 bulan s/d 4 tahun, lama kejang kurang dari 20 menit, kejang bersifat umum, frekwensi kejang kurang dari 4x/tahun, kejang timbul dalam 16 jam sesudah kenaikan suhu.

PATOFISIOLOGI KEJANG

Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme. sel
Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut ‘Potensial Membran Sel Neuron’.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh:
1.Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2.Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
3.Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%.
Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C sudah terjadi kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40 C.
Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah.

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan enrgi ontuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat.
Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian di atas adalah factor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada kejang yang lama.
Factor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular dan udem otak serta kerusakan sel neuron.
Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

MANIFESTASI KLINIK

Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar sistem saraf pusat, misalnya karena Tonsillitis, Bronchitis atau Otitis Media Akut.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-klonik, fokal atau akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.

Living Stone membagi kriteria kejang menjadi 2, yaitu:
1.Kejang Demam Sederhana / KDS
2.Epilepsi yang Diprovokasi oleh Demam

Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ditegakkan apabila kejang tidak memenuhi salah satu atau lebih kriteria KDS. Kejang pada Epilepsi adalah merupakan dasar kelainan, sedang demam adalah faktor pencetus terjadinya serangan.

DEFERENSIAL DIAGNOSA

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipertimbangkan apakah penyebabnya dari luar atau dari dalam susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, seperti: Meningitis, Encephalitis, atau Abses otak.
Sesudahnya baru difikirkan kemungkinan KDS atau Epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

PROGNOSA

1.Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian.
Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.

2.Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.

3.Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari Epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :

a.riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c.kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.

4.Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas.
Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.

5.Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.




PENANGGULANGAN

Dalam penanggulangan KDS ada 4 faktor yang harus dikerjakan, yaitu :
A.Memberantas kejang secepat mungkin.
B.Pengobatan penunjang.
C.Memberikan obat maintenance.
D.Mencari dan mengobati faktor penyebab/causatif.

A. Memberantas kejang secepat mungkin

1.Apabila penderita datang dalam keadaan kejang, segera diberikan Diazepam injeksi intravena secara perlahan dengan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.
Dosis sebaiknya diberikan berdasarkan berat badan :
BB < 10 kg : 0,5-0,75 mg/kgBB
BB 10-20 kg : 0,5 kg/BB
BB > 20 kg : 0,3 kg/BB
Dosis rata-rata biasanya adalah 0,3 kg/BB per pemberian.
Setelah suntikan pertama, ditunggu 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan intravena kedua dengan dosis yang sama. Apabila 15 menit setelah suntikan kedua masih terdapat kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama tetapi dengan cara intramuskular.
Bila kejang tetap tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit, maka diberikan Fenobarbital atau Paraldehid secara intravena.
Perlu diperhatikan efek samping dari Diazepam, yaitu : mengantuk, hipotensi dan menekan pusat pernafasan.
Efek samping hipotensi dan penekanan pusat pernafasan terutama terjadi, apabila anak sebelumnya sudah mendapat Fenobarbital.

2.Pemberian Diazepam secara intravena pada anak yang kejang sering kali menyulitkan. Cara yang mudah dan sederhana yaitu melalui rectum dengan dosis :
BB < 10 Kg : 5 mg
BB > 10 Kg : 10 mg
Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama dapat diberikan lagi setelah ditunggu 15 menit dengan dosis yang sama. Dan bila kejang tetap tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit maka diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3 mg/Kg BB.

3.Apabila Diazepam tidak tersedia, dapat diberikan Fenobarbital secara intramuskular dengan dosis awal :
Neonatus : 30 mg/kali
1 s/d 12 bulan : 50 mg/kali
> 12 bulan : 75 mg/kali.
Bila kejang tidak berhenti setelah ditunggu 15 menit, suntikan Fenobarbital dapat diulang dengan dosis :
Neonatus : 15 mg/kali
1 s/d 12 bulan : 30 mg/kali
> 12 bulan : 50 mg/kali.
Pemberian Fenobarbital akan memberikan hasil lebih baik bila diberikan dengan cara intravena dengan dosis 5 mg/Kg BB, dan kecepatan 30 mg/menit.

4.Difenil hidantoin deberikan untuk menanggulangi status konvulsi tanpa mengganggu kesadaran dan menekan pusat pernafasan, tetapi mengganggu frekwensi dan ritme jantung. Dosis yang dianjurkan adalah : 18 mg/KgBB dalam infus, dengan kecepatan 50 mg/menit.

5.Bila kejang tidak bisa dihentikan dengan obat-obatan di atas maka sebaiknya penderita dirawat di ruang ICU untuk diberi anestesi umum dengan theophental.

B.Pengobatan penunjang

Penderita sebaiknya dibebaskan dari semua pakaian, posisi kepala miring yaitu untuk menghindari aspirasi. Jika diperlukan dapat dipasang intubasi bahkan trachectomi.
Penghisapan lendir dilakukan secara teratur, juga diberikan oksigenasi yang memadai.
Cairan intravena diberikan dengan monitor kelainan metabolik dan elektrolit.
Bila ada kenaikan tekanan intrakranial jangan diberikan Natrium dengan kadar yang tinggi.
Bila suhu masih tinggi diberikan kompres es atau alkohol.
Obat untuk hibernasi adalah Klorpromazin 2-4 mg/KgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis, atau Prometasin 4-6mg/Kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Untuk mencegah udem otak diberikan kortikosteroid, misal: Kortison 20-30 mg/Kg BB dibagi dalam 3 dosis, atau Dexamethason 1 ampul setiap jam.
Awasi secara ketat fungsi vital seperti: kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung.

C.Memberikan obat maintenance

Setelah kejang dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah dengan pengobatan maintenance yaitu pemberian antiepileptik dengan daya kerja lama, seperti Fenobarbital atau Difenyl hidantoin.
Dosis Fenobarbital:
dosis awal (hari 1 dan 2) : 8-10 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis
hari berikutnya : 4-5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis.
Selama keadaan belum memungkinkan, antikonvulsi dapat diberikan secara suntikan.
Pengobatan maintenance merupakan upaya profilaksis, yang terbagi dalam :

1.Profilaksis Maintenance

Tujuannya adalah untuk mencegah berulangnya kejang dikemudian hari.
Bila demam, kepada penderita diberikan formula antikonvulsi dan antipiretik.
Pada awalnya pemberian antikonvulsan dan antipiretik dianggap kurang tepat, karena biasanya kejang pada KDS muncul dalam 16 pertama setelah anak demam, tetapi kenyataan membuktikan bahwa pemberian Fenobarbital dapat mencegah kejang.
Pemberian profilaksis maintenance sebaiknya sampai anak berumur 4 tahun, di mana kemungkinan anak menderita KDS sangat kecil.

2.Profilaksis Jangka Panjang

Profilaksis jangka panjang ditujukan untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik di dalam darah stabil dan cukup, guna mencegah berulangnya kejang di kemudian hari.
Diberikan pada keadaan :
a.Epilepsi yang diprofokasi demam
b.Semua KDS dengan ciri sbb:
terdapat gangguan perkembangan syaraf seperti: cerebral palsy, retardasi perkembangan dan mikrosefali
bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau terdapat kelainan syaraf yang bersifat sementara atau menetap
bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung
pada kasus tertentu yang dianggap perlu, yaitu bila kadang-kadang terdapat kejang berulang atau kejang demam pada bayi di bawah 12 bulan.

Obat yang diberikan berupa :
a.Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari.
Efek samping pemakaian jangka panjang : hiperaktif, perubahan siklus tidur, gangguan kognitif, dan gangguan fungsi luhur.
b.Asam Valproat (Epilim, Depkene)
Dapat menurunkan resiko terulangnya kejang dengan memuaskan bahkan lebih baik dibanding dengan Fenobarbital.
Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.
Efek samping : mual, hepatotoxis dan pancreatitis.
c.Fenitoin (Dilantin)
Diberikan kepada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan hiperaktif.


Antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini diberikan sekurang-kurangnya selama 3 tahun. Penghentian pengobatan harus dilakukan dengan cara tapering off, dalam waktu 3-6 bulan guna menghindari rebound fenomena.

D.Mencari dan mengobati faktor penyebab/causatif.

Penyebab dari kejang demam baik KDS maupun Epilepsi yang diprovokasi demam biasanya adalah infeksi pada traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan adequat akan sangat berguna untuk menurunkan demam, yang pada gilirannya akan menurunkan resiko terjadinya kejang.
Secara akademis, anak yang datang dengan kejang demam pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan punksi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi di otak maupun meningitis.
Selanjutnya apabila menghadapi anak dengan kejang yang berlangsung lama diperlukan pemeriksaan :
Punksi lumbal, darah lengkap, glukosa, elektrolit: K,Mg,Ca,Na Nitrogen darah dan fungsi hati.
Pemeriksaan foto kranium, EEG, Brain Scan, Computerized Tomografi, Pneumo Encephalografi, dan Arteriografi.




DAFTAR KEPUSTAKAAN

1.Bray.P.F. Neurology in Pediatrics, Yearb.Med.Publish.Inc.1969.
2.Faero,O; Kastrup,KW ; Nielsen,EL ; Melchior and Thorn, I : Sucessful Prophylaxis of Febrile Convulsions with Phenobarbital Epilepsia 13 : 279-285, 1972.
3.Falconer, M.A ; Serafetinides, E.A ; and Corsellis J.A.A : Etiology and Pathogenesis of Temporal Lobe Epilepsy. Arch. Neurol. 10 : 233-248, 1964.
4.Fridreichsen, C and Melchior.J : Febrile Convulsion in Children Their Frequency and Prognosis. Acta Paeditric Scand (supp 100) 43 : 307-317, 1964.
5.Kaspan, M.F ; Ismudiyanto ; Yardana I.N ; Sugiyanto S. ; Atmaji D. ; dan Ranuh G : Penggunaan Diazepam Per Rectal Pada Anak Dengan Kejang. Diajukan pada KONIKA V, Medan 1981.
6.Livingston, S : The Diagnosis and Treatment of Convulsive Disorders in Children. Charles C. Thomas, Springfield.ILL, 1954.
7.Lumban Tobing, S.M. dan Ismael S. : Pengobatan Status Convulsivus pada Anak dengan Diazepam. Maj.Kedokteran Indonesia, 20 : 182-187, 1970.
8.Lumban Tobing, S.M. : Febrile Convulsions, Tesis. Jakarta 1975.