Senin, 25 Oktober 2004

Succes Seminar: The MLM’s Rifle

Sabtu siang kemarin, seorang kawan mengajak pergi ke sebuah gedung di bilangan Thamrin untuk mengikuti acara yang bertajuk ‘Succes Seminar’. Beberapa waktu sebelumnya ia hanya mengatakan bahwa acara ini bagus, dan tiketnya tidak begitu mahal menurut penilaianku. Aku mencoba menebak kira-kira seminar ini macam apa.



Ternyata dugaanku tepat. Sebuah perusahaan MLM yang perkembangannya cukup pesat dan luas di Indonesia, dan katanya masuk dalam ‘Top Five’, penyelenggara acara ini. Ini adalah bagian dari program dua bulanan mereka bagi para pesertanya, dan khususnya ditujukan untuk menarik minat calon anggota baru, yang diharapkan bisa mereka rekrut.



Teknis pelaksanaan acaranya cukup menarik, menurutku. Ruangan yang disewa untuk pelaksanaan acara ini sudah dilengkapi dengan tata cahaya layaknya konser musik besar. Sound effect-nya pun sangat mendukung. Dua layar besar ditempatkan di sisi kiri-kanan panggung, untuk membantu visualisasi penonton yang duduk di deretan kursi atas.



Acara ini menampilkan pembicara utama seorang pria berusia 29 tahun yang menduduki salah satu posisi tertinggi dalam perusahaan. Di akhir acara, peserta yang hadir akan mendapatkan informasi yang sama, bahwa pria ini mendapatkan segala kekayaan materi yang ia inginkan, waktu luang untuk keluarganya, dan kesempatan mengunjungi banyak negara, dengan mengikuti bisnis jaringan ini.



Aku cukup tertarik dengan penataan acara dan tata panggungnya. Di deretan kursi bawah yang langsung menghadap ke panggung utama, undangan khusus untuk peserta MLM yang sudah menduduki posisi ‘bintang’ ke sekian. Deretan terdepan adalah para pemimpin bisnis jaringan ini. Dan seluruh peserta acara ini dibuat mengelu-elukan para pimpinan, yang telah menyukseskan hidup mereka. Ya, inilah bisnis jaringan, dengan adanya upline dan downline, keberhasilan materi melalui perusahaan sangat ditentukan oleh jaringan yang terbentuk. Dan umumnya, setiap peserta yang ingin mencapai posisi tertentu di perusahaan, harus membentuk jaringan solid di bawahnya. Hingga pada akhirnya nanti, seorang yang telah mencapai posisi yang diinginkannya, akan merasa berterima kasih kepada atasan yang telah membesarkannya.



Seluruh pembicara yang maju ke depan mendapat iringan musik yang tertata baik. Mereka pun menunjukkan gaya berjoget seenaknya. Seolah-olah mereka sangat menikmati penampilan mereka maju ke depan. Dari lagu-lagu yang aku kenali, bervariasi mulai dari house music, lagu-lagunya Bon Jovi, Avril Lavigne, Queen, dan Bobby Brown. Visualisasi dalam layar LCD raksasanya pun cukup baik. Setidaknya mereka pasti menguasai Adobe Premiere atau sejenisnya.



Inilah pengalaman pertamaku menghadiri acara semacam ini. Cukup memberikan wawasan baru untukku. Aku juga menyaksikan banyaknya ikhwan-akhwat yang hadir dalam acara ini. Menunjukkan banyak ikhwah yang mengikuti bisnis jaringan ini. Aku membayangkan, sepuluh tahun lalu, belum ada kondisi seperti ini. Ikhwan-akhwat bercampur dalam satu ruangan, bertepuk tangan mengiringi musik dan para ‘pemimpin’ perusahaan, dan hal-hal lain yang pastinya jauh berbeda dari komunitas da’wah mereka sehari-hari. Ada seorang akhwat yang maju ke depan dan menyatakan, ia telah melakukan sekian puluh kali presentasi dalam tiga bulan berturut-turut, untuk mengembangkan bisnis ini. Dan tentunya akan membesarkan ma’isyah-nya pula.



Aku pun teringat pada adik-adik kelasku yang sedang semangat-semangatnya menjalankan bisnis jaringan lain. Beberapa bulan lalu, saat mereka baru mengenal bisnis jaringan, hampir tiada hari tanpa presentasi dan mencoba merekrut sebanyak mungkin orang lain, dari berbagai kalangan, tidak hanya mahasiswa saja. Setiap peluang acara yang bisa meningkatkan keterampilan bisnis pun akan mereka ikuti, walau lokasinya tidak dekat. Karena banyak di antara mereka aktivis masjid, maka Masjid ARH pun menjadi satu tempat yang sering digunakan untuk mengajak calon-calon peserta baru.



Aku merenung, seandainya da’wah fardiyah berjalan dengan cara seperti ini. Mungkin akan banyak kader baru yang terekrut dalam waktu singkat. Tapi memang yang dijanjikan lain. Hanya saja seorang kader harus mampu membedakan kapan harus menarik orang untuk mengetahui kebesaran agama ini, dan kapan mencukupi nafkah diri dan keluarganya.

Memang kuakui, bisnis jaringan ini sangat menarik. Da’wah butuh ditunjang oleh orang-orang yang mandiri secara ekonomi. Dan kebutuhan akan hal ini sangat besar. Menyambung tulisanku yang terdahulu, dokter pun butuh sumber penghasilan lain dari profesinya. Dan mungkin bisnis macam ini bisa menjadi salah satunya.