Minggu, 23 Maret 2008

TRAUMA THORAX (TRAUMA DADA) - Bagian I

Pendahuluan Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks (12.8%)
Pengelolaan trauma toraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengelolaan trauma pada umumnya yakni pengelolaan jalan nafas, pemberian ventilasi dan kontrol hemodinamik .
Patofisiologi trauma tumpul toraks
Ada 3 mekanisme pada trauma tumpul toraks :

  • Trauma ledakan : Ada semacam gelombang udara dengan suatu tekanan kuat yang akan merusak/merobek jaringan, seperti trakhea dan bronkhus dan diafragma
  • Trauma deselerasi : Tubuh yang sedang bergerak menabrak sesuatu obyek yang diam, tapi struktur yang berada didalam toraks terus bergerak. Terjadi ruptur aorta.
  • Trauma kompresi :Tubuh tertekan pada suatu obyek yang keras. Terjadi fraktur kosta, sternum dan kerusakan organ intra torakal.
Trauma deselerasi sering terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor atau korban yang terjatuh dari ketinggian.
Trauma kompresi akibat benturan benda tumpul pada toraks akan menyebabkan kerusakan yang sifatnya terlokalisir, seperti fraktur kosta, sternum atau scapula yang seringkali disertai cedera pada organ intra torakal . Bila gaya kompresi tersebut berasal dari sisi anterior-posterior, bisa menyebabkan fraktur kosta dibagian lateral, sedangkan gaya yang berasal dari lateral bisa mengakibatkan terjadinya dislokasi sterno klavikula atau fraktur klavikula. Selain itu faktor usia juga memegang peranan yang cukup penting, pada penderita dewasa akan lebih mudah terjadi fraktur akibat adanya kalsifikasi dan osteoporosis. Sedangkan pada anak masih banyak tulang rawan yang dapat menyerap benturan, sehingga jarang ditemukan fraktur kosta pada trauma tumpul toraks. Rongga toraks dibentuk oleh 2 struktur penting, yakni bagian yang keras/kaku yang membentuk ruangan di rongga toraks, dibentuk oleh tulang tulang seperti kosta, klavikula dan sternum, sedangkan bagian lain adalah otot pernafasan yang berada disekeliling rongga toraks. Secara anatomis dan fisiologis, toraks memegang peranan penting dalam melindungi serta bertanggung jawab terhadap mekanisme kerja paru dan jantung yang penting untuk dapat menjamin suplai darah dan oksigen keseluruh jaringan tubuh.
Bila terjadi trauma dari salah satu atau kombinasi dari ketiga gaya / mekanisme diatas, maka akan menimbulkan ketimpangan metabolisme pada jaringan tubuh.
Trauma toraks dapat menyebabkan 2 kelainan yang serius : 1). Kegagalan nafas sebagai akibat dari terjadinya pneumotoraks, tension pneumotorak, open pneumotoraks, flail chest dan kontusio pulmonum, 2). Syok perdarahan sebagai akibat dari terjadinya hematotoraks dan hemomediastinum

Trauma toraks sering mengakibatkan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Hipoksia disebabkan oleh adanya perubahan tekanan intra pleura yang sering menyertai trauma toraks. Sedangkan keadaan hiperkarbia sering disebabkan oleh gangguan ventilasi serta adanya gangguan kesadaran yang seringkali menyertai penderita dengan trauma tumpul toraks. Sedangkan keadaan metabolik asidosis pada penderita dengan trauma tumpul toraks terjadi akibat adanya hipoperfusi jaringan.
Prinsip dasar pemeriksaan dan pengelolaan
Survei primer (Resusitasi fungsi vital, Survei sekunder, Perawatan definitif)
Hipoksia adalah keadaan yang sangat serius pada setiap trauma toraks, jadi semua tindakan awal ditujukan untuk mencegah dan mengkoreksi hipoksia.
Keadaan yang mengancam jiwa pada trauma toraks harus cepat dilakukan tindakan pertolongan dengan cara yang sesederhana mungkin
Mayoritas tindakan pertolongan yang dikerjakan pada trauma toraks adalah dengan cara kontrol jalan nafas, pemasangan toraks drain dan pemasangan jarum torakostomi.
Survei sekunder lebih ditekankan pada anamnesa trauma dan pemeriksaan yang lebih detil untuk mengetahui adanya cedera yang spesifik

Diagnostik
  1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik : Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
  2. Pemeriksaan foto toraks : Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
  3. CT Scan : Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi
  4. Ekhokardiografi : Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
  5. Elektrokardiografi : Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
  6. Angiografi : Adalah ‘Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
Therapi.... (bersambung)