Senin, 26 Desember 2005

Be Critical with Your O B G Y N

(I have changed the previous title--"Don't be fooled by you OBGYN") Sebelumnya—bagi yang belum paham—OBGYN dibaca o bi ji wai en, seperti membaca abjad dalam bahasa Inggris, adalah kepanjangan dari obstetri ginekologi (kebidanan dan kandungan). Singkatan ini menunjuk pada dokter spesialis obsgin (SpOG), dokter spesialis kebidanan dan kandungan. (Cara penyebutan o bi ji wai en yang mengarah pada SpOG pertama kali kudengar dari episode pertama film seri pemenang Emmy Award 2005, LOST)

So, have we been fooled by them, then? Sekali lagi, supaya tidak dianggap sebagai anti teman sejawat dari obsgin, saya mulai dengan sebuah ilustrasi.

Awalnya bermula dari pertanyaan seorang yang sudah kuanggap sebagai Tante sendiri. Hamil 10 minggu, dilakukan pemeriksaan serologi TORCH, didapatkan positif pada imunoglobulin G (IgG) Rubella dan Toksoplasma dengan nilai tertentu (tidak kuingat). Ia mendatangi dua dokter obsgin pada waktu yang berlainan. Dokter pertama menyarankan minum antibiotika golongan aminoglikosida setelah lewat trimester pertama (14 minggu), dengan indikasi yang menurutku sama sekali tidak jelas. Dokter kedua yang dikunjungi empat minggu sesudahnya menyarankan hal yang sama, ditambah—obat yang sudah kita prediksi—isoprinosine.

Singkatnya, menanggapi hal ini, kulampirkan potongan e-mail-ku untuknya.

TORCH kepanjangan dari Toxoplasma Other infection Rubella Cytomegalovirus and Herpesvirus. Ialah beberapa mikroorganisme yang bila menginfeksi manusia dapat menimbulkan penyakit. Prinsip uji TORCH adalah reaksi ANTIGEN-ANTIBODI. Jadi bila hasil uji positif terhadap salah satu mikroorganisme tadi, artinya PERNAH terjadi infeksi. Misalnya kalau Rubella positif, artinya ANTIGEN Rubella pernah masuk ke tubuh, dan tubuh kita berespon dengan membentuk ANTIBODI terhadap Rubella ini. Maka Rubella-nya positif. Prinsipnya sama dengan IMUNISASI menggunakan kuman yang dilemahkan, polio misalnya. Kuman polio yang dilemahkan masuk ke tubuh kita, maka tubuh akan membentuk antibodi, sehingga bila tubuh terinfeksi polio di masa datang, kita sudah punya antibodi untuk melawannya.

Nah.. dari hasil uji ini, yang dibedakan adalah jenis ANTIBODINYA, apakah IgG atau IgM. IgG menunjukkan pernah terjadi infeksi lama, dan tubuh kita membuat antibodinya. Sedangkan IgM menunjukkan infeksi baru. IgG yang positif dari hasil darah ibu tidak perlu dikhawatirkan. Sedangkan IgM yang positif, dilihat kadarnya seberapa tinggi. Ini pun bisa jadi sesuatu yang tidak membahayakan pula.

Masalahnya, sering terjadi MISINTERPRETASI yang besar mengenai hasil tes ini. Banyak masyarakat, khususnya ibu hamil yang berpandangan, jika uji TORCH mereka ada yang POSITIF, maka janin yang mereka kandung terancam cacat bawaan. Padahal kalau kita paham prinsip antigen-antibodi, tentunya ini adalah pemikiran yang salah ya. Kecuali si Ibu, misalnya benar-benar kena Rubella saat hamil trimester pertama (ada kelainan kulit seperti cacar air). Nah.. kesalahpahaman dan ketakutan ini bisa menjurus pada peresepan obat-obatan macam IMUNOMODULATOR (untuk meningkatkan imunitas/daya tahan tubuh) atau ANTIVIRUS (padahal virusnya udah nggak ada). Salah satu imunomodulator tersering adalah ISOPRINOSIN yang harganya lumayan muahal. Padahal obat jenis ini tidak terbukti khasiatnya dari penelitian. Negara maju sudah tidak menggunakan obat ini. Saya saja sampai susah mencari sumbernya di Google dengan mengetikkan keyword ini.

Saya lampirkan beberapa tulisan yang cukup menjelaskan. Kalau ada yang ingin didiskusikan, please feel free to contact me.

TORCH tests
Certain infections called TORCH ( which stands for TOxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus and Herpes) , may be a cause for a single miscarriage, but are NOT a cause for repeated miscarriages. While a number of specialists will do these tests, and even start treatment based on the results, these tests are not worthwhile for most patients. A positive TORCH test simply means the patient has positive antibody levels against that particular infection. Thus, a positive Toxo IgG test means that the patient has anti-toxoplasmosis antibodies which protect her against a repeat toxoplasmosis infection. This means a positive test is actually a good sign and suggests that the patient is protected against that infection because she has been exposed to that infection in the past. Unfortunately, many doctors do not know how to interpret these results and scare the patient into thinking that the positive test result means she has an active infection which can cause her to miscarry again. In fact, some doctors will even attempt to "treat" the "infection" ! This wastes time and causes needless distress. If your doctor asks you do a TORCH test after a miscarriage, you should refuse and find a better doctor!

Kelanjutan isi e-mail disampaikan di bagian tulisan paling bawah.


Mengapa mengangkat kasus ini? Karena dalam sebuah milis, aku jadi tahu bahwa tidak sedikit ibu hamil yang mengalami salah paham akan uji TORCH ini, dan banyak pula yang mengkonsumsi isoprinosine dalam kehamilannya. Bahkan Prof. Iwan menyebut isoprinosine sebagai obat bohong. Tidak ada kegunaannya sama sekali. Termasuk anjuran yang diberikan bagi ‘Tante’-ku ini. Lalu dengan antibiotika golongan aminoglikosidanya? Apa indikasinya? Memangnya ada infeksi bakteri dalam tubuhnya? Mungkin nilai hitung leukosit-nya tinggi. Tapi ini tidak bisa jadi patokan sama sekali jika klinis baik. Hitung leukosit dan laju endap darah meningkat pada kehamilan normal. Ini dibuktikan sendiri pada rekan kerjaku yang melahirkan bayinya sama sekali tanpa masalah.

Dalam sebuah panduan yang cukup baik, dijelaskan bahwa bagi seorang wanita yang belum pernah hamil sebelumnya, cukup mengadakan kunjungan sebanyak sepuluh kali ke dokter obsginnya, dan wanita yang pernah melahirkan dengan cukup tujuh kunjungan, semuanya pada kasus biasa (bukan kasus khusus), lengkap dengan rincian pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan dokter.

Tentu saja ini akan sangat cost effective, dan edukatif bagi si konsumen kesehatan. Pasien tidak sekedar merasa menjadi objek dokternya saja, tetapi juga menjadi subjek kesehatan, mitra kesehatan sang dokter, karena merasa cukup jelas dengan perlakuan dokter terhadap dirinya. Tidak asal nrimo saja.

But.. ehem, not all doctors, especially here in Indonesia where most of the health services are one-way-pattern (doctor-to-patient-only), like this ‘style’. Bisa mengurangi penghasilan. Huehehe.

Ini ga nyambung, hanya teringat dengan pengalaman waktu stase obsgin di IGD RSCM lantai 3 pas tingkat IV dan VI. Anggap aja ending story.

Wanita itu terbaring pasrah di meja pemeriksaan. Baru saja ia tiba di IGD Kebidanan dengan keluhan ‘air-air’-nya keluar beberapa jam sebelumnya, berwarna hijau tua. Ketubannya pecah. The water broke. Hamil anak pertama, posisi lintang, denyut jantung bayi mulai melambat. Gawat janin! Indikasi sectio caesaria cito. Harus segera dioperasi untuk mengeluarkan bayinya.

Persiapkan masuk kamar operasi yang steril. Lepas semua pakaiannya! Ya, lepaskan pakaiannya, ganti dengan pakaian kamar operasi. Harus dilakukan segera, sambil memasang selang infus, kateter, oksigen. Tapi harus dilepas di sini?! Di tengah kerumunan tiga orang residen obsgin, dua orang ko ass tingkat VI, dua orang ko ass tingkat IV, dan satu bidan. Separohnya pun laki-laki. Namanya orang mau melahirkan, tentu hanya bisa pasrah saja diperlakukan apapun. Yang penting nyawa si ibu dan bayinya selamat. Walaupun perasaan risih diperlakukan seperti itu pastinya ada. Tidak etis, batinku dalam hati. Selalu ada cara lain yang lebih baik. Misalnya menyerahkannya pada seorang perawat perempuan untuk mengurus hal seperti ini; menyediakannya ruang khusus untuk berganti pakaian. Aku pun bersumpah, jangan sampai istri, adik, kerabat dekat, atau akhwat-akhwat muslimah yang terhormat itu harus melahirkan di tempat seperti ini…

Tapi jangan digeneralisir juga ya… Hanya ingin mengeluarkan sedikit isi kepala yang terpendam.

Lanjutan potongan isi e-mail:

Kurniati, 15 Dec 2004 07:54:11 WIB

Dokter Yth, Sekarang saya sedang hamil 4 bulan. Pada bulan ke2 kehamilan saya melakukan tes TORCH dgn hasil sbb: CMV IgG +850 CMV IgM -0.1 RUbella IgG +350 Rubella IgM -0.35 Toxo IgG & IgM - Bagaimana dgn hasil tes saya tersebut ? Apakah hasil IgG CMV dan Rubella terlalu tinggi ? Apakah yang harus saya lakukan ? Apakah perlu meminum Isoprinosine dan Valtrex ? Apakah obat tersebut tidak berbahaya bagi janin ? Maaf bila pertanyaannya banyak. Mohon saran dan penjelasannya.Terima kasih. Kurniati

Ibu Kurniati Yth, Terima kasih atas konsultasinya, dari data yang diberikan oleh ibu saya berpendapat bahwa saat ini sedang tidak terjadi infeksi pada tubuh ibu, IgG(+) dan IgM (-), ini menandakan bahwa ibu sebelum pernah terkena infeksi TORCH ini, sekarang tubuh ibu sudah memiliki antibodinya, jadi tidak usah khawatir. Mungkin yang belum ada antibodinya adalah toxoplasma, ini juga tidak menjadi masalah karena IgM (-) berarti ibu tidak sedang terkena infeksi Toksoplasma. Mengenai obat Isoprinosin dan Valtrex sebetulnya tidak perlu sekali harus diminum tapi silakan saja diteruskan, karena obat tersebut tidak akan mengganggu kehamilannya selama dosis yang diminum sesuai instruksi dokter. Demikian, terima kasih. (dr xxxxx SpOG, RSxx xxxxxxx, Jkt)

KOMENTAR: mengenai tanggapan dokternya ISOPRINOSINE dan VALTREX ga usah dipegang

The Test

How is it used?

Blood may be tested from either the mother or the newborn infant to determine if the illness observed in the newborn is caused by infection with one of the pathogens included in the panel. A blood test can determine if the person has had a recent infection, a past infection, or has never been exposed to the virus. Patients with recent infection with one of the TORCH agents will have IgM antibody to the specific agent, and those with a past infection will have an IgG antibody, which is life-long. If neither immunoglobulin is detectable, there has been no infection with these microorganisms.

When is it ordered?

The test is ordered if a pregnant woman is suspected of having any of the TORCH infections. Rubella infection during the first 16 weeks of pregnancy presents major risks for the unborn baby. If a pregnant woman has a rash and other symptoms of rubella, laboratory tests are required to make the diagnosis. A physician cannot tell if a person has rubella by their clinical appearance since other infections may look the same. Women infected with toxoplasma or CMV may have flu-like symptoms that are not easily differentiated from other illnesses. Antibody testing will help the physician diagnose an infection that may be harmful to the unborn baby.

The test may be ordered on the newborn if the infant shows any signs suggestive of these infections, such as exceptionally small size relative to the gestational age, deafness, mental retardation, seizures, heart defects, cataracts, enlarged liver or spleen, low platelet level, or jaundice.

What does the test result mean?

Results are usually given as positive or negative, indicating the presence or absence of IgG and IgM antibodies for each of the infectious agents. Presence of IgM antibodies in the newborn indicates high likelihood of infection with that organism. IgM antibodies produced in the mother cannot cross the placenta so presence of this type of antibody strongly suggests an active infection in the infant. Presence of IgG and absence of IgM antibody in the infant may reflect passive transfer of maternal antibody to the baby and does not indicate active infection in the baby.

Likewise, the presence of IgM antibody in the pregnant woman suggests a new infection with the virus or parasite. Further testing must be done to confirm these results since IgM antibody may be present for other reasons. IgG antibody in the pregnant woman may be a sign of past infection with one of these infectious agents. By testing a second blood sample drawn two weeks later, the level of antibody can be compared. If the second blood draw shows an increase in IgG antibody, it may indicate a recent infection with the infectious agent.

Is there anything else I should know?

Use of the TORCH panel to diagnose these infections is becoming less common since more specific and sensitive tests to detect infection are available. Relying on the presence of antibodies may delay the diagnosis since it takes days to weeks for the antibodies to be produced. Detection of the antigen or growing the microorganism in culture can be done earlier in the infectious process and are more specific.