Minggu, 12 Agustus 2007

Perforasi Intestinal

Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan dalam bidang bedah dimana terjadinya ruptur dinding intestinal1

Perforasi intestinal dapat dibagi menjadi:
1. Perforasi non trauma, misalnya pada ulkus peptik, tifoid dan apendisitis.
2. Perforasi oleh trauma (tajam dan tumpul)2.

Pada orang dewasa perforasi ulkus peptik merupakan penyebab kesakitan dan kematian umum selama sekitar 30 tahun yang lalu. Sedangkan perforasi ulkus duodenum terjadi 2-3 kali lipat dari perforasi ulkus gaster, sepertiga dari perforasi ulkus gaster mengarah ke carcinoma.3


Perforasi usus karena demam typhoid merupakan komplikasi yang serius dan menjadi perhatian bagi ahli bedah diseluruh dunia, hal ini dikarenakan demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan umum pada Negara-negara berkembang, di Nigeria 9,2% dari pasien typhoid berkembang menjadi perforasi.4

Appendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi.2 Apabila diagnosis dari appendicitis terlambat bisa menyebabkan komplikasi yaitu perforasi, pada suatu penelitian di Belanda ditemukan pada pasien dengan appendicitis yang didiagnosis terlambat mengalami perforasi sebanyak 71%5. pada anak-anak dibawah 2 tahun appendicitis terdiagnosis setelah terjadinya perforasi.6

Perforasi intestinal dapat terjadi karena trauma abdomen, hal ini dikarenakan meningkatkatnya kecelakaan lalu lintas dan tindakan kekerasan, frekuensi trauma perut pun meningkat. Perut merupakan bagian yang sering terkena trauma. Luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut. Penatalaksanaan trauma perut sampai sekarang masih merupakan bahan diskusi dalam ilmu bedah, dari tindakan yang konservatif sampai tindakan yang radikal.7 Pada anak-anak perforasi intestinal sebanyak 5-14% disebabkan oleh trauma tumpul karena kecelakaan sepeda . Diagnosis kadang terlambat dikarenakan biasanya tidak berhubungan dengan kehilangan darah banyak.8

Selain hal-hal tersebut banyak penyakit-penyakit yang menyebabkan komplikasi perforasi, diantaranya: intusepsi, toksik megakolon, enterocolitis necrotizing, anomaly anorektal, obstruksi usus, dan lain sebagainya.


A. Pengertian.
Perforasi intestinal terjadi ketika dinding gaster, usus kecil dan usus besar menjadi berlubang sehingga menyebabkan isinya masuk kedalam cavitas abdomen. Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan. 9

B. Etiologi
1. Trauma abdomen

  • Trauma tembus yaitu trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Di RSCM trauma tembus mencapai 65%.7
  • Trauma tumpul yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.7


2. Aspirin, NSAID, dan steroid10. Penggunaan aspirin merupakan factor resiko mayor kompikasi saluran gastrointestinal atas11. Penggunaan steroid pada terapi lymphoma menyebabkan perforasi intestinal spontan12. Perforasi intestinal ini terutama terdapat pada pasien orang tua. 10

3. Faktor predisposisi: ulkus peptic, appendicitis akut, diverticulitis akut, dan inflamasi divertikulum meckel10.

4. Appendisitis akut. Perforasi terjadi pada bayi dan pada usia lanjut, selama periode itu angka mortalitasnya paling tinggi13. Kondisi ini masih merupakan salah satu penyebab umum perforasi pada orang tua dengan prognosis yan jelek. 10

5. Cedera usus yang berhubungan dengan endoskopi: cedera dapat terjadi dengan ERCP dan kolonoskopi. 10

6. Komplikasi laparoskopi. Faktor predisposisi terhadap kondisi ini adalah :obesitas, hamil, inflamasi usus akut atau kronis dan obstruksi usus. 10

7. Infeksi bakteri (misalnya typhoid) dapat mengakibatkan kompilikasi perforasi intestinal pada 5% pasien. 10
8. Penyakit inflamasi usus10
9. Sekunder akibat ischemia intestinal10
10. Benda asing10

B. Diagnosis
1. Anamnesis
Suatu anamnesis yang teliti dapat memperkirakan penyebab perforasi, selanjutnya dapat di konfirmasi dengan pemeriksaan fisik dan penunjang. 10 Dalam anamnesis bisa ditemukan:

  • Riwayat trauma tumpul atau tembus dada bagian bawah atau abdomen10
  • Riwayat minum aspirin, NSAID, steroid, terutama pada orang tua10
  • Nyeri abdomen, menanyakan dengan seksama terhadap pasien tentang onset, lokasi, durasi, karakteristik, kondisi yang memperburuk, kondisi yang memperingan dan gejala lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen. 10
  • Nyeri abdomen hebat tiba-tiba setelah makan, terasa yeri pada bahu (tanda kerr), riwayat gastritis, muntah kadang-kadang kemungkinan perforasi ulkus peptic.7
  • Pada orang tua, dapat disebabkan oleh perforasi diverticulitis atau rupture appendicitis akut jika lokasi nyeri berda di abdomen bawah. Kurang lebih 30-40% pasien orang tua dengan nyeri abdomen setelah 48 jam berkembang appendicitis akut. 10
  • Pada orang muda, nyeri di abdomen kuadran bawah kemungkinan perforasi appendicitis. Appendisitis akut dengan perforasi berhubungan dengan periode perjalanan penyakit beberapa jam. Nyeri umumnya berlokasi di kuadran kanan bawah abdomen, kecuali kalau berkembang menjadi peritonitis. 10

d.Muntah, pada pasien perforasi ulkus peptic tidak umum tetapi sering pada pasien kholesistitis akut. Pada pasien appendicitis nyeri mendahului periode muntah 3-4 jam sebelumnya. 10
e. Cegukan, gejala yang muncul terlambat pada pasien perforasi ulkus peptic. 10

2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital: menilai tanda vital untuk mengetahui perubahan hemodinamik. 10
b. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi: memeriksa dinding abdomen adakah tanda-tanda cedera, abrasi atau ekimosis. Observasi pola pernapasan pasien dan pergerakan abdomen, adakah distensi atau discolorisasi abdomen. Pada pasien perforasi ulkus peptik, pasien berbaring dengan sedikit bergerak, kaki ditekuk dan abdomen seperti papan (boardlike) 10, tanda-tanda peritonitis jelas, dinding perut yang tegang dan kaku, pernapasan yang dangkal, takikardi, suhu normal, tanda-tanda udara bebas intraperitoneal. Adanya jejas pada dinding perut dapat kemungkinan adanya trauma perut7.
2. Auskultasi: suara usus biasanya hilang pada peritonitis umum10
3. Perkusi: Mengecil atau menghilangnya pekak hati yang merupakan tanda klinis pneumoperitoneum, merupakan gejala patognomonik pada perforasi intestinal. 2
4. Palpasi: Palpasi dengan hati-hati, adakah massa atau nyeri tekan. Takikardi, demam, dan nyeri tekan abdomen umum mengindikasikan peritonitis10. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan dinding perut dikarenakan terdapatnya darah atau cairan usus yang memberikan rangsangan peritoneum.7
c. Pemeriksaan rectum: adanya darah menunjukkan adanya kelainan pada kolon, kuldosintesis kemungkinan adanya darah dalam lambung7.

C. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Leukositosis, mengindikasikan terjadi infeksi10
b. Kultur darah untuk organisme aerob dan anaerob10
2. Radiologi
a. Posisi tegak abdomen adalah langkah tepat mendiagnosis pasien dengan riwayat dan gejala klinis perforasi usus. Tetapi, pada 30% pasien tidak ditemukan udara bebas. 10
b. Posisi terlentang dan tegak abdomen merupakan langkah awal untuk mendiagnosis pasien dengan riwayat dan gejala klinis mengarah ke perforasi usus10. Hal-hal yang dapat ditemukan:
1. Udara bebas subdiafragma. Jika jumlah udaranya banyak dapat ditunjukkan dengan poto abdomen terlentang dan permukaan dalam dan luar dari permukaan dinding abdomen dapat dengan jelas dibedakan. 10
2. Ligamentum falciparum tampak: ligamentum tampak sebagai struktur obliq dari kuadran kanan atas sampai dengan umbilicus, terutama ketika gas banyak terdapat pada sisi lain ligamentum. 10
3. Air-fluid level (udara bebas): mengindikasikan terjadinya hydropneumoperitoneum atau pyopneumoperitoneum pada posisi tegak abdomen. 10
3. Ultrasonography
a. Udara terlokalisaki yang berhubungan dengan perforsi usus dapat dideteksi, terutama jika berhubungan dengan abnormalitas sonography. 10
b. Lokasi perforasi usus dapat dideteksi 10
c. USG abdomen dapat mengevaluasi hepar, spleen, pancreas, ginjal, ovarium, adrenal dan uterus. 10
4. CT Scan Abdomen
a. CT scan dapat memberikan bukti perforasi misalnya perforasi ulkus duodenal dengan kebocoran pada kandung kemih dan panggul kanan dengan atau tanpa udara bebas nyata. 10
b. Menunujukkan perubahan inflamasi pada jaringan lunak dan abses fokal divertikulosis10


F. Diagnosa banding
1. Ulkus peptic
2. Gastritis
3. Pankreatitis akut
4. Kholesistitis
5. Gastroenteritis akut
6. Endometriosis
7. Torsi ovari
8. Pelvic Inflamantory Disease
9. Salpingitis akut
10. Appendisitis akut
11. Diverticulum meckel
12. Demam typhoid
13. Kolitis ischemic
14. Chron disease
15. Inflamantory bowel disease
16. Kolitis
17. Konstipasi


I. Penatalaksanaan
1. Terapi utama perforasi adalah pembedahan10. Untuk perawatan medis darurat mencakup:
a. Pemasangan pipa lambung untuk dekompresi dan pengisapan cairan lambung, mencegah kontaminasi lebih lanjut rongga peritoneum oleh cairan lambung7.
b. Akses intravena dan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan dehidrasi dan septicemia10
c. Tidak memberikan apapun lewat mulut10
d. Pemberian antibiotic intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Antibiotik mencakup organisme aerob dan anaerob. Tujuan dari terapi antibiotic adalah membasmi infeksi dan meminimalisir komplikasi post operasi10.
e. Akan tetapi jika gejala dan tanda-tanda peritonitis general tidak ada, terapi non operative dapat dilakukan dengan antibiotic terhadap bakteri gram negative dan positif10.
2. Terapi pembedahan: Tujuan dari terapi pembedahan adalah
a. Memperbaiki masalah dasar anatomi10
b. Memperbaiki penyebab peritonitis10
c. Mengeluarkan benda asing dikavitas peritoneum yang menghambat sel darah putih dan memacu pertumbuhan bakteri. (feses, makanan, empedu, sekresi gastic atau intestinal, darah) 10.
3. Tindakan preoperatif
a. Mengkoreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Pergantian cairan ekstraselular dengan pemberian Hartman solution atau cairan yang komposisinya sama dengan plasma10
b. Monitor tekanan vena sentral penting pada pasien kritis dan orang tua yang mempunyai gangguan kardiovaskular yang dapat kambuh dengan kehilangan banyak cairan10
c. Pemberian antibiotik sistemik10
d. Nasogastric suscion untuk mengosongkan pencernaan dan mengurangi resiko muntah10
e. Kateterisasi urin untuk menilai aliran urin dan pergantian cairan10
f. Pemberian analgesik10
4. Tindakan intraoperatif
Management operative tergantung penyebab perforasi. Melakukan operasi mendesak pada pasien yang tidak respon dengan resulsitasi atau stabilisasi dan pemeliharaan urin adekuat. Semua materi nekrosis dan cairan kontaminasi disingkirkan dan diberikan antibiotik. Dekompresi distensi dengan tuba nasogastric10
5. Tindakan post operasi
a. Terapi intravena untuk memelihara volume intravaskular dan hidrasi pasien . Memonitor dengan tekanan CVP dan urin10
b. Drainase nasogastric sampai dengan drainase menjadi minimal10.
c. Antibiotika10
d. Jika tidak ada perkembangan kondisi pasien 2-3 hari setelah operasi, pertimbangkan hal-hal berikut:
1. Komplikasi terjadi10
2. Super infeksi terjadi pada tempat baru10
3. Dosis antibiotika tidak adekuat10
4. Antibiotik tidak berspektrum luas tidak mencakup organisme gram negatif10

J. Komplikasi
1. Infeksi luka
2. Luka gagal menutup
3. Abses abdominal
4. Kegagalan multiorgan dan shock septik
5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan pH
6. Perdarahan mukosa gastrointestinal
7. Obstruksi intestinal

K. Prognosis
Prognosis tergantung pada proses penyakit dan lamanya terjadi perforasi, biasanya berhasil diperbaiki dengan pembedahan. 10

DAFTAR PUSTAKA

1. INTESTINAL PERFORATION, http://www.medhelp.org/
2. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhana,.WI, Setiowulan., W., “Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid 2, Hal 320-321, Media aesculapius, Jakarta.
3. Azer, SA, Intestinal Perforation”, 2005, emedicine.com
4. Na’aya,.HU, Eni, UE., Chama., “Typhoid Perforation in Maiduguri, Nigeria”, 2004, Annals of African Medicine Vol. 3 No.2; 2004:69-72.
5. Cappendijk VC, Hazebroek FW. The impact of diagnostic delay on the course of acute appendicitis, Arch Dis Child. 2000 Jul;83(1):64-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/utils/lofref.fcgi?PrId=3051&uid=10869003&db=PubMed&url=http://adc.bmjjournals.com/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=10869003
6. WHO
7. Armadsyah, I., ”Abdomen akut” dalam buku kumpulan kuliah ilmu bedah, 1995, Bagian bedah staf pengajar fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Abajo, FJ., Rodriguez, LA, Risk of upper gastrointestinal bleeding and perforation associated with low-dose aspirin as plain and enteric-coated formulations, 2001, BMJ Clinical Pharmacology (2001) 1:1
8. Lam, JPH., Eunson JG., Munro., FD., Orr J., Delayed presentation of handlebar injuries in children, BMJ Volume 332 26 May 2001
9. Gastrointestinal
10. Emedicine
11. Abajo
12. Wada, M., Onda, M., Tokunaga,. Et all, Spontaneus gastrointestinal perforation in patient with lymphoma receiving chemotherapy and steroids, J Nippon Med Sch 1999: 66(1).
13. Harrison buku 4