Jumat, 18 Juli 2008

TUBERKULOSIS MILIER

Beberapa bulan setelah terbentuknya komplek primer, basil tuberkulosis menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran ini jarang menyebabkan sakit.
Pada Tuberkulosis Milier sebagai perkembangan penyakit, terjadi penyebaran hematogen ke seluruh tubuh. Penyebaran ini menyebabkan orang menjadi sakit. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi primer.
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm.
Tuberkulosis jenis ini bisa terjadi pada semua golongan umur, namun sebagian besar penderita berumur kurang dari 5 tahun.

PATOGENESIS

Pada anak dan orang dewasa, Tuberkulosis Milier terjadi bila fokus di paru pecah dan masuk ke dalam arteri atau vena sehingga terjadi bakterimia. Kuman penyebab penyakit kronis seperti tuberkulosa ini sering menyebabkan berbagai macam reaksi imunologi, yang akibatnya bisa lebih parah dari pada akibat erosif kuman. Dalam hal tuberkulosis terbentuk granuloma-granuloma yang berbatas tegas oleh sifat kronis penyakit tuberkulosis dan reaksi imunologik penderita.
Apabila bakteri pirogen memasuki pembuluh darah, artinya terjadi septisemia. Maka reaksi antara septisemia dan reaksi imunologik ini menentukan apakah nantinya tanda dan gejala penyakit akan menjadi ringan atau berat. Begitu pula dengan prognosisnya baik atau buruk, serta apakah penyebaran basil tuberkulosis terkendali atau tidak.

GAMBARAN KLINIS

Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Gejala bisa berupa : febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik sampai 40 C dan berlangsung lama adalah gejala yang paling sering dijumpai.
Di negara berkembang TBC milier harus dicurigai, bila setelah menderita campak, batuk rejan atau infeksi interkuren lainnya, anak sakit-sakitan dan berat badanya menurun. Walaupun terdapat febris, penderita TBC Milier biasanya tidak tampak sakit berat. Batuk biasanya tidak ada atau ringan saja. Sesak nafas dan sianosis mungkin dijumpai pada kasus yang berat.
Pada pemeriksaan paru sering tidak didapatkan kelainan. Krepitasi mungkin terdengar bila anak disuruh bernafas dalam. Limpa biasanya membesar, sedang hepar tidak selalu. Pemeriksaan funduskopi mata sering menunjukkan gejala patognomonik pada sebagian besar kasus, yaitu ditemukannya tuberkel koroid. Dan pada sebagian penderita bisa ditemukan tanda-tanda meningitis.




PEMERIKSAAN DARAH

Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC Milier. Laju enap darah tidak informatif. Anemia biasanya ringan, namun pada kasus lama dan berat mungkin dijumpai anemia berat. Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan monositosis.
Dalam pemeriksaan sumsum tulang didapatkan tuberkel-tuberkel dan gambaran darah tepi dapat menyerupai leukemia berupa leukositosis dan lekosit-lekosit muda, anemia leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas.
Kadang-kadang terdapat gambaran hematologik anemia aplastik berupa pansitopenia.

TES TUBERKULIN (MANTOUX)

Hasil tes tuberkulin biasanya positif kuat. Pada sebagian penderita mungkin positif lemah bahkan negatif. Tetapi bila diulang satu bulan kemudian setelah mendapatkan pengobatan, praktis semua berubah menjadi positif.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu dijumpai pada kasus TBC Milier. Oleh karenanya gambaran radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier. Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan oleh :

- fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan tidak terjadinya infiltrat di paru.
- ukuran infiltrat yang sangat kecil.
- atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.

Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah 1-4 minggu.

Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran badai salju. Infiltrat-infiltrat yang halus berukuran beberapa mm, tersebar di kedua lapangan pandang paru. Namun perlu diketahui bahwa gambaran badai salju juga bisa ditemukan pada kasus lain seperti : fungosis paru, sarkoidosis, hemosiderosis, dan histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa berupa lesi paru yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau linfadenopati hilus.
Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura, penebalan pleura dan kavitasi. Pada anak biasanya didapat gambaran campuran.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SPESIFIK

Dari uraian di atas terlukis sulitnya menegakkan diagnosa TBC Milier, dan lebih sulit lagi bila anak sudah mendapatkan vaksinasi BCG, karena:
- Vaksinasi BCG merubah reaksi imunologi penderita.
- Vaksinasi BCG mengurangi nilai diagnosa tes tuberkulin.




Pemeriksaan diagnostik spesifik berupa :

1. Pemeriksaan BTA sputum
Hanya 75 % kasus TBC Milier positif dalam pemeriksaan BTA sputum.

2. Pemeriksaan bilasan lambung
Karena sulitnya mendapatkan sputum pada bayi dan anak, maka bisa dilakukan pemeriksaan bilasan lambung. Dalam hal ini ternyata hanya ditemukan 34,8 – 56 % yang positif.

3. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
TBC Milier sering disertai Meningitis yang kadang-kadang asimtomatik, oleh karenanya perlu dipertimbangkan punksi lumbal untuk memeriksa cairan cerebrospinal.
Gambaran yang didapat adalah : pleiositosis, kadar glukosa rendah dan atau kadar protein yang tinggi. Hasil biakan positif hanya didapat pada 18,2 % kasus.

4. Pemeriksaan biopsi
Angka positif tergantung dari jaringan yang didapat. Hanya 60 % kasus positif dari pemeriksaan kelenjar limfa dengan granuloma yang mengeju dan yang tidak mengeju.

DIAGNOSA

Diagnosa ditegakkan bila memenuhi kriteri minimal :
1. Anamnesa : ada riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa dan aktif.
2. Mantoux test positif.
3. Ditemukan TBC extra paru.

PENGOBATAN

Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TBC Milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa baik yang bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu :

1. Isoniasid (H)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama, yaitu : 10 mg/kg BB.

3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis intermiten 35 mg/kg BB.

4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu : 15 mg/kg BB.

5. Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis intermiten : 30 mg/kg BB.


Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yaitu :

1. Tahap Intensif :
Pada tahap ini kombinasi obat diberikan setiap hari selama 60 - 90 hari minum obat.

2. Tahap Lanjutan:
Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5 bulan dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu)

Paduan Obat yang ada di Indonesia adalah :

1. Katagori I

- Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).
- Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan (3x/minggu), dengan paduan sbb: Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita baru TBC Paru BTA positif
b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif sakit berat.
c. Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Katagori II

- Tahap Intensif, selama 90 hari, terdiri dari :
• 60 hari dengan paduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) serta suntikan Streptomisin (S)
• 30 hari dengan paduan seperti di atas minus suntikan Streptomisin (S).
- Tahap Lanjutan, selama 66 hari minum obat dalam 5 bulan (3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Etambutol (E).

Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita kambuh (relaps).
b. Penderita gagal dengan pengobatan sebelumnya (failure).
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

3. Katagori III

- Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan Pirasinamid (Z)
- Tahap Lanjutan, 54 hari minum obat dalam 4 bulan (3x/minggu) dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita baru TBC Paru BTA negatif, rontgen positif sakit ringan.
b. Penderita TBC ekstra paru ringan.

4. Obat Sisipan

Obat ini diberikan kepada penderita yang mendapat pengobatan Katagori I atau Katagori II, dimana pada akhir pengobatan fase intensif hasil pemeriksaan BTA masih positif.
Obat fase sisipan diberikan setiap hari selama 30 hari dengan perpaduan obat : Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).
TBC Milier bersama dengan :

- TBC dengan Meningitis,
- TBC Pleuritis Eksudatif,
- TBC Parikarditis Konstriktif,

direkomendasikan untuk mendapat pengobatan dengan :

1. Katagori I dan
2. Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.


PROGNOSA

Prognosa kesembuhan TBC Milier, setelah ditemukannya obat anti TBC mengalami perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan tidak teratur dalam berobat.


DAFTAR RUJUKAN

1. Bottiger LE, Nordenstam, I.E Wester, P.O. : Disseminated Tuberculosis as a Cause of Obscure Origin. Lancet, 1 : 19, 1962.
2. Chapman, C.B. and Whorton, C.M. : Acute Generalized Milliary Tuberculosis Adult. A Clinicopathological Study Based on Sixty Three Cases Diagnosed at Autopsy. New Engl.J.Med, 235 : 239, 1946.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2002.
4. Gelb,a.F. Leffler, C. Brewin, A. Mascatello, V. and Lyons, H.A. : Consumption Coagulopathi in Milliary Tuberculosis. Ann. Intern.Med. 71 : 775, 1969.
5. Munt, P.W. : Milliary Tuberculosis in the Chemotherapy Era : With a Clinical Review in 69 American Adult. Medicine, 51 : 139, 1972.