Minggu, 05 September 2010

judulnya?

Ketika membaca novel Negeri 5 Menara, aku terhenti pada halaman dimana syair taubat Abu Nawas yang tertulis rapi dalam dua lembar salah satu bab novel ini. Memang sebelumnya aku sudah sering melantunkan syair ini. Namun baru kali ini hati terhenyak merasakan betapa dalam makna syair gubahan Si Abu Nawas yang lebih kita kenal sebagai “penghibur” Sultan Harun Arrasyid.
Ilahi lastu lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi,
Fainnaka ghafirudz-dzanbil ‘adzimi..
Dzunubi mitslu a’daadir-rimali,
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa ‘umri naqishu fi kulli yaumi,
Wa dzanbi zaaidun kaifahtimali,
Ilahi ‘abdukal ‘aashi ataak,
Muqirron bi dzunubi Wa qad di’aaka
Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narju siwaaka
Yang artinya kurang lebih seperti ini :
Wahai Tuhanku…aku sebetulnya tak layak masuk surgaMu,
Tapi…aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMu,
Karena itu mohon terima taubatku ampunkan dosaku,
Sesungguhnya Engkaulah maha pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir
Maka berilah ampunan oh Tuhanku yang Maha Agung
Setiap hari umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku terus menggunung,
Bagaimana aku menanggungkannya
Wahai Tuhan,hambamu yang pendosa ini
Datang bersimpuh kehadapanMu
Mengakui segala dosaku
Mengadu dan memohon kepadaMu
Kalau Engkau ampuni itu karena Engkau sajalah
Yang bisa mengampun
Tapi kalau tolak, kepada siapa lagi kami mohon ampun
Selain kepada Mu?
Tak bermaksud apa-apa hanya hamba yang dhaif ini ingat akan pesan dari Al-Quran surat Al-‘Ashr yang menasihatkan kita untuk saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Wallohu a’lam.